BALON MERAH (Oleh Antriyani)
BALON MERAH
Oleh: Antriyani
#tulisan ke-129 (H86)
"Ambillah!" Nenek Asih memberikan sebuah balon merah padaku lengkap dengan tali pengikatnya.
"Balon ini akan membawamu ke tempat yang kamu mau," kata Nenek Asih ketika suatu pagi aku berkunjung ke rumahnya.
Dengan rasa ragu aku menerima balon merah itu. Aku tak tahu perasaanku bagaimana. Ada rasa tak percaya dengan ucapan Nenek Asih tetanggaku yang sudah kuanggap sebagai nenekku sendiri.
Perempuan tua itu memang baik hati dan ramah. Ia tinggal di kampung ini sebatang kara karena dia memang tak memiliki seorang anak pun. Sedangkan suaminya sudah meninggal lima belas tahun yang lalu. Orang-orang di kampungku memanggilnya Nenek Asih karena hatinya yang selalu asih pada setiap orang. Tak satu pun warga yang mengetahui nama aslinya.
"Terimakasih Nek," kataku sambil menerima balon itu.
"Tapi untuk apa balon ini Nek?"
"Bawalah, suatu saat kamu pasti mendapatkan sesuatu yang berguna untuk hidupmu."
Aku masih menimang-nimang balon pemberian Nenek Asih. Rasa tak percaya dan penasaran pada ucapan nenek itu masih memenuhi rongga otakku. Aku memegang erat-erat tali pengikatnya. Aku khawatir balon ini terbang karena angin berhembus cukup kencang. Aku juga harus berhati-hati menapaki trotoar yang di sana sini sudah banyak yang berlubang. Ini trotoar satu-satunya yang menghubungkan jalan raya dengan rumahku yang letaknya di ujung gang. Pikiranku jadi mengembara seandainya aku berada di tempat yang jalanannya bagus dan rata tanpa lubang.
Sssss,,,,, tiba-tiba perlahan-lahan balonku mulai membumbung semakin lama semakin tinggi hingga akhirnya aku mendarat di sebuah tempat yang jalanannya bagus tanpa cacat sedikitpun. Aku terkagum-kagum melihat semuanya. Belum pernah selama ini aku menjumpai jalan-jalan yang sedemikian bagusnya. Namun yang membuatku heran, tempat ini sepi senyap. Tak terlihat seorangpun di sinii. Begitu pula dengan kendaraan. Tak satupun ada yang melintas di jalanan ini. Aku merasa heran saja mengapa jalanan sebagus ini tapi tak satupun kendaraan yang melintas.
"Edooo."
"Wilmaann."
"Fendiiii," kupanggil satu persatu nama teman-temanku, namun tak ada jawaban.
Suasana lengang ini membuatku merasa sepi dan ketakutan. Pikiranku mengembara berputar-putar dan aku ingin berada di keramaian.
Ssss,,,,angin bertiup dengan kencang. Searah itu pula balonku mengikuti arah mata angin. Berikutnya aku mendarat di sebuah tempat yang sangat ramai. Orang-orang hilir mudik berjalan ke sana kemari dan berjubel. Semuanya menatap lurus ke depan, tak ada komunikasi di antara mereka. Sepertinya kesibukan sudah membelenggu mereka hingga tak sempat menatap sekeliling dan tak ada tutur sapa. Tak satupun dari mereka yang aku kenal. Semuanya tampak asing bagiku. Bunyi klakson kendaraan di jalanan menjerit-jerit seakan berteriak menghalau kendaraan-kendaraan lain dan pejalan-pejalan kaki yang seenaknya melintas di keramaian. Kepalaku pusing melihat semuanya. Pikiranku ikut-ikutan ruwet sama ruwetnya dengan lalu lalang kendaraan yang melintas tanpa aturan. Aku hanya ingin berada di tempat yang sepi dan tenang.
Sssss,,,,kembali balonku terbang tinggi dan berhenti di sebuah tempat yang lengang. Di sekitarku hanya ada hamparan rumput hijau dengan pemandangan alam yang indah. Pikiranku benar-benar merasa terbebas dari segala hiruk pikuk keramaian. Cita-citaku untuk beristirahat di tempat yang tenang terkabul. Untuk sementara aku bisa merasakan suasana tenang dan nyaman. Setelah beberapa saat, aku baru menyadari tempat ini bukan hanya tenang namun benar-benar sepi. Perasaanku mulai tak nyaman. Tak ada siapapun di tempat ini termasuk para binatang. Hatiku tak tenang. Aku merindukan teman-temanku. Aku ingin bermain layang-layang, petak umpet, dan perang-perangan. Di mana mereka semua? Aku juga merindukan ayah, ibu, dan kakakku. Aku rindu semuanya. Aku ingin kembali berada di antara mereka.
Balon yang kupegang bergetar ringan kemudian mengangkasa. Badanku serasa ringan juga bergelayut pada tali yang dikaitkan di pergelangan tanganku dan sebagian lagi talinya ada di dalam genggamanku. Semakin lama semakin tinggi terbang mengikuti arah angin berhembus.
Warna senja masih kemerah-merahan saat aku masih mengudara bersama balonku. Aku memandangi sekeliling sambil tetap bergelayut pada balonku. Hamparan persawahan yang mulai menguning bagai selimut alam membentang luas. Aliran sungai yang meliuk-liuk seperti geliat ular kecil di antara rerumputan hijau. Awan serupa gumpalan kapas putih beriringan di sekelilingku. Semua yang kulihat dari ketinggian tak bercela sedikitpun. Namun semua pemandangan ini tak mampu mengalahkan keinginanku untuk kembali ke rumahku.
Balonku mengarah pada sebuah rumah bercat biru yang berpagar beberapa pohon buah. Aku yakin itu rumah Nenek Asih karena aku hafal betul setiap jengkal pekarangan rumahnya. Perlahan balonku mendarat di samping rumah Nenek Asih di dekat pohon rambutan yang buahnya mulai menguning. Aku mengitari rumah Nenek Asih hingga berada di depan rumahnya. Tanpa ragu aku membuka pintunya.
"Astaga, kamu dari mana saja," tanya Wilman begitu aku masuk ke rumah Nenek Asih.
Di situ pula sudah berkumpul beberapa temanku, Edo, Fendi, dan Jazi.
"Kamu dari mana Rif?" Tanya Jazi tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Bersamaan dengan itu pula Nenek Asih keluar dengan membawa sebuah nampan berisi sepiring pisang goreng yang masih mengepul. Nenek Asih tersenyum melihatku kembali.
"Sudah kau temukan semuanya?" Tanya Nenek Asih padaku. Aku hanya tersenyum.
"Aku hanya ingin berada di tempat ini dan berada di antara kalian," jawabku sambil menyerahkan balon merah pada Nenek Asih.
"Kamu tak ingin menyimpannya?" tanya Nenek Asih
"Tidak Nek," jawabku lagi.
"Memang tak ada yang lebih nyaman selain berada di rumah sendiri dan di antara orang-orang yang kita sayangi," sela Nenek Asih.
Nenek Asih tersenyum penuh arti sementara teman-temanku saling berpandangan dalam rasa penasaran. (*)
S e l e s a i
(Sukosari, 16 September 2020)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Nenek Asih tersenyum penuh arti sementara teman-temanku saling berpandangan dalam rasa penasaran. (*).Keren Bun sukses selalu ya Bun. Balon merah. Sudah saya folow.
Terimakasih byk Bunda,,,salam hangat
Mantap dan keren ceritanya. Sukses selalu tuk ibu.
Terimakasih byk bunda cantik,,salam hangat
Mantap dan keren ceritanya. Sukses selalu tuk ibu.
Cernak keren. Bu yani. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.
terimakasih banyak pak edi, salam hangat
Luar biasa. Salam sukses dan salam Literasi...
Terimakasih byk pak,,,salam hangat
Keren Bu. Berkelana ke alam lain nih he he .
Trimaksih pak,,,salam hangat
Keren... Balon merah mirip.lampu Aladdin ya...
Suksma mas