ANUGRAH SULISTIANI FILIPHIANDRI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kesimpulan dan Refleksi  Pemikiran Ki Hajar Dewantara, Visioner dan Tak Lekang Oleh Zaman
Anugrah Sulistiani Filiphiandri CGP Angkatan 7 SMA Negeri 1 Puding besar

Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara, Visioner dan Tak Lekang Oleh Zaman

Salam sehat dan bahagia untuk pembaca hebat dimanapun berada.

Sebagai calon guru penggerak angkatan 7, saya mendapat tugas untuk membuat suatu kesimpulan dan refleksi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Kali ini, saya akan menulis refleksi menggunakan model 4C yang dikembangkan oleh Richard, Church dan Morrison (2011), terdiri dari connetion, challenge, concept dan change.

Pada saat memasuki pendidikan calon guru penggerak yang sekiranya akan dilaksanakan selama 6 bulan, diawali dengan mempelajari Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Materi ini menjadi pembuka. Ki Hajar Dewantara adalah bapak pendidikan nasional. Pemikiran beliau mendasari kurikulum merdeka yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Sebagai pendidik, awalnya saya merasa sudah memahami semboyan pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung tulodo ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Semboyan tersebut lebih kurang berarti, peran seorang guru di depan sebagai pemberi teladan, di tengah sebagai pemberi semangat dan saat di belakang memberi dorongan.

Ki Hajar Dewantara mengawali pelajaran tentang dasar-dasar pendidikan, perbedaan antara pengajaran dan pendidikan.Di sini awal mula saya merasa tersentak. Saya diajak untuk berpikir kembali tentang hakikat saya pribadi selama ini.Masih sekedar pengajarkah?yang hanya memberi ilmu untuk hidup anak-anak baik secara lahir maupun batin, atau seorang pendidik yang berperan menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Pendidik mempunyai peran yang sangat penting yaitu menuntun anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, agar tercapai kekuatan kodratnya yang ditandai dengan adanya kemandirian pada anak. Murid diharapkan mampu berdiri sendiri secara lahir dan batin tidak tergantung pada orang lain.

Jika diibaratkan suatu pertandingan lari, aktivitas menuntun murid ini merupakan aktivitas lari maraton yang membutuhkan waktu yang lebih lama dari sekedar mengajar, yang saya ibaratkan seperti lari sprint.Nafas yang lebih panjang tentu saja, juga dibutuhkan tenaga dan kesabaran yang lebih banyak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu menjadikan anak sebagai manusia merdeka.

Ki Hajar Dewantara juga mengingatkan, bahwa pendidik hanya sekedar menuntun, bukan memaksakan kehendak dan keinginannya kepada si anak, sesuai kodrat alamnya yaitu sesuai dengan bakat dan kemampuan si anak serta sesuai dengan zamannya.

Ini kembali membuat saya termenung.Saya sadar selama ini ternyata menganut pandangan teori 'rasa' yang berpendapat bahwa saat lahir anak masih berupa kertas yang kosong yang belum mempunyai catatan sedikitpun. Menurut teori ini, pendidik mempunyai kedaulatan yang penuh untuk membentuk anak menjadi apa.

Selama ini saya sering merasa kesal jika murid lambat dalam memahami penjelasan saya. Saya ingin anak cepat menangkap apa yang saya jelaskan. Saya lupa bahwa untuk mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, si anak tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh. Sedangkan anak memiliki latar belakang kodrat alam yang berbeda-beda.

Bisa jadi ia berasal dari keluarga yang mengalami kekurangan ekonomi.Dia memiliki orang tua yang memiliki ekonomi yang buruk. Sehingga menghambat perkembangan otaknya, karena orang tuanya tidak mampu memberi makanan dan minuman yang bergizi. Hal ini bisa menjadi menghambat perkembangan kecerdasannya.

Selain itu, akibat dari ekonomi orang tuanya yang lemah, mereka tidak dapat memberikan tempat tinggal yang nyaman dan sehat. Kondisi rumahnya yang kotor dan pengap, udaranya tidak lancar membuat anak menjadi sakit-sakitan.

Kesulitan ekonomi juga menyebabkan ketidakmampuan orang tua menyediakan lingkungan tempat tinggal yang baik untuk anak-anaknya. Si anak menjadi terpengaruh lingkungan yang buruk dari sekitarnya tetangganya dan teman-temannya.

Selain itu, meskipun orangtua tidak mengalami kemiskinan, namun memiliki kekurangan budi luhur, sehingga anak-anak mudah terkena pengaruh-pengaruh yang jahat. Orang tua yang demikian memberikan pola asuh yang buruk.

Hal ini bisa jadi disebabkan oleh orang tua yang tidak berpendidikan, sehingga orang tua tidak mengetahui mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Seringkali orang tua malah memberikan contoh-contoh hal yang buruk pada anak-anaknya, misalnya mabuk-mabukan, mencuri, tidak menjalankan ibadah sesuai agamanya, berkata kasar serta bertindak kriminal.

Ki Hajar Dewantara berpendapat, seorang pendidik sebaiknya menganut teori konvergensi. Teori ini berpandangan bahwa pada saat anak lahir ke dunia anak diibaratkan kertas yang sudah penuh coretan namun masih samar. Pendidikan berfungsi sebagai penguat atau penebal tulisan yang baik agar menjadi pekerti yang baik bagi anak. Sedangkan tulisan atau coretan yang buruk dibiarkan saja agar tetap samar dan tidak nampak.

Berkaitan dengan tujuan pengajaran dan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu memerdekakan manusia. Hal ini juga membuat saya tertarik. Dulu, saya mengira, manusia merdeka adalah bebas, sebebas-bebasnya.

Namun ternyata Ki Hajar Dewantara memberikan panduan. Manusia merdeka adalah yang tidak bergantung pada orang lain, tapi bergantung pada kekuatan diri sendiri. Murid mampu memuliakan dirinya sendiri dan orang lain serta mandiri secara lahir, juga cakap mengatur dirinya sendiri tanpa diperintah oleh orang lain, itulah yang diharapkan dari pendidikan yang menuntun kekuatan diri atau kodrat yang dimilikinya.

Dalam proses menuntun guru memberikan kebebasan namun tetap memberikan tuntunan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya, juga mampu mengelola dirinya agar bisa hidup dengan orang lain. Jangan sampai kemerdekaan dirinya mengganggu kemerdekaan orang lain.

Konsep lain yang membuat saya terkesan adalah berkaitan dengan pendidik harus menuntun murid sesuai dengan kondrat zamannya. Saat ini, perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, membawa dampak yang sangat luas dalam kehidupan manusia di muka bumi.

Informasi yang menyebar di seluruh belahan bumi dalam hitungan detik, telah menambah pengetahuan penduduk planet Bumi menembus batas-batas wilayah bangsa dan negara. Suasana dan fenomena yang demikian tidak dapat kita hindari, bahkan telah menjadi suatu tuntutan bagi kepentingan-kepentingan tertentu, termasuk dalam pembelajaran.

Menariknya dan ini membuat saya kagum, Ki Hajar Dewantara telah memberikan pesan yaitu, para pendidik dimanapun berada,untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar . Ini artinya, budaya dari luar juga harus disesuaikan dengan budaya bangsa.

Pengaruh dari luar harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia. Ini juga yang harus terus diingatkan kepada murid, agar mereka tidak kebablasan dalam mengikuti budaya asing. Ini menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara seorang yang visioner. Memiliki pandangan jauh ke depan.

Sebagai seorang pendidik, hal yang saya ingin lakukan adalah memahami lebih jauh lagi tentang kondisi murid-murid saya, dengan segala perbedaan yang mereka miliki. Dengan perbedaan karakter, potensi, bakat dan minat yang mereka miliki, saya diharuskan membuat pembelajaran diferensiasi yang diharapkan dapat mewadahi segala perbedaan yang mereka miliki. Demikianlah pemaparan saya dalam suatu refleksi terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara, semoga bermanfaat bagi pembaca dimanapun berada. Terimakasih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya keren

06 Nov
Balas

Salam dan Bahagia.MasyaAllah...Luar Biasa articlenya menginspirasi. Semangat ya Ibu An, semangat selalu. Mari belajar, berkarya, dan berbagi praktik baik!

06 Nov
Balas

makasih ibu sudah mampir...

06 Nov



search

New Post