ANUGRAH SULISTIANI FILIPHIANDRI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SEBAB APA ENGKAU MENCINTAINYA?

SEBAB APA ENGKAU MENCINTAINYA?

Pernah ku tanyakan pada ibu, sebab apa ibu mencintai ayah?

Singkat ibu menjawab, “Ayahmu orang baik.”

Sebaik apa ayah? Dengan keterbatasan nalarku saat itu, aku mengira orang hanya bisa jatuh cinta karena alasan fisik semata. Si ganteng jatuh cinta kepada si cantik, yang biasa saja jatuh cinta kepada yang fisiknya biasa saja. Sedangkan ibuku sepertinya wanita Jawa pada umumnya, berkulit kuning, bertubuh tinggi, langsing, mestinya jatuh cinta kepada Om Arman seorang Polisi, yang kudengar dari bisik-bisik tanteku pernah menyukai ibu. Sedangkan ayah yang merupakan seorang pelaut, tentu saja memiliki kulit hitam yang terpapar matahari saat menakhkodai kapal menerjang besarnya gelombang. Bertubuh tidak terlalu besar, memiliki rambut ikal itulah ayah.

Sebaik apa ayah? aku hanya bisa menjawab seperti yang kulihat dan kurasa. Walaupun kami jarang bertemu, tapi ku merasakan dia memang baik. Sangat halus tutur katanya. Tak pernah ku mendengar beliau bersuara tinggi, kecuali saat ditengah laut karena harus melawan suara mesin kapal dan suara ombak lautan tempatnya mencari nafkah. Disaat aku banyak mendengar cerita-cerita tentang KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) baik secara fisik maupun secara verbal, aku jadi terbayang lagi tentang ayah. Jangankan memukul, membentak kami, anak dan istrinya saja tak pernah ia lakukan. Hari-hari kepulangan beliau dari berlayar sangat kami tunggu. Beliau selalu membawa buah tangan untuk kami sekeluarga walaupun sederhana, sekaleng biskuit khong guan misalnya.

Hal lain yang membuat aku dan yang lainnya menunggu adalah tak sabarnya aku menceritakan semua hal yang aku alami disaat beliau tak ada di rumah. Beliau adalah sosok introvert yang lebih memilih untuk menjadi pendengar akif daripada yang berbicara. Dengan sabarnya beliau akan mendengarkan apa yang kita kisahkan, tanpa memutusnya sebelum kita berhenti bercerita. Sosok yang berbanding terbalik dengan ibu, Karakter ibu adalah orang selalu aktif bercerita, inilah mungkin alasan pertama ibu mencintai ayah, dia menemukan tempat yang nyaman untuk mencurahkan segala perasaannya tanpa takut ada penghakiman didalamnya.

Sebaik apa ayah? Semakin aku beranjak dewasa, semakin terbuka ibuku bercerita. Pernah katanya, disaat ibu dan ayah baru berkeluarga, mereka masih tinggal menumpang di rumah nenek dan kakek. Sebagai anak tertua dari sepuluh bersaudara, suka tidak suka ibu harus ikut membantu membiayai kebutuhan rumah tangga kakek dan nenek, termasuk membayar SPP adik-adiknya. Sedangkan ibu tidak bekerja, lalu mendapatkan penghasilan dari mana? Tentu saja uang yang diberikan kepada orang tuanya berasal dari uang ayah. Saat itu komunikasi tak selancar zaman ini. Jangankan telepon pintar, surat yang dikirimkan ibu untuk bertukar kabar saja butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa diterima oleh ayah. Saat ayah pulang berlayar, barulah ibu menceritakan kemana saja uang ayah. Ibu sungguh khawatir akan dianggap sebagai istri tak bertanggung jawab, jika ayah mengetahui uang yang diberikan ayah habis, tanpa ada catatan.

“Apakah Kakak marah? Aku meminta maaf jika uang yang Kakak berikan, habis untuk adik-adikku,” ujar ibu lagi khawatir. Menghadapi orang pendiam, tak mudah, marahkah? sukakah? Sulit untuk menebaknya.

Rasa kekhawatiran Ibu sirna dalam hitungan detik, ketika mendengar jawaban Ayah,” Sudahlah, pakai saja, nanti kalau habis, aku cari lagi.”

Betapa leganya Ibu saat itu,”Terimakasih Kak,” jawab Ibu.

Itu berlangsung, sampai adik-adik ibu menyelesaikan pendidikannnya dan hidup mandiri. Alhamdulillah mereka menjadi orang-orang yang berhasil. Beberapa orang menduduki jabatan tinggi dalam pekerjaannya. Disaat Ibu dan anak-anaknya dibawa ayah merantau ke pulau seberang, tanggung jawab untuk membantu membiayai kakek dan nenek, mereka emban.

Menjelang hari tua, nenek tinggal sendirian, karena anak-anak beliau sudah mandiri, dan Kakek pun sudah berpulang keharibaannya. Ibu dititahkan untuk kembali tinggal di rumah nenek. Lagi-lagi ayah menyetujui rencana itu, walaupun itu artinya untuk bertemu dengan anak dan istrinya, ayah harus menempuh waktu yang lebih lama lagi, sekira sepuluh jam dari tempatnya biasa berlabuh. Ketika kutanyakan alasannya pada ayah, beliau menjawab, “Biarkan Ibumu berbakti pada orangtuanya, semoga dia bisa mendapatkan surga dengan cara itu.”

Lebih kurang 17 tahun Ayah dan Ibu menjalani kehidupan terpisah seperti itu. Sebulan sekali atau bahkan dua bulan sekali Ayah baru bertemu keluarganya kembali. Tubuh yang semakin renta, membuat Ayah tak bisa untuk sering-sering pulang ke rumah.

Memasuki masa pensiun, ayah dan ibu menyambutnya dengan gembira. Itu artinya kesempatan untuk bersama menghabiskan hari tua, bisa terjalin lagi. Mereka mengawali kebersamaan itu dengan pergi ke tanah suci, untuk beribadah bersama. Sepulang dari tanah suci, Ayah menyempatkan diri mengunjungi keluarganya yang ada di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Dasarnya pelaut, beliau memilih menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, daripada menggunakan pesawat, takut pesawatnya jatuh! Itu alasannya.

Lebih kurang 1 bulan beliau menghabiskan waktu bernostalgia bersama saudara-saudaranya. Bulan berikutnya beliau kembali pulang ke rumah kami. Sesuai rencana yang telah disusun bersama Ibu, beliau ingin mencoba bertanam jamur tiram dibelakang rumah. Kandang jamur yang awalnya akan diupahkan kepada tukang untuk mengerjakannya, malahan dikerjakan sendiri oleh beliau dan sorang saudara untuk membantu. Menjelang selesai pengerjaan kandang untuk jamur tiram itu, beliau mengeluh sakit kepala, dan tiba-tiba jatuh di kamar mandi. Sejak hari itu ayah tak pernah mampu berdiri sendiri. Selama lebih kurang 3 tahun beliau menderita stroke.

Selama beliau sakit, terbaring tak berdaya, tak henti-hentinya ipar-ipar beliau yaitu adik-adiknya ibu, yang kebanyakan tinggal diluar kota silih berganti datang menjenguk. Bantuan dalam bentuk materi dan perhatian tak henti-hentinya mereka berikan kepada ayah. Tak jarang mereka mengatakan, ”Kakak mau makan apa? Bilang aja Kak, Jangan lupa makan obatnya, Kak. Semoga lekas sembuh.”

Untuk merawatnya sehari-hari, ibu dibantu menantunya. Memandikan, menyuapi makan, mendudukkan beliau beliau dikursi roda, menuntun shalat 5 waktu, membacakan ayat Al-Quran. Sampai pada suatu hari, ayah demam, tak mau makan sampai 3 hari. Ibu sudah mendapat firasat ayah akan pergi untuk selama-lamanya. Ibu mengatakan, “Jika Ayah sudah lelah karena sakit ini, Ayah ingin pergi, pergilah. Ibu minta maaf jika selama kita bersama, Ibu banyak salah sama Ayah, dan Ibupun sudah memaafkan salah Ayah, Semoga kita bisa bertemu di surganya Allah, selamat jalan Ayah.” Kemudian Ibu menuntun Ayah untuk mengucapkan kalimat La ila Ha Illallah. Tak lama dari itu, ayah menutup mata, dan pergi untuk selamanya. Ibu segera mengabarkan ke sanak- saudara atas kepergian ayah.

Beberapa waktu kemudian seluruh keluarga ibu berdatangan termasuk adik-adiknya. Sungguh terasa sangat mengharukan, karena semua menangis merasa kehilangan seperti kehilangan kakak kandung sendiri. “Ayahmu orang baik, Nak” ujar mereka. Walaupun hidup sebagai perantau di kampung ibu, tak bersama saudara kandung, namun sampai menutup mata, ayah terawat dengan baik, dan pergi diiringi derai air mata kesedihan.

Sungguh aku mendapatkan pelajaran dari cerita hidup ayah. Kita akan memanen kembali apa yang kita tabur. Berusahalah untuk terus berbuat baik selama hidup kita. Terhadap sang pencipta, terhadap sesama manusia, terhadap pasangan hidup kita, anak, mertua, ipar, menantu. Muliakanlah mereka, tanpa menghitungnya. Allah mempunyai perhitungan sendiri. Perbuatan baik sekecil apapun akan mendapatkan balasanNya, begitupun sebaliknya. Tak perlu takut hidup jauh dari saudara kandung, karena Allah akan menjaga kita melalui orang-orang yang ada disekitar kita. Percayalah pertolongan Allah akan datang disaat membutuhkannya. `

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap, mom...ayo mulai ikut tantangan 365 hari menulis

14 Feb
Balas

Insyaallah mom @Nurhasanah, makasih ya udah mampir baca...

14 Feb
Balas



search

New Post