any kurniasih

Guru Matematika di SMPN1 Maja, Kabupaten Majalengka. Alumni SMP tersebut dan menjadi CPNS di sekolah tersebut sejak November 1981 sampai sekarang....

Selengkapnya
Navigasi Web

SURGA YANG TAK ADIL

Empat pulu lima tahun yang lalu, di blok Senen desa Maja, sebelum adzan subuh bekumandang ayah sudah siap dengan obor bambunya menggiring kami ke kali Cirumput yang letaknya tidak jauh, hanya seratus meteran lebih dari rumah kami. Kakak tertua berjalan paling depan diikuti kakak kedua, keduanya laki-laki,sedangkan saya dituntun bapak. Di Cirumput telah ramai oleh tetangga kami, kegiatannya hampir sama, mandi, mencuci pakaian, perabotan, ada pula yang buang hajat.Lucu juga kalau diingat-ingat, mereka yang buang hajat tahu diri, pasti jongkok di hilir, agak jauh dari aktivitas cuci mencuci bahkan kalau yang pemalu pasti memilih jongkok di balik batu besar.Begitulah, setiap pagi Cirumput semarak dengan cahaya obor, penduduk ramai memulai aktivitas masing-masing. Siang hari biasanya ibu-ibu yang lebih banyak beraktivitas, kami anak-anak biasanya main “eundeuk-eundeukan” di atas pohon buah-buahan di sepanjang pinggiran kali. Jika kegerahan, kami tinggal mencebur ke kali, mandi, bermain air,kadang-kadang konser memainkan air atau batu-batu kali sebagai alat musiknya dengan cara memukul-mukul permukaan air dengan cara tertentu sehingga bunyi yang ditimbulkan berirama berbeda-beda tergantung cara kita memukulnya, ditingkahi pula dengan bunyi batu beradu batu yang dipukul dengan irama tertentu. Asyik sekali sebab ukuran besar kecil batu yang dipukul, juga ukuran batu yang memukulnya akan mengeluarkan bunyi yang berbeda.

Maja adalah sebuah desa di Kabupaten Majalengka, sebelah Selatan dari Majalengka dengan posisi agak naik.Berada di kaki Gunung Ciremai, cuacanya sejuk, dengan tanaman hijau tumbuh subur. Di daerah blok Senen, blok Jumat dan blok Sabtu di lewati kali Cirumput yang airnya jernih,bersih dan sejuk. Di sebelah Utara blok Jumat berbatasan dengan blok Haurduni, kali Cirumput bertemu dengan kali Cideres.Sedangkan di Maja sebelah Selatan, blok Minggu dan blok Salasa dilewati kali Cilongkrang yang sedikit lebih lebar dari Cirumput, bahkan karena kejernihan dan kebersihannya,airnya biasa diminum langsung oleh penduduk di situ tanpa takut sakit perut atau diare. Kali Cilongkrang di Selatan blok Minggu melintasi jalan raya yang menghubungkan Majalengka dengan Kuningan,Tasikmalaya dan Ciamis. Jembatan yang melintasi Cilongkrang, kecil tapi kokoh, kata ayah sih dibangun sejak jaman Belanda. Seingat saya sejak kecil sampai sekarang, belum pernah direnovasi.Ya , Maja adalah surga ! Bukan kata saya saja yang dilahirkan di situ tapi kata siapapun yang pernah tinggal atau berkunjung ke Maja.

Kurang dari sepuluh tahun semenjak itu, keramaian Cirumput dan Cilongkrang mulai hilang. Kecamatan Maja mengalami pengembangan, diantaranya desa Maja dikembangkan menjadi dua desa, Maja Utara dan Maja Selatan. Pemerintah Orde Baru mengucurkan bantuan untuk masyarakat desa agar meningkat taraf hidupnya melalui program Bimas kemudian disusul dengan proyek bantuan peternakan sapi susu. Penduduk membangun kandang-kandang sapi di sepanjang pinggiran kali Cirumput maupun Cilongkrang, Maka, setiap pagi antara jam 7 dan jam 8, warna air di kali jernih berubah menjadi hijau kehitaman dengan aroma yang membuat isi perut seakan berlomba naik ke tenggorokan.Jam-jam sekian ,para peternak membersihkan kandang-kandang sapi, dannnn...byurrrr.....semua kotoran dari kandang dibuang langsung ke kali.Ditambah lagi saat itu, penggunaan plastik sudah mulai memasyarakat sehingga lubang-lubang di samping rumah atau di pinggir kebun tidak lagi sanggup menampung sampah dari masing-masing rumah tangga. Dan... kali lah tempat pembuangan sampah yang paling praktis.

Maja tetaplah surga, meskipun kali sudah kehilangan sebagian fungsinya bagi kehidupan penduduk.Kami penduduk Maja Utara dan Maja Selatan tidak pernah kesusahan dengan air bersih. Maja memiliki sumber air alam yang bersih dan sehat. Dengan bantuan dari Bank Dunia melalui Jawatan Kesehatan waktu itu, dibangunlah saluran air ke rumah-rumah penduduk. Kami menyebutnya ledeng mandiri.Penduduk cukup membayar biaya pemasangan instalasi dan biaya pembelian pipa. Biaya bulanannya gratis!!! dengan penggunaan tanpa batas alias bebas. Penduduk pun tidak perlu pusing dengan pembuangan sampah karena kali-kali itu menjadi tempat sampah yang sangat praktis. Jangan takut kebanjiran saat musim hujan, kami kan berada di dataran tinggi, sedangkan kali kan mengalir ke dataran rendah.

Sekarang tahun 2017,Maja tetap surga. Bayangkan, kakak saya di desa Sukasari kecamatan Argapura, seorang guru pula, dalam seminggu dua atau tigakali beliau belanja ke pasar Maja Selatan. Berangkat pagi-pagi dengan satu kadang dua kantong plastik besar dimotornya. Tiba di ujung jembatan Cilongkrang, motor dihentikan dan .... luuuung..kantong-kantong plastik itu melayang dan mendarat di bawah jembatan. Ya, itu adalah kantong sampah dari kecamatan tetangga.Jangankan anda, saya pun tak habis pikir, kok bisa ya ? padahal beberapa meter dari jembatan adalah kantor polisi sektor Maja. Kemudian setiap hari saat saya pulang ke Talaga, diujung jembatan Cilongkrang, ditunggingkan beberapa gerobak sampah dari pasar Maja Selatan, pasar induk sayuran, membuang sampahnya disitu, dibawah plang peringatan “DILARANG MEMBUANG SAMPAH KE KALI “, perda kabupaten Majalengka ..bla..bla...bla.Bayangkan ! harus berfikir dan berbuat apa saya ? Beberapa meter dari jembatan itu kantor polisi, beberapa ratus meter dari situ adalah kantor Camat Maja, jembatan itu terletak di jalan propinsi, setiap saat Bupati Majalengka melewati area itu, apa yang terlintas di fikiran beliau-beliau itu ?

Delapan tahun yang lalu saya pindah dari Maja Utara mengikuti suami ke desa Talaga Kulon. Saya tetap tidak kehilangan surga, suami adalah seorang petani sejati. Meskipun rumah kami berada di pinggir jalan raya propinsi, di samping dan di belakang rumah kami penuh dengan tanaman hijau yang subur. Suasana alam Talaga Kulon hampir sama dengan Maja Utara, udara sejuk, atmosfir bersih berkat berbagai tanaman yang mengelilingi kami. Pohon sayur dan lalapan sepanjang pematang kolam. Pohon buah-buahan yang sudah ternikmati oleh anak dan cucu, pohon kayu yang sudah dapat digunakan saat kami membangun rumah. Tepat dibelakang rumah,kolam ikan berbatasan dengan kolam milik kakaknya suami, terhalang kebun singkong adalah kolamnya keponakan yang berbatasan langsung dengan kali Ciburuy yang masa lalu dan masa kininya persis sama dengan kali Cirumput. Saya tetap tinggal di surga, karena kami tak pernah merasa kekurangan air bersih karena kami punya sumber air alam yang kata suami tidak perlu dikhawatirkan kelestariannya karena pohon-pohon disekitarnya mampu menahan sumber air itu.Untuk membuang sampahpun saya punya kali Ciburuy yang sangat dekat dengan dapur kami.

Suatu hari, tong sampah di dapur terlihat sudah beberapa hari dibiarkan penuh, sampah dari dapurku dan dapur anaku yang rumahnya berdampingan dengan rumah kami.Si Mamang yang biasa bantu-bantu kami belum sempat membuang sampah itu tampaknya. “A’a... buang tuh sampah !! bau pesing popok anakmu sudah berhari-hari !!!” terdengar suamiku berteriak.Terlihat anaku sedang memain-mainkan kail di belakang. “ Bapak, melanggar perda membuang sampah ke kali teh !” ,terdengar anaku berteriak dari pinggir kolam.” Apa kamu bilang? Dasar anak sok pintar !! perda apa ? sebelum kamu lahir sampai kamu beranak, ya ke Ciburuy itu kita buang sampah !!! mana sangsi yang diberikan penguasa kalau kita melanggar perda! Mana tempat sampah yang disediakan petinggi negeri kalau kita gak boleh buang sampah ke kali ??” melengking suara suamiku pertanda emosi tinggi.

Bodohkah suami saya sehingga tidak mengerti isi perda ? tak tahukah suami tentang memelihara alam dan lingkungan ? Tentu tidak, beliau adalah pensiunan guru. Dan tidak salah pula apa yang diteriakannya tentang sangsi pelanggaran perda dan ketidak tersediaan tempat penampungan sampah. Ya, sampah – sampah itu tetap menyesaki Cirumput,Cilongkrang, Cideres, Ciburuy.Tetapi kami tetap merasa hidup di surga sebab pada saat musim hujan seperti ini, kami tidak melihat sampah-sampah itu di kali kami.Sampah-sampah itu hanyut terbawa arus meninggalkan kali yang sesaat terlihat bersih.

Setidaknya sekarang kami harus segera berfikir, adilkah kami yang tinggal di surga terhadap saudara-saudara kami nun di hilir sana ?.Entah kemana perjalanan sampah-sampah kami, ke sungai Cimanuk ataukah ke sungai Cilutung ? Berakhir di Bendung Rentang ataukah di Waduk Jati Gede yang peresmiannya oleh presiden Joko Widodo ? Entahlah, tapi jelas kami memang tidak adil !!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post