Jalani Hidup dengan Ikhlas
Anyta seorang anak yang tinggal di desa koncaran dibesarkan oleh ibunya bersama kakek neneknya. Sejak Anyta berusia tujuh bulan ayah dan ibunya telah bercerai. Karena ayah anyta memilih kembali pada istri tuanya yang tidak punya keturunan. Ibu Anyta bekerja membantu orang tuanya menggarap sawah, Hujan terik tak pernah di rasa oleh ibu Mulyati. Ia bertekad membesarkan Anyta agar menjadi orang sukses dengan jerih payahnya. Bulan berganti tahun Anyta tumbuh menjadi anak periang yang selalu memanggil kakeknya dengan sebutan pak puh ( bapak sepuh dalam bahasa jawa) dan memanggil neneknya dengan sebutan simbok. Mulyati rajin bekerja di sawah demi membesarkan anaknya. Bila sawah orang tuanya sudah selesai dikerjakan tak jarang Mulyati buruh menyiangi rumput dan memanen padi di sawah tetangga. Pekerjaannya dilakukan dengan ikhlas demi masa depan anyta putri satu-satunya.Upah yang didapat disimpan untuk persiapan kebutuhan anaknya.
Saat Anyta masuk Taman kanak-kanak “Tunas kasih” satu-satunya Tk yang ada di kampung itu. Kecerdasan Anyta sudah terlihat sejak TK, terbukti beberapa juara lomba berhasil diraihnya. Lomba cerdas cermat untuk Tk, Lomba deklamasi, menyanyi bahkan pernah mengisi siaran menyanyi di RRI Klaten untuk jenjang Tk. Suatu hari ada salah seorang teman Anyta yang bernama Anggi mengusik hatinya dengan bertanya” Any kemana bapakmu kok tidak pernah mengantar sekolah” Anyta menjawab “ pak puh kan harus ke sawah jadi bibi yang mengantar ”. Yang ia tahu selama ini bapaknya adalah pak Sepuh. Sesampai dirumah Anyta bertanya kepada ibunya”mak tadi aku ditanya Anggi kemana bapakmu tidak pernah mengantar ke sekolah”. “kan bapak ke sawah ya, mak!’ ujar Anyta pada ibunya. Muka Mulyati terlihat sedih karena apa yang harus dikatakan pada Anyta tentang bapaknya yang telah meninggalkan mereka sejak Anyta berusia 7 bulan. Mungkin karena terusik luka hati Mulyati ia hanya menjawab pertanyaan Anyta dengan jawaban singkat” Bapakmu meninggal ketabrak kereta “ Anyta pun penasaran dengan jawaban ibunya. Ia baru tahu bahwa pak puh sebenarnya adalah kakeknya. Ia penasaran dengan jawaban ibunya maka Anyta mencoba mencari tahu kebenaran jawaban ibunya pada pak puh. “ Pak puh memang benar kalau bapakku meninggal ketabrak kereta?” kata Anyta pada pak puh. “Duduklah disini nduk, pak puh akan ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, sejak kamu dalam kandungan” tanpa terasa air mata Anyta meleleh mendengar cerita pak puh tentang riwayat dirinya sejak dikandung hingga saat itu.
Setelah tahu kebenarannya Anyta tidak berani lagi bertanya pada ibunya, ia tumbuh menjadi anak yang pendiam, rajin membantu ibunya ke sawah dan tidak pernah menuntut macam-macam kepada ibunya. Ia mulai tahu bahwa hidupnya ditopang oleh kakek dan neneknya, Anyta selalu menerima apapun makanan yang disiapkan ibunya tanpa banyak merengek. Beruntung kakek nnenek dan paman, bibinya sayang pada Anyta. Semasa Tk Anyta terkena demam berdarah hingga kondisinya menghawatirkan.Ia mengalami mimisan dan muntah darah karena sudah beberapa hari demam baru dibawa kedokter karena keterbatasan eknomi. Akhirnya Anyta dirawat di RS Tegal yoso hingga satu minggu. Mulyati mencoba mengirim telegram pada Sukir mantan suaminya untuk minta bantuan biaya untuk perawatan Anyta di rumah sakit. Datanglah Sukir ke rumah sakit untuk menjenguk putrinya. Saat diberitahu ibunya, Anyta bukannya riang namun wajahnya ketakutan melihat kedatangan Sukir. Ia ingat akan cerita yang dialami ibunya hingga ayahnya meninggalkan mereka. Melihat ayahnya datang justru menangis tidak mau menampakkan mukanya. Sukir mencoba mencium putrinya namun Anyta meronta sekuat tenaga, kebencian yang dirasakan karena ditinggal ayahnya demi perempuan lain. Mulyati membujuk Anyta untuk tenang namun anaknya tetap menangis. Akhirnya Sukir diminta untuk keluar meninggalkan ruangan agar Anyta bisa tenang. Bila Anyta sudah terlelap tidur barulah Sukir masuk untuk menjaga putinya. Terlintas dibenak Sukir ada sesal dihatinya, namun apa hendak dikata ia telah memilih meninggalkan mereka demi istri tuanya. Bahkan untuk memeluk putrinyapun ia tak bisa.
Seminggu sudah Anyta dirawat dan kondisinya sudah mulai membaik namun tetap Sukir tidak dapat bertemu karena putinya selalu menjerit saat melihat dirinya, Akhirnya ia putuskan untuk kembali ke kampung halamannya setelah menyelesaikan beaya rumah sakit putrinya. Hancur rasa hati Sukir melihat sikap putrinya yang ketakutan saat melihat dirinya. Sepanjang perjalanan pikirannya tak dapat melupakan wajah mungil putri yang diidamkan. Keputusan yang diambilnya telah memisahkan ikatan batin anak kpada bapaknya. Mungkin karena Anyta sudah tahu cerita yang sebenarnya. Dikuburnya rasa rindu itu hingga waktu yang tak dapat ditentukan.
Bersambung...
# Belajar menulis hari ke 7
# Bogor, 17 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar