KEBOHONGAN BERUJUNG DERITA
Di dusun Koncaran pasangan Mulyati dengan Sukir menikah karena hasil perjodohan orang tua. Berawal dari Sukir yang telah lama menikah dan tidak kunjung dikaruniai anak. Sukir pergi untuk membeli dagangan sandal bersama temannya di Pasar Legi. Singgahlah Sukir di rumah temannya di dusun Koncaran. Sukir yang berstatus duda ingin mencari istri agar mendapat keturunan. Sukir dikenalkan dengan Mulyati gadis desa lugu yang masih duduk di bangku SMP kelas dua. Singkat cerita menikahlah Sukir dengan Mulyati, pada saat itu pengurusan surat-surat masih mudah untuk dipalsukan. Sukir memalsukan surat numpang nikah pada statusnya yaitu tanda sudah kawin yang diberi inisial S direkayasa dengan huruf B. Mulyati tidak tahu persis latar belakang calon suaminya karena Sukir berasal dari satu desa jauh diluar Kabupaten tempat Mulyati tinggal. Walau Mulyati kecewa karena kebohongan Sukir pernikahan tetap dilaksanakan karena tidak mau orangtuanya menanggung malu.Mulyati merasa dibohongi namun apa hendak dikata penghulu sudah hadir dihadapan mereka terjadilah akad nikah.
Saat Mulyati sudah mengandung tiga bulan Mulyati penasaran karena belum pernah dibawa kerumah Sukir dengan alasan tidak ada uang. Ketika orang tua Mulyati baru habis panen dan padinyapun masih basah dijual untuk ongkos Mulyati pergi kerumah Sukir di Ciklopo. Sesampai di Ciklopo Mulyati tinggal dengan mertuanya dan terbongkarlah semua kebohongan Sukir selama ini. Ternyata setelah menikah Sukir secata diam-diam kembali kepada istri tuanya tanpa diketahui Mulyati. Hati Mulyati sedih karena telah dibohongi namun apa hendak dikata nasi telah menjadi bubur dia telah mengandung tiga bulan. Mulyati mencoba bertahan walau dengan sejuta kekecewaan dan kesedihan. Datanglah Sitar istri tua Sukir dan mengancam dengan perkataan “ siapa yang harus mati” Mulyati berpikr dari pada hidup dirumah mertuanya dan selalu mendapat ancaman dari madunya lebih baik dia pulang ke rumah orang tuanya. Mulyati mengambil uang dari dompet suaminya dan sengaja ingin pulang secara diam-diam. Dengan hati yang sedih pergilah ke setasiun untuk kembali kekampungnya. Namun apa yang terjadi karena banyak melamun kereta yang akan ditumpanginya lewat namun Mulyati tidak beranjak naik, dia telah ketinggalan kereta. Akhirnya dia memutuskan kembali kerumah mertuanya dan meminta suaminya untuk mengantarkan pulang. Tak lama kemudian sukir mengantar Mulyati pulang ke rumah orang tuanya dengan hati hancur menghadapi kenyataan hidupnya.
Sesampai di Koncaran Mulyati kembali dititipkan kepada orang tuanya, Sukir pamit akan mencari nafkah kepada mertuanya. Seiring berjalannya waktu usia kandungan Mulyati telah menginjak tujuh bulan namun Sukir tak kunjung datang atau mengirim nafkah untuk Mulyati. Ia menanggung beban perasaan karena masih merepotkan orang tua walupun sudah menikah. Saat akan melaksanakan selamatan tujuh bulanan Mulyati memberanikan diri untuk menjual sebuah cincin yang ditinggalkan Sukir untuknya, hanya itulah yang dia punya selama menikah untuk makanpun harus ditanggung orang tua. Walau kondisi Mulyati tidak dinafkahi suaminya, dukungan semangat dari orang tua Mulyati sedikit menghibur hatinya.
Pada saat selamatan tujuh bulan datanglah Sukir sebelum maghrib tanpa memberi uang sepeserpun kepada Mulyati. Acara adat di kampung itu biasanya perempuan yang mengandung tujuh bulan akan dimandikan di sungai bersama suaminya dengan di pandu oleh dukun beranak untuk prosesi upacara selamatan dengan berbagai ritual adat.Setelah acara selesai Sukir menanyakan cincin yang ditinggalkan pada istrinya, dan diberitahu bahwa cincin sudah dijual untuk biaya selamatan. Apa yang terjadi bukan permohonan maaf Sukir selama 4 bulan tidak menafkahi istri yang sedang mengandung justru marah karena tanpa persetujuannya Mulyati berani menjual cincin. Berbagai argumen dikemukakan istrinya namun suaminya tetap mempermasalahkan, pertemuan pasangan suami istri itu berujung keributan.Keesokan harinya suaminya pamit untuk kembali ke kampungnya tanpa memberi uang untuk persiapan melahirkan.Hati Mulyati hancur rumah tangga yang dijalinnya berbuah kepahitan yang dialami. Ia harus menanggung derita hidup menumpang pada orangtua dengan tanggungan 3 orang adiknya yang masih membutuhkan beaya untuk sekolah. Namun orangtuanya sangat baik hati apapun keadaan Mulyati tetap dihibur dan diberi semangat agar kandungannya tetap sehat.
Usia kandungan Mulyati menginjak sembilan bulan namun dia tetap rajin membantu orag tuanya menanam padi di sawah. Saat panen tiba tak segan Mulyati membantu memotong padi dengan menggunakan ketam/ ani-ani (bahasa jawa) di sawah walau dengan kondisi mengandung. Mulyati saat itu mulai merasakan mules tanda-tanda akan melahirkan dan pulanglah ke rumah. Sesampai dirumah dibantu oleh dukun beranak Mulyati berhasil melahirkan seorang bayi perempuan dengan selamat. Namun ada rasa sedih yang berlebihan pada diri Mulyati saat habis dimandikan bersandarlah dia pada tiang rumah dan tiba-tiba hilang kesadarannya. Mulyati pingsan dan berada di alam bawah sadarnya seolah dia berjalan di sebuah pekarangan yang bersih, luas rumah mewah bercat serba putih berpintu ukiran dan banyak tanaman mangga. Mulyati berjalan mendekati pintu yang masih terkunci dengan gembok, Seiring Mulyati dalam alam bawah sadarnya tak terasa jari ibunya tergigit mulutnya terkunci rapat dan matanya terpejam. Keluarga Mulyati berusaha menyadarkan namun tetap mulutnya tidak dapat terbuka. Hanya dengan kasih sayang dan bisikan ibunya berkata didekat telinganya” Kamu tidak sendiri kamu masih punya orang tua dan kami akan bantu membesarkan anakmu, kasian anakmu butuh kasih sayangmu” Akhirnya sadarlah dia dari alam bawah sadarnya karena mendengar bisikan ibunya, jari tangan ibunya sampai berdarah karena tergigit. Pecahlah tangis Mulyati mengungkapkan kesedihan dan kekhawatirannya, dia malu melahirkan tanpa didampingi suami seolah dia mengandung tanpa suami. Dengan penuh kasih sayang semua keluarga menghiburnya. Mulyati berkirim surat pada suaminya bahwa dia telah melahirkan seorang bayi perempuan yang dia beri Nama ” Anyta” Mulyati berharap Sukir akan datang secepatnya untuk melihat dia dan anak yang baru dilahirkannya Harapannya Sukir akan mengganti beaya persalinan yang telah dikeluarkan oleh keluarganya sebagai bentuk tanggng jawab seorang suami. Namun harapan itu tak kunjung terwujud.Kembali Mulyati dirundung kesedihan karena beban moral kepada kedua orang tuanya bukan hanya dirinya sekarang bertambah anaknya yang harus diberi makan semua ditanggung oleh orang tuanya.Penderitaan Mulyati seolah tak ada ujungnya hidup berumah tangga dengan dimadu dan tanpa diberi nafkah selama ini.
Suatu hari datanglah Sukir menengok istrinya setelah bayi yang dilahirkan Mulyati berumur kurang lebih empat puluh hari dengan membawa sebuah jaket bayi dan topi. Kembali Mulyati dirundung kesedihan atas perlakuan suami kepada dirinya, Dia berharap kedatangan suami memberi sejumlah uang pengganti beaya persalinan dan pakaian untuk putrinya.Mulyati hidup menderita selama pernikahannya hidup menumpang dan makan ditanggung orang tua tanpa dinafkahi oleh suami. Setiap pertemuan dengan suaminya selalu berujung pertengkaran dan berbagai alasan Sukir menyalahkan istrinya menjual cincin selalu diungkit-ungkit. Kembali Mulyati ditinggal suaminya pergi tanpa meninggalkan uang untuk beaya hidup bersama anaknya. Orang tua Mulyati tak mau ikut campur urusan rumah tangga anaknya, mereka tetap menyayangi Mulyati dan anaknya. Bahkan selalu menghibur agar Mulyati tak bersedih, karena masih ada orang tua tempatnya bersandar. Bagaimana nasibnya jika Mulyati harus tinggal di rumah mertuanya dengan kondisi rumah tangga dimadu dan tanpa dinafkahi. Mulyati menjalani hidup bersama orang tua untuk membesarkan anaknya walau hatinya selalu dirundung kesedihan memikirkan nasib dirinya. Bulan berganti bulan kehidupan Mulyati belum menemukan titik terang kembali suaminya pergi tanpa kabar hingga berbulan-bulan tanpa mengirim uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berkat dukungan dan kesabaran orang tuanya Mulyati masih mempunyai semangat untuk membesarkan putrinya seorang diri walau tanpa campur tangan suaminya.
Setelah tujuh bulan dari kelahiran putinya kembali Sukir datang ke Koncaran untuk menengok istri dan putrinya namun lagi-lagi perlakuan suami kepada istrinya datang tanpa beban.Sepotong baju untuk putrinyapun Sukir tak ingat sedang putrinya sudah berusia tujuh bulan perlu membeli baju dan butuh makanan bergizi untuk pertumbuhannya. Namun sikap Sukir tidak berubah sebagai suami tidak bertanggung jawab atas kelayakan hidup anak dan istrinya. Orang tua Mulyati tak sanggup melihat penderitaan anak dan cucunya, berstatus sebagai suami namun tidak memenuhi kewajibanya baik materi ataupun nafkah batin. Habis sudah kesabaran orang tua Mulyati atas penderitaan anaknya. Sampai akhirnya didudukkanlah Sukir dan Mul yati dihadapan orang tuanya dan ditanya” Apakah kamu masih mencintai anak saya” kata ayah Mulyati, jawaban Sukir pada mertuanya bahwa dia masih mencintai istrinya. Kembali ayah Mulyati berkata mengapa kamu tega meninggalkan istrimu sampai berbulan- bulan tanpa menafkahinya dan sekarang sudah menpunyai anak, dulu beralasan ingin punya keturunan setelah lahir mereka berdua disia-sia. Kalau memang sayang pada anak dan istrimu tinggallah disini dan apa usaha yang akan kamu jalani nanti diberi modal”. Begitu mulia hati orang tua Mulyati kepada menantunya, mereka tidak ingin lagi melihat anak dan cucunya menderita hingga rela akan memberi modal jika mau tinggal bersamanya. Namun kembali Sukir keberatan untuk tinggal di Koncaran. Hilanglah kesabaran orang tua Mulyati mendengar pernyataan menantunya akhirnya dengan berat hati Sukir harus memilih berat istri yang mempunyai anak atau berat pada istri yang tidak punya anak. Sukir memilih istri tuanya maka dengan geram orang tua Mulyati berkata” jika kamu berat dengan istri tuamu, cepat hari ini juga ceraikan anak saya. Dari pada jadi istri kamu dia menderita lahir batin, mumpung baru beranak satu, tidak mungkin akan kami biarkan dia kelaparan” demikian perkataan orang tua Mulyati yang tidak tega melihat penderitaan anaknya selama menikah dengan Sukir. Mulyati menangis menagalami penderitaan hidup selama berumah tangga, hari itu juga dia resmi di talak dan mendapat surat resmi dari kantor urusan agama. Sejak saat itu Mulyati berstatus janda beranak satu, berat beban hidup yang dijalaninya, kecewa, sakit hati atas perlakuan suaminya selama ini. Dia bingung harus bagaimana namun berkat kasih sayang dan dukungan orangtuanya dijalaninya hidup menjanda, tinggal bersama orang tua untuk membesarkan anaknya. Penderitaan Mulyati memang berat namun dengan statusnya sekarang setidaknya tidak harus mengharap kehadiran suami yang berujung keributan. Hari-hari dijalani Mulyati bersama putrinya dengan berkerja membantu orangtuanya menggarap sawah menanam padi. Penderitaan sebagai seorang istri telah berakhir dia bertekad tidak akan menikah lagi karena trauma kegagalan rumah tangga yang dialaminya. Walau sudah dengan tabah namun akhirnya rumah tangganya tak dapat diselamatkan. Untuk apa hidup berstatus istri jika hidupnya menjadi beban kedua orang tuanya. Mulyati ikhlas menjalani hidup dengan putrinya dia bertekad untuk memperjuangkan hidup demi masa depan Anyta. Buruh tani ia jalani tanpa rasa malu, putrinya diasuh adik-adiknya jika dia harus bekerja. Mulyati hidupmu bagai batu karang tegar ditempa ombak penderitaan, tekadmu sungguh mulia membesarkan putrimu dengan keringatmu. Akhirnya Mulyati menjalani kehidupan penuh semangat untuk mewujudkan cita-citanya membesarkan dan menyekolahkan Anyta walau tanpa campur tangan mantan suaminya.
# Belajar menulis hari ke-5
# Sukadamai, 15 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Biss dibuat berseri tulisannya...dikumpul trus dijadiin satu buku,Jeng..Keren...
Mksh supportnya mb...