Hari ini spesial. Dik Rayyan berulang tahun. Tepat di umur dua tahunnya ini, aku senang sekaligus sedih. Senang karena dia menjadi anak yang hebat. Aku sedih karena di umur emasnya ini aku tak selalu ada untuknya.

Seperti hari ini, hari spesialnya ini. Aku harus berangkat ke Surabaya meninggalkannya untuk menuntut ilmu. Sore tadi aku mendapat video call dari adikku. Dia memperlihatkan Dik Rayyan yang sedang digendong oleh Mbak Ratna, sahabatku saat masih mengajar di SMPN MT.

Ternyata Dik Rayyan mengira Mbak Ratna itu aku bundanya. Memang mbak Ratna memiliki banyak kemiripan denganku. Murid-murid kami saja sering salah panggil.

Dik Rayyan ngamplok manja sambil memainkan jilbabnya. Persis seperti yang dilakukannya saat ada di pelukku. Dia benar-benar mengira itu aku. Diajak pulang dia berontak. Nangis. Sampai akhirnya Mbak Ratna pura-pura naik motor membonceng.

Sontak saja kejadian itu menyisakan kepedihan di hatiku. Betapa dia sangat merinduiku. Dia ingin bersamaku. Jahatnya aku meninggalkannya. Hatiku teriris sedih. Begitu juga adikku dan Mbak Ratna yang mengalami hal tadi.

Aku hanya bisa berdoa semoga kuliahku ini segera usai. Aku ingin segera kembali ke kampung halaman. Bersama-sama lagi dengan anak-anak. Semangat itulah yang kubawa untuk menguatkanku selama di Surabaya. Aku harus segera kembali. Semakin lama aku menunda, semakin kasihan mereka.

Namanya juga orang, ada saja yang nyeletuk ini itu. Ketahuilah, Duhai teman. Aku di sini tidak sedang berfoya-foya atau sibuk jalan-jalan. Hatiku selalu teriris mengingat anak-anakku. Cukup aku yang tahu. Terima kasih atas doa dan pengertianmu.

Selamat ulang tahun, Dik Rayyan. Love you fullest.

Surabaya, 24 Februari 2020