APRIYANTI, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

BERSELIMUT FITNAH

Saat ini aku terjebak oleh permainan temanku sendiri. Ia yang telah dekat sejak masih mengenakan seragam putih biru tapi masih menyimpan tidak suka pada aku yang telah menganggapnya seperti saudara. Entahlah hati manusia tidak dapat ditebak terlalu sulit bahkan tidak bisa. Dari dulu rasa curiga ada tapi selalu kusingkirkan dalam benakku. Tidak mungkin bahkan ada yang mengadu padaku selalu tidak berhasil karena rasa husnuzan yang ada. Rambut sama hitam ucapan sangat halus dan sopan justru diri ini yang urakan tidak terbiasa berbicara pelan rasanya seperti orang sesak nafas. Berkali-kali kutepis fakta yang terbentang jelas tapi kali ini apakah masih mata ini buta, telinga ini tuli bahkan hati Ini ikut mengeras.

Santi sahabat yang telah menikamku tepat dijantung pertahanan yang menebar kekurangan yang ada karena ia tahu semuanya. Jujur, semua rasa kuceritakan padanya tiada yang ditutupi tapi mengapa ia tega berbuat itu pada saudaranya sendiri. Aku tidak mau bercerita pada ibu tentang masalah ini, akan kuselesaikan sendiri dengan bertanya padanya. Apa maunya dan mengapa? Anehnya aku sulit bertemu dengannya, telpon diblokir, semua akun medsos ku diblokir. Sebenci itukah. Apa yang dibencinya? Sudah satu Minggu ia tidak masuk dengan alasan sakit tapi kutahu ia tidak sakit tapi sedang senang-senang dari statusnya yang disampaikan rekanku. Aku tidak putus asa untuk menyelesaikan permasalan ini, tidak boleh berlarut jangan sampai iblis tertawa senang karena dendam. Aku akan memaafkannya dan berjanji akan terus menjalin persahabatan dengannya.

Dengan santai tanpa perasaan Santi menyebutkan bahwa senang saja melihat orang lain susah bahkan terpuruk maka rasanya bahagia sekali ujarnya dengan santai. Hebatkan dirinya tertawa jumawa masih saja mau bersahabat dengan dirinya yang nggak suka hanya untuk memanfaatkan saja karena terlalu polos atau dungu. Ya, Tuhan sombong sekali ucapannya mana Santi yang dulu. Ia tetap tidak mau meminta maaf padaku dan dengan cuek jangan memintanya membalas semua kebaikan yang sudah dilakukan karena dirinya nggak pernah minta. Ia pergi penuh keangkuhan sambil tertawa bahak. Aku terdiam dan berucap telah memberinya maaf dan memohon doa. Kulangkahkan kaki menuju kantor membawa beban yang berat karena masih berharap Santi sadar.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post