Ari Pudjiastuti

Bekerja sebagai WI membuat saya tidak kaget dengan perubahan. Bahkan itu menjadi hal yang menantang dan menyenangkan karena selalu belajar hal baru. Dan itu mem...

Selengkapnya
Navigasi Web
DIKEPUNG COVID
www.cimbniaga.co.id

DIKEPUNG COVID

Desember 2020 saya terpapar virus covid 19 dan harus isolasi mandiri di rumah. Saat itu masih jarang orang terpapar. Di lingkungan tempat tinggal maupun kantor yang terpapar hanya 2-3 orang. Di masa itu kebanyakan yang terpapar menyembunyikan kondisinya dari lingkungan karena takut dikucilkan. Namun saya lebih memilih untuk mengumumkan di group perumahan dan melaporkan ke satgas covid bahwa saya terpapar agar terpantau kondisi saya. Alhamdulilah lingkungan sama sekali tidak mengucilkan saya. Bahkan setiap hari ada saja yang memberikan bantuan baik moril maupun materiil yang membuat saya terharu dan semangat untuk sembuh.

Waktupun berlalu dan perekonomian mulai menggeliat kembali. Pemberian vaksin mulai berjalan. Orang mulai merasa punya “pelindung” yang membuatnya “merasa kebal” dari virus. Jalanan mulai ramai. Akhir pekan jalanan mulai macet. Mall dan tempat wisata ramai dikunjungi orang yang sudah bosan di rumah saja. Wajah-wajah terlihat berseri-seri menunjukkan kegembiraan layaknya burung lepas dari sangkar. Hotel mulai penuh dengan kegiatan seminar dan workshop. Kegiatan di kampung juga tak kalah semarak. Mereka mendirikan tenda untuk berbagai acara hajatan. Bahkan mulai berani mengabaikan protokol kesehatan dan memandang aneh orang bermasker. Saat itu korban yang terpapar covid masih ada, namun dianggap sudah takdirnya. Jika imun bagus ya bertahan, namun yang tidak mampu bertahan akan berpulang ke Sang Pencipta. Semua dianggap biasa saja dan tidak menjadi momok yang mengerikan. Entah sudah kebalkah kita, atau tuntutan perut terasa lebih menakutkan.

Kondisi tersebut ternyata hanya bertahan beberapa bulan. Tiba-tiba seperti mendapat serangan kedua, sehabis hari raya yang terpapar covid mulai meningkat secara cepat. Jumlahnya bertambah berkali-kali lipat. Tidak pandang bulu. Teman yang belum vaksin, sudah vaksin, maupun survival covid, terpapar virus covid. Disinyalir ada virus varian baru yang sangat mudah menular layaknya virus flu biasa. Ada yang tanpa gejala, namun banyak juga yang merasakan gejala badan terasa sakit semua, lemas, demam, pusing, batuk dan sebagian mengalami sesak nafas. Semua itu mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat, keluarga, teman kerja, dan tetangga. Rasanya seperti dikepung virus dimanapun berada.

Oximeter (alat deteksi kadar oksigen dalam darah) mulai banyak diburu. Dulu saat saya terpapar harga masih Rp. 65.000,- Namun saat permintaan naik harga ikut merambat naik. Sekarang sudah mencapai harga Rp. 250.000,- Demikian pula dengan tabung oksigen. Saat kakak saya terpapar dan sesak nafas, harga tabung oksigen masih 1,5 juta. Saat permintaan mulai naik, harga menjadi 2 kali lipat. Dan saat rumah sakit mulai menolak pasien karena sudah penuh, maka mendadak banyak yang memiliki profesi “perawat” di rumah. Memasang oksigen, memberi obat, vitamin, berbagai herbal dan terapi uap di rumah. Maka dalam waktu singkat tabung oksigen menjadi barang langka dan harganya fantastik. Antrian isi ulang gas juga mulai mengular. Pedih rasanya saat mendengar orang meninggal dunia karena terlambat mendapatkan bantuan oksigen. Hampir tiap hari di WA group keluarga, kantor, tetangga, alumni mendapatkan berita duka. Innalilahi wainna ilaihi rojiun…

Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai diterapkan. Kita kembali harus berdiam diri di rumah. Bekerja dari rumah, memasak, berkebun, berjemur, makan, rebahan, dan tidur lagi. Hari-hari mulai terasa cepat berlalu. Rasanya baru bangun tidur, dan tiba-tiba harus tidur lagi. Sudah sering lupa hari apa ini. Apakah saya sudah melakukan presensi pagi, sore, ataukah ini hari libur? Protokol kesehatan yang dulunya 3 M menjadi 6M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, membatasi mobilitas mobilitas, menghindari makan bersama, menghindari keramaian/kerumunan) harus kembali ditaati.

Lalu apa yang bisa kita lakukan. Ya… jangan menyerah donk. Alloh masih memberikan kita kesempatan hidup di tengah perang dengan makhluk tak kasat mata ini. Bukankah itu anugerah yang luar biasa? Justru pandemi ini membuat kita sadar bahwa kita ini bukan apa-apa. Kita tidak lagi berhak sombong. Makhluk kecil saja mampu meluluhlantakkan semuanya, kita dibuat tak berdaya. Maka kita hanya bisa bersimpuh dan bersujud memohon ampunan dan belas kasih Yang Maha Kuasa. Berharap pandemi ini cepat berlalu.

Ikuti protokol kesehatan dan menjalani vaksin. Apabila kita menaati aturan maka semua ini akan teratasi. Mari kembali membangun semangat dan harapan. Akan datang masanya kita akan kembali beraktivitas di luar. Anak-anak akan kembali belajar di sekolah. Bermain bersama teman-temannya tanpa rasa khawatir. Bukan lagi memandang layar HP yang membuatnya memakai kacamata lebih dini. Kita bisa mengunjungi dan bersilaturahmi dengan keluarga di luar kota. Reuni dan bercanda dengan teman sambil menikmati gorengan dan secangkir kopi.

Semoga ini bukan sekedar impian lagi. Aamiin…

Batu, 17 Juli 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga tetap sehat selalu bunda Ari...

23 Jul
Balas

Aamiin... doa yg sama untuk mbak Lia

24 Jul



search

New Post