Ari Pudjiastuti

Bekerja sebagai WI membuat saya tidak kaget dengan perubahan. Bahkan itu menjadi hal yang menantang dan menyenangkan karena selalu belajar hal baru. Dan itu mem...

Selengkapnya
Navigasi Web

Terpapar Virus Covid 19

Saat terdeteksi positif covid 19, pertanyaan yang paling banyak muncul adalah, “Dimana terpapar covid?” Hmmm… gimana ya menjawabnya? Apakah ada yang bisa menjawab dengan tepat andai Anda berada di posisi saya? Ini pertanyaan yang sulit dijawab karena virus covid tak terlihat. Andai tampak, ya sudah bisa dipastikan, saya akan menghindarinya. Bukankah begitu? Atau ada yang dengan sengaja pengen kena covid? Rasanya itu tidak mungkin terjadi. Siapapun tidak ingin sakit. Apalagi covid 19 yang menyeramkan ini.

Dahulu saat saya masih sehat, rasanya mendengar berita dan melihat ada orang terpapar masih terasa biasa saja. Seolah-olah itu sesuatu yang berada di negeri dongeng yang jauh dari jangkauan dan kita aman-aman saja disini. Setiap dua hari sekali saya juga masih masuk kerja. Saat ada kegiatan keluar kota juga masih dijalani. Memang sih ada sedikit rasa khawatir akan tertular… namun setahun pandemi ini berlalu rasanya aman-aman saja.

Disadari atau tidak saya mulai lengah. Meski tetap memakai masker jika keluar rumah dan selalu membawa hand sanitizer, namun di akhir tahun 2020 akhirnya saya terpapar juga. Tiba-tiba saja saya seperti tersadar dari mimpi. Ternyata virus yang viral itu benar-benar ADA! Tidak di belahan dunia lain, namun dekat di sekitar kita. Entah siapa pembawanya, apakah keluarga kita, tamu, teman, tukang sayur, penjual jus buah, tukang parkir, atau siapapun yang mungkin menjadi OTG (orang tanpa gejala).

Saat divonis positif, saya langsung merasa masuk ke dunia lain. Dunia yang tidak saya kenali sebelumnya. Rasanya seperti berjalan di kegelapan. Petunjuk jalan juga remang-remang. Saya meraba-raba jalan menuju kesembuhan. Berbagai informasi secara deras masuk di sosmed saya. Semuanya memberikan saran. Minum obat ini, obat itu, pakai ini, pakai itu, dan seterusnya. Bukannya meringankan… itu justru membingungkan. Kepala semakin pusing. Saya mengaminin semua wapri yang berisi doa. Terima kasih semoga Alloh membalas dengan kebaikan. Namun tidak semua saran serta merta bisa diterima, kecuali berasal dari dokter/tenaga kesehatan yang memang berkompeten di bidangnya, atau dari orang yang sudah menjadi penyintas covid 19. Sarannya perlu didengarkan karena pernah mengalaminya. Minimal sarannya ada yang bisa kita pakai. Meski setiap orang memiliki gejala yang berbeda. Tergantung pada kondisi tubuh sebelumnya. Apabila ada penyakit bawaan (komorbid), maka biasanya akan kambuh duluan penyakit tersebut.

Alhamdulilah.. saya tidak memiliki penyakit bawaan, sehingga gejala yang saya alami tergolong ringan. Nah… karena itu saya disarankan untuk isolasi mandiri di rumah saja. Terus terang agak gamang saja saat menjalani isoman karena saya sebelumnya tidak punya pengetahuan sama sekali bagaimana mengobati sakit karena covid ini. Hanya mendengar dari berita saja kalau penyakit ini belum ada obatnya dan harus dilawan dengan antibodi tubuh yang lebih kuat daripada virusnya. Jadi bisa dibayangkan kalau saya serasa sedang main dokter-dokteran. Agar tetap terpantau, semua vitamin atau herbal yang saya minum sudah dikonsultasikan via WA ke beberapa nakes atau dokter yang saya kenal, baik tetangga maupun teman.

Berbagai vitamin dan herbal mulai berdatangan ke rumah. Ada yang pesan online, dikirimi keluarga, teman, maupun tetangga. Bangun tidur langsung minum madu dan air putih. Pagi setelah sarapan minum vitamin B, C, D, E, Vitality dan Muncord. Lalu ada dua gelas cangkir berjejer. Cangkir pertama berisi air madu plus 2 sendok probiotik dan 5 tetes propolis (1 tetes untuk 10 kg berat badan). Cangkir kedua berisi air Quds Hindi yang luar biasa pahit. Beberapa vitamin/herbal saya minum 2 kali sehari pagi sore. Saya menghindari minum vitamin di malam hari, karena bisa dipastikan saya akan susah tidur. Di minggu terakhir masa isoman, atas saran teman penyintas covid, saya menambahkan kapsul Sambiloto dan minum air kelapa yang diberi perasan jeruk nipis/lemon dan sedikit garam. Kadang saya tambahkan madu. Untuk madu saya sangat boros sekali. Selama sakit saya sering minum madu. Ada madu yang lengkap dengan 26 herbal dan ada juga madu murni yang saya pakai untuk campuran minuman. Selain vitamin, saya berusaha tidur sebelum jam 10 malam agar bisa memenuhi waktu istirahat yang berkualitas (sekitar 7 jam). Meski saya akui selama sakit, sulit sekali tidur nyenyak. Selalu ada pikiran, besok bisa membaik nggak ya? Ataukah tambah parah. Astaqfirulloh…

Lalu apa yang menyembuhkan saya? Yang pasti, Alloh yang menyayangi yang menyembuhkanku. Yang lainnya hanyalah perantara. Jadi obat utama adalah memperbanyak ibadah dan doa. Selanjutnya pasrah terhadap ketentuan-Nya. Sabar dan ridho agar ujian ini bisa menjadi penggugur dosa-dosa di masa lalu. Menjadi penyintas covid maknanya adalah saya masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Insyaalloh …

Batu/26022021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post