Menulis adalah satu bentuk perbuatan atau amal. Jika tulisannya bermuatan ilmu atau informasi yang bermanfaat maka akan dinilai sebagai amal kebajikan atau amal shalih yang pahalanya tiada terputus walaupun sang penulis sudah dipanggil oleh Sang Ialhi Rabbi.

Mengapa demikian ? Karena tulisannya mengandung ilmu yang mencerahkan, yang menunjukkan orang kepada kebenaran . Jika kebenaran tersebut kemudian dipahami dan dipraktikkan oleh pembaca maka sang penulis akan memperoleh kiriman pahala terus menerus. Tulisannya menjadi satu bentuk amal jariyah bagi sang penulis.

Sebaliknya, jika tulisannya mengandung kesesatan, keburukan, kemaksiatan, atau berisi informasi yang mengandung hoax maka sang penulis akan menuai dosa. Jika pembaca meyakini tulisan sesat itu sebagai kebenaran dan kemudian melakukan perbuatan berdasarkan tulisan sesat tersebut maka penulis akan memperoleh kiriman dosa yang bertubi-tubi, walaupun si penulis sudah berada di alam kubur. Tulisannya menjelma menjadi satu bentuk siksa baginya.

Semua agama mengajarkan bahwa semua perbuatan pasti akan dimintai pertanggung jawaban. Satu artikel panjang yang kita rangkai dari sekian banyak paragraf, akan kita pertanggung jawabkan. Bahkan satu kata yang pernah kita tulis di media sosial akan dimintai pertanggung jawabannya. Kitab suci mengajarkan “ Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.”

Menulis, dengan demikian, bisa menjadi ladang pahala sekaligus bisa menjadi tabungan dosa. Menulis bisa menjadi salah satu sebab masuknya sang penulis ke dalam kebahagian surga dan bisa pula menjadi jalan menuju kengerian neraka.

Supaya menulis menjadi ladang amal yang berpahala maka ada beberapa tips yang perlu diperhatikan. Pertama, esensi materi tulisan adalah sebuah kebenaran dan kebaikan. Tulisan tidak memuat kebohongan apalagi mengandung kesesatan. Tulisan yang berpahala adalah tulisan yang mencerahkan dan menginspirasi orang lain atau pembaca untuk tergerak meniru atau melakukan hal kebajikan.

Kedua, tulisan harus berdampak positif bagi pembaca. Penulis perlu menyadari bahwa sebuah tulisan bisa menjadi inspirasi , bahkan bisa menjadi jalan hidayah bagi pembaca. Seorang pembaca bisa tergerak hatinya untuk memperkuat iman setelah membaca sebuah tulisan. Pembaca juga bisa terinspirasi untuk menjadi lebih baik, lebih dermawan, lebih rajin setelah membaca novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara atau buku Setengah Isi Setengah Kosong karya Parlindungan Marpaung. Maka , penulis perlu menghitung dampak tulisan yang dihasilkannya.

Ketiga, etika dalam menulis tidak boleh dilupakan. Keaslian tulisan menjadi penting untuk dipertimbangkan. Dosa penulis tidak hanya bisa muncul dari esensi materi tulisan tetapi juga bisa berasal dari cara menulis dan pengambilan sumber tulisan. Mengambil tulisan orang lain dan diakui sebagai tulisannya sendiri adalah satu bentuk keesesatan dalam menulis. Dalam bahasa agama, hal tersebut tergolong ke dalam dosa mencuri.

Inilah beberapa hal yang perlu menjadi perhatian para calon penulis di GURUSIANA. GURUSIANA bisa menjadi satu wadah ladang amal yang akan mengantarkan para penggagas dan penulis GURUSIANA jika tulisannya memenuhi kriteria tulisan sebagai amal shalih. Semoga.