Jainul arifin

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pusaka Darah part 2 (tantangan menulis hari ke-30)

Pusaka Darah part 2 (tantangan menulis hari ke-30)

Pusaka Darah

(Bagian 2 )

Aku bosan, saat ada di desa. Tidak ada yang dapat kulakukan. Dengan waktu seminggu ini, sungguh siksaan yang tidak dapat kubayangkan, terutama mamaku, senyum jahatnya membuatku merinding.

Kata beliau anak muda itu harus mengalami petualangan tak terlupakan. Paling tidak harus bisa hidup mandiri di desa. tanpa listrik, tanpa internet.

Aaahhh… kenapa dengan keluargaku ini, aku rindu nonton youtube, main tiktok, dan kegiatan kegabutan lainnya. Aku ingin kehidupan damai seperti biasanya, mamaaaa…. kembalikan masa muda yang damai kepadaku.

Aku terbengong, manakala melihat seorang anak kecil, dengan sepasang mata yang bersinar memasuki ruangan saat ku sendiri saat ini. Seorang gadis muda, apa yang dilakukannya, eeeh…..kok malah ngumpet.

”Ssssttttttt….” Ancamnya sambil meletakkan jari telunjuk mungilnya diantara mulut kemudian mengepalkan tangan. Haaaa… apaan tuh, coba kalian bayangkan, gabut, marah, jengkel, kaget, geram, tiba-tiba ada yang ngancem kamu untuk tutup mulut, bener-bener nih anak minta dijadikan bakso ya.

” Eeeeeee…. Ngapain kamu ada di sini, anak kecil. Main nyelonong ke ruangan pribadiku ini, lagian kamu ini siapa siiiih !” dengan suara marah, kujewer telinganya, tak kuhiraukan pemberontakan dan kesakitannya.

” Aduuuuh…Kakak ini cuma manusia gak jelas, bukannya nolongin nyembunyiin aku, malah main jewar-jewer telingaku, kuadukan ke kakek, Weeeek !” katanya dengan ketus, sembari meninggalkanku dalam keadaan bengong bagai kerbau dicocok hidungnya. Apaan coba.

Hari ini, aku berencana berjalan-jalan untuk menenangkan hati, siapa tahu akan bertemu orang yang menarik, atau melihat sesuatu yang berkesan. Yang namanya pedesaan, apanya yang menarik ya?

Kembali pikiranku menerawang tak jelas, membayangkan bagaimana besok, jika baterai powerbank habis, tidak bisa nonton video, atau film yang aku simpan. Aaah…pastinya membosankan sekali. Akupun tertidur.

Tak tahu berapa lama aku tertidur, ku lihat jam tangan yang tergeletak di atas meja, sudah sore saja, matahari sore memancarkan cahaya keemasan. Berbeda dengan cahaya di kota, sangat menawan. Mungkin benar kata mama, ada beberapa hal yang menarik di desa ini.

Setelah mandi, dan makan aku beranjak keluar kamar persembunyianku selama ini maklum aku sudah tiga hari tidak kemana-mana hanya mengurung diri di kamar, yah pada akhirnya mama menyerah dan membiarkanku melakukan apa yang kuinginkan.

Aryan, begitu teman sekelasku memanggil. Anak mama, dengan bakat menulis dan olahraga. Suka dengan film dan membaca, dengan dua kakak yang menyayangiku, Rina dan Rini, karena tugas kuliahnya mereka tidak ikut berwisata ke desa, eh bukan berwisata tetapi menjadi tawanan yang terisolasi dari dunia luar.

Bagaimana papa membanggakan dirinya saat kecil dahulu, bermain di sungai dengan teman-temannya. Karena sebuah insiden papa menyelamatkan gadis kecil yang ternyata beberapa tahun kemudian menjadi istrinya.

Sungguh kisah romantis tetapi menurutku tidak romantis-romantis amat, tetapi mereka akan dengan senang hati menceritakan kisah mereka di desa, dengan raut muka penuh semangat. Saat itulah aku harus pergi, tak kuat melihat kemesraan mereka.

Aku jomblo akut, tak ada cewek yang mendekatiku. Karena prinsipku sih, selamanya tak akan berpacaran, karena selain boros juga merepotkan.

Wanita itu harus dihargai seperti beli rumah, cari yang bagus kemudian tempati, artinya menikah dulu baru pacaran, kerenkan. Karena prinsipku, banyak anak-anak cowok di sekolah berkumpul, pada akhirnya terbentuklah grup KUJOB “Kumpulan Jomblo Berprinsip”, aku sebagai ketuanya, ampun dah.

Kakekku adalah mantan salah seorang tokoh yang dihormati. Di desa, apabila seseorang mempunyai beberapa benda pusaka apalagi yang mempunyai beberapa keistimewaan akan dihormati karena kekuatannya.

Siapa yang kuat maka ia akan dapat memerintah siapapun, walau berbuat kesalahan ia bisa pergi tanpa meminta maaf. Namun, aura itu tidak terlihat dimata kakekku.

Beliau adalah orang yang sangat mengedepankan tata karma, jika berbuat salah kita harus meminta maaf. Bila ada yang membutuhkan pertolongan kita harus menolong siapapun orang tersebut, tidak peduli kawan atau lawan, orang yang kita kenal atau tidak.

Sungguh beliau orang yang tidak ingin menonjol diantara beberapa tokoh yang ada di desa. bahkan menurut cerita papa dalam pemilihan lurah, beliau bersedia mundur dan tidak ingin dicalonkan, padahal kekayaan kakek melebihi calon lurah yang ada.

….

( Bersambung )

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post