Ari Prihatiningsih

Guru Bahasa Inggris di MTs N 1 Magelang. Hobi berkebun dan bermimpi jadi penulis . ...

Selengkapnya
Navigasi Web

RAIH BERKAH DALAM KETERBATASAN

"Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu" adalah ungkapan atau apalah namanya yang sejak kecil saya dengar. Banyak guru SD, SMP, SMA serta guru ngaji saya yang sering menjelaskan artinya. Kiasan yang dalam artinya tapi baru sangat kurasakan kedalaman maknanya di usiaku yang ke 52.sejak ibu mertua tinggal bersama kami.

Bukan kali pertama ibu mertua tinggal bersama kami. Sekitar 7 tahun yang lalupun beliau pernah tinggal bersama kami . Waktu itu, suami masih dinas di tempat yang jarak tempuhjya 1 jam.perjalanan dengan seoeda motor dari rumah.. Sayapun tiap pagi harus berangkat pukul 5.30 supaya tidak terlambat sampai di sekolah yang jaraknya 42 kilometer. Kondisi ibu saat itu masih sehat, sehngga beliau tidak merasa kesepian walaupun kami tinggal kerja seharian. Ada asisten rumah tangga yang menemani agar beliau tidak sendiri. Banyak kegiatan yang beliau lakukan waktu kami tidak di rumah di antaranya tadarus, mendengarkan tausiyah dari radio, nonton TV, menyiram tanaman hias, atau sekedar berbelanja di warung sebelah. Tujuh tahun rupanya telah membawa banyak perubahan pada beliau. Kesehatannya semakin menurun, perasaannya semakin halus, semakin mudah tersinggung dan kemauannya harus segera dituruti. Kalau apa yang beliau mau tidak segera diikuti dampaknya asam lambungnya naik, sesak napas, kedinginan dan kami juga yang repot harus menyiapkan kompres air panas dan banyak hal lain yang membuat beliau lebih nyaman.

Awalnya ibu tinggal di rumah induk yang dibangun beliau dan almarhum bapak mertua bersama adik bungsu suami. Dari sisi menyekolahkan anak, ibu termasuk wanita gigih yang menginginkan masa depan terbaik bagi anak-anaknya . Semua anaknya dilatih untuk meraih impiannya dengan kerja keras.. Itulah mengapa empat anaknya semua bisa lolos masuk perguruan tinggi negeri yang saat itu jadi kebanggan. Dua anak laiki-lakinya dan anak bungsu bisa kuliah di PTN ternama di Yogyakarta, dan anak ketiga kuliah di sebuah PTN di Purwokerto. Sangat wajar ketika saat tuanya beliau sedikit manja dengan anak-anaknya. Kadang beliau tifak mau tahu dengan kesibukan anak-anaknya yang akhirnya mendapat pekerjaan sebagai abdi negara kecuali si Bungsu. Adik ragil memilih melanjutkan usaha ibu berjualan kelontong di pasar tradisional samping rumah. Di samping karena susah mendapatkan formasi pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya, si bungsu juga termasuk anak yang susah jauh dari ibu. Tapi rupanya ibu yang terlalu sayang dengan anak bungsu membuat beliau ingin selalu melindunginya walaupun sudah bersuami dan beranak dua. Akibatnya tak jarang beliau masuk terlalu dalam mencampuri urusan rumah tangga si bungsu. Ini pula yang menjadi alasan utama beliau pergi dari rumah indik dan tinggal bersama anak-anak yang lain. Suami sebagaibanalntertua selalu menyerahkan keputusan kepada kemauan beliau asal baik bagi semua.

Beliau menginginkan tinggal bersama anak kedua . Baru sekitar dua bulan tinggal di sana , beliau sudah merasa kurang nyaman dengan banyak alasan, termasuk salah satunya masakan menantunya yang asli dari sebuah kota di Selebes kurang cocok dengan lidah Jawanya. Beliau meminta untuk tinggal di rumah kami yang serba seadanya karena kami harus tinggal di rumah kontrakan. Walaupun bukan kali pertama kami tinggal serumah dengan beliau , ternyata banyak penyesuaian baru yang harus kami lakukan. Mulai dari masakan, penataan rumah sampai kebiasaan kami semua berubah sesuai selera dan kebutuhan beliau. Masak nasi harus dua macam untuk ibu dan kami. Masak sayur tidak boleh pedas. Kalau mau pedas ya sisihkan untuk ibu dulu baru dikasih cabai. Pagi sebelum makan apa2 beliau minum air sari kunyit dan madu. Suami yang membuatkannya tiap pagi, sementara saya membuatkan jenang pati gerut untuk mengobati asam lambungnya. Itu kami lakukan tiap pagi sebelum berangkat kerja. Kami bersyukur penambahan kegiatan pagi kami bisa membuat kami bangun lebih pagi sehingga kami bisa bersujud di sepertiga malam sebelum fajar menyingsing. Hidup kami lebih nyaman. Rasa kami lebih aman. Alhamdulillah rejeki kami semakin lancar dan kadang datang dari arah yang kami tidak duga sebelumnya. Keikhlasan dan kesabaran yang luar biasa serta kemakluman harus diperjuangkan. Untuk pembaca yang masih memiliki orangtua, rawatlah orangtua apalagi yang sudah renta, dengan besar hati, karena dari situlah keberkahan akan kita dapatkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Surga surga surga. Itu juga yg sering diucapkan orang pada anak yg merawat orang tua. Itulah mengapa terkadang terasa berat. Klo gk gitu mungkin hadianya payung cantik atau cangkir, bu. Keren bu. Semangat ya...

09 Jul
Balas

Iya.Kaya petibgatan 17an itu ya

11 Jul

Terimakash jebg cantik

11 Jul
Balas



search

New Post