Arisnelwati, S. Pd.

Arisnelwati lahir di Lubuk Laweh, 1 Juni 1983. Mengikuti jenjang pendidikan formal Mulai dari SD 60 Pulau Aie, MTsN Tandikat, SMKN 1 Padang Panjang, dan S1 di U...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ujian Hijrah

Bayangkan yang terasa di hati; jika setelah kita tinggalkan masa lalu, kita korbankan manis, nyaman, dan indahnya hidup dalam lalai, lalu sosok yang kita tuju, kita rindu, kita harapi, dan kita cintai bersebab hidayah justru berkata, "Jika kau bisa untuk tak menampakkan wajahmu dalam pandanganku, lakukanlah!"

Bayangkan yang terasa di hati, ketika mimpi untuk berada di hadapan junjungan jiwa; menatap wajahnya, menikmati senyumnya, menadah sabdanya, dan mengiring langkahnya, kandas seketika.

Duhai, adakah ujian hijrah yang lebih berat dari yang dialami Wahsyi? Ketika Rasulullah ﷺ bersabda pada kali pertama dia datang setelah iman berkuncup di hatinya, "Wahai Wahsyi, jika kau bisa untuk tak menampakkan wajahmu dalam pandanganku, lakukanlah!

"Sebab, setiap kali melihatmu wahai Wahsyi, aku teringat apa yang menimpa Pamanku Hamzah", tergenang bening kesedihan di mata Sang Nabi SAW. Duka itu amat menikam. Luka itu amat dalam.

Ya. Dulu dikonyol-konyolkannya Bilal yang 'tersihir' oleh kata-kata Muhammad SAW. Dulu hidup baginya adalah tentang perjuangan memerdekakan diri dari perbudakan, meraih kebebasan, dan persetan soal iman.

Demi itu, telah dia bunuh dengan culas si ksatria terhormat, Sang Singa Allah. Demi itu, telah dia bedah dada Paman terkasih Rasulullah SAW. Demi itu, telah dia biarkan kecamuk dendam mengunyah-ngunyah jantung Hamzah. Tapi kebebasan apa yang dia dapat, ketika para bangsawan Arab tetap melihat dengan tatapan menghina pada warna kulitnya?

Maka dia berhijrah, menghambur ke dekapan ukhuwah. Namun Rasulullah SAW tak berkenan bersitatap dengannya. Berat. Tapi Wahsyi tak menyalahkan Sang Nabi SAW.

Betapapun rasa hati beliau itu amat manusiawi. Maka dia taklukkan kekecewaan, dia bulatkan tekad, dan dia raih kepahlawanan hijrahnya di Perang Riddah. "Dengan lembingku pernah kubunuh manusia terbaik yakni Hamzah. Dengan ini pula kubunuh manusia terburuk, yakni nabi palsu Musailimah."

Seperti Wahsyi, sanggupkah kita istiqamahkan diri, andai yang terpuja di hati karena iman justru tak berkenan didekati?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi

20 Mar
Balas



search

New Post