Aris Sabthazi

Pendidik di SMA Negeri 1 Jamblang...

Selengkapnya
Navigasi Web

BELAJAR DARI SANG NEGARAWAN

Melihat perjalanan Koalisi Ummat dalam Pilkada 2018 di kota Cirebon semakin miris saja. Persatuan partai besar yaitu Gerindra, PKS dan PAN digadang-gadang dapat mewakili aspirasi ummat pada akhirnya pecah. Mereka terlalu disibukkan dengan kepentingan ego pribadi dan kelompoknya. Partai satu ingin memenangkan jagoannya. Partai yang lain juga ingin mengusung jawaranya. Sampai pada _injury time_ mereka tidak mampu menanggalkan jumawanya, sehingga semua harus kalah sebelum bertanding.

Tidak hanya sampai di situ, rasa kecewa dari pihak yang merasa dirugikan “membuka suara lebar-lebar” akan adanya tuduhan “uang mahar” dalam pencalonannya. Entah apakah berlanjut sampai ranah hukum atau berhenti dengan sendirinya.

Semangat berorganisasi tanpa didasari hati. Semangat persatuan tanpa melihat siapa yang disakiti dan siapa yang tersakiti lagi. Apakah itu yang namanya politik?. Sungguh sangat disayangkan.

Kalau kita membuka lembaran para teladan kita dahulu, kita lihat buya Hamka. Beliau pernah bersitegang dengan Moh. Yamin dalam perumusan Dasar Negara. Buya Hamka mewakili partai Masyumi sedangkan Moh. Yamin mewakili partai PNI.

Mereka saling menyampaikan alasan, adu argumen hingga bernada keras sempat terjadi. Namun setelah selesai sidang, buya Hamka tidak menampakan rasa benci, dan dendam kepadanya, meski saat itu keputusan Soekarno mendukung pilihan dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Justru yang menaruh rasa kesal dan benci adalah Moh.Yamin kepada buya Hamka. Baik dalam moment rapat kenegaraan, pertemuan budaya atau pertemuan lainnya tampak sikap ketidaksukaan Moh. Yamin kepadanya.

Namun Moh. Yamin adalah manusia biasa namun berjiwa besar. Ia masih memiliki hati dan iman. Ia menyadari akan kekhilafannya. Ketika di akhir hidupnya, ketika sakit parah, Ia berpesan kepada temannya untuk memanggilkan buya Hamka. Pesan itu disampaikan. Seketika buya Hamka datang menemuinya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).

Melihat Hamka datang, Moh.Yamin langsung melambaikan tangan untuk segera mendekat. Hamka menjabat tangan beliau dan mencium keningnya. Moh.Yamin mengucapkan terima kasih atas kedatanganya. Tampak di kelopak matanya air mata. Ia meminta padanya untuk didampingi.

Melihat kondisi yang semakin kritis, Hamka membacakan surat Al- Fatihah dilanjutkan dengan mentalkinkan, La illaha illallah. Bacaan pertama dapat diikuti dengan jelas. Bacaan ke dua dibimbing kembali, namun suaranya semakin melemah. Dan _talkin_ yang ke tiga semakin tak ada respon. Hanya genggaman tangan saja yang semakin kuat kepada Hamka. Dan Meninggallah Moh. Yamin.

Demikianlah contoh teladan dua negarawan kita. Mereka tidak pernah menyimpan dendam dalam urusan dunia selamanya. Mereka tidak menjadikan urusan kekuasaan sebagai tujuan yang mengabaikan ikatan persaudaraan seiman. Mereka menyadari bahwa apapun nama organisasi yang dijadikan kendaraan hanyalah sarana yang seharusnya dengannya semakin menebarkan syiar kedamaian, tali ukuwah, menepis ikatan-ikatan dunia yang dapat merusak niat dan amal seorang hamba Alloh dalam menggapai ridho Illahi.

Rest dulu malam Senin yang padat, 22: 08, 21 Januari 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post