Aris Shoimin

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENCIPTAKAN GENERASI LITERAT DENGAN “MEMBEKU” (MEMBACA DAN MEMBUAT BUKU)

MENCIPTAKAN GENERASI LITERAT DENGAN “MEMBEKU” (MEMBACA DAN MEMBUAT BUKU)

A. PENGANTAR

Ada sebuah nasehat bijak dari Imam Al-Ghozali yang sangat inspiratif dan menjadi motivasi untuk selalu menggerakkan semangat literasi. Nasehat itu berbunyi “Jika engkau bukan anak raja dan bukan ulama’ besar, jadilah penulis, dengan menulis engkau bisa mencerdaskan berjuta-juta manusia tanpa batas”.[1] Nasehat tersebut menempatkan posisi yang sangat sentral bagi seorang penulis, bahkan disejajarkan dengan raja dan Ulama’. Artinya, menjadi penulis memang profesi yang sangat dimuliakan. Sebesar dan sepenting apapun seseorang jika tidak menulis, namanya akan hilang dan tidak akan tertulis dalam sejarah, sebaliknya jika seseorang mau menulis maka ia akan dikenang sepanjang hayatnya karena jasadnya hilang namun ilmunya terus mengalir.

Ada sebuah kisah menarik dalam sejarah Islam ketika Perang Badar usai, Nabi Muhammad membuat sebuah kebijakan yang tidak diduga sebelumnya oleh tawanan perang. Biasanya tawanan perang membayar tebusan berkisar 1.000 – 4.000 dirham untuk tiap orang, namun Nabi Muhammad membuat kebijakan yang sangat visioner, progresif sekaligus sangat cerdas. Ada 70 orang Quraisy Makkah menjadi tawanan, masing-masing mereka diminta untuk mengajar 10 orang anak-anak dan orang dewasa Madinah dalam membaca dan menulis sebagai salah satu syarat pembebasan mereka. Akhirnya 700 orang terbebas dari buta huruf. Lalu, masing-masing merekapun diminta menjadi guru bagi orang lain yang belum mampu membaca dan menulis. Begitulah cara Nabi Muhammad SAW memperhatikan pendidikan dan juga guru sebagai agen perubahan dan teladan utama untuk generasi emas di masa datang. Tentu ini adalah sebuah kebijakan yang progresif dan sangat besar hasilnya di masa depan.[2]

Terbukti bisa dilihat kehidupan setelah Nabi Muhammad. Pada masa Daulah Abbasiyah tahun 750M - 1258M dan Daulah Umayyah tahun 661M - 750M, umat Islam mencapai puncak kejayaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pada masa itu masyarakat muslim menghasilkan banyak kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Kejayaan ini jelas menyumbangkan tonggak peradaban yang tinggi dan mendunia. Bahkan bisa dikatakan rata-rata tingkat kemampuan literasi membaca dan menulis generasi Abad ini lebih tinggi dari pada Byzantium dan Eropa.[3]

Melihat fenomena kemajuan pada masa itu, tidak lepas dari gerakan literasi dan penghargaan bagi siapa saja yang bersedia menyumbangkan pemikirannya untuk perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Nabi Muhammad. Sepertinya ini yang perlu digerakkan kembali saat ini, mengingat generasi kita –diakui atau tidak– adalah generasi yang belum tangguh menghadapi perubahan zaman, generasi instan yang ingin selalu cepat dan bisa dikatakan generasi pemalas dalam hal belajar lebih-lebih membaca dan menulis.

Potensi bangsa Indonesia sangat besar apabila ditinjau dari jumlah penduduknya yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama dan memiliki beraneka ragam budaya yang perlu dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya. Potensi yang begitu besar secara kuantitas harus diimbangi dengan kualitas yang dimiliki.

Pada maret 2016 lalu, Most Literate Nations in the World merilis survey tentang literasi di dunia. Negara-negara seperti Finlandia, Islandia, Denmark, Swedia dan Norwegia menempati daftar teratas dalam peringkat ini. Sedangkan negara-negara maju di dunia seperti Amerika Serikat menempati peringkat ke-7, Kanada ke-11, Perancis ke-12, dan United Kingdom (Inggris) menempati urutan ke-17. Bagaimana dengan Indonesia?, Indonesia berada diperingkat ke-60. Bahkan diantara negara-negara tetangga, kita berada di bawah Thailand yang menduduki peringkat ke-59, Malaysia ke-53, dan Singapura ke-36 sebagai negara dengan peringkat literasi tertinggi di Asia Tenggara.[4]

Kondisi yang sama juga terjadi pada peningkatan tingkat pendidikan Indonesia di dunia yang memang dari tahun ke tahun belum beranjak dari papan bawah dalam berbagai survei internasional. Tentu saja ini menjadi PR besar kita bersama. Bersama-sama dengan seluruh elemen sekolah, pemerintah dan masyarakat agar bisa menggerakkan semangat pendidikan dan budaya literasi di negara kita ini.

B. MASALAH

Pengantar di atas sedikit banyak memberikan gambaran kepada kita terkait dengan rendahnya budaya literasi yaitu tradisi baca tulis. Di awal tahun pelajaran 2015-2016 yang lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, salah satu poinnya adalah mewajibkan para siswa untuk menggiatkan gerakan Literasi dengan membaca buku 10 – 15 menit sebelum jam belajar dimulai. Kebijakan ini sangat bagus namun belum semua sekolah menerapkannya dikarenakan masih banyak kendala yang dialami. Pertanyaan yang perlu dibahas dalam artikel ini adalah, bagaimana strategi pelaksanaan gerakan literasi?. Bagaimana menciptakan generasi literat dengan membaca dan menulis buku?.

C. PEMBAHASAN DAN SOLUSI

Pengembangan Literasi Siswa dalam Pembelajaran

Dalam sejarah peradaban umat manusia, kemajuan suatu bangsa tidak hanya bisa dibangun dengan bermodalkan kekayaan alam yang melimpah maupun pengelolaan tata negara yang mapan, melainkan berawal dari peningkatan SDM yang mumpuni dengan meningkatkan peradaban buku atau penguasaan literasi yang berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya.[5]

Pengertian Literasi Sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.[6]

Pembelajaran berbasis literasi merupakan salah satu aspek penting yang harus diterapkan di lembaga-lembaga sekolah guna menumbuhkan minat bakat yang terpendam dalam diri mereka dan membangun sebuah peradaban literat. Apalagi saat ini Indonesia masih menghadapi sindrom buta huruf yang acapkali menjadi penghambat kemajuan pendidikan nasional sehingga dibutuhkannya strategi alternatif yang bisa dilakukan untuk menopang peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Guru mempunyai peran penting dalam membangun gerakan literasi, bahkan guru merupakan garda depan dalam meningkatkan budaya ini. Literasi bukan sekedar membaca dan menulis namun bagaimana menciptakan kebermaknaan dalam pembelajaran. Salah satu kegiatan siswa dengan bimbingan guru yang bisa diterapkan adalah : 1). Memulai dengan mengajak peserta didik mengamati obyek atau membaca teks. 2). Membuat pernyataan kritis tentang pengamatan obyek (dilakukan oleh siswa). 3). Mengumpulkan informasi untuk menjawab pertanyaan tersebut (informasi berkaitan dengan pengalaman dan pengetahuan siswa). 4). Menambah informasi dari sumber utama (guru, internet, buku, majalah). 5). Mengubah atau mengolah informasi yang didapat. 6). Menyusun laporan berkaitan dengan informasi yang didapat. 7). Display atau melaporkan dan mempresentasikan hasil. 8). memberi masukan dari hasil laporan yang telah dipresentasikan. 9). Merevisi laporan berdasarkan masukan dari guru, teman. 10). Mereview hasil pembelajaran secara individu.

Berdasarkan kegiatan tersebut ada beberapa keterampilan yang dikembangkan, yaitu : 1). Keterampilan mengumpulkan informasi. 2). Keterampilan mengolah informasi. 3). Keterampilan mengorganisasikan informasi. 4). Keterampilan menggunakan informasi. 5). Keterampilan mengkomunikasikah hasil kerja. 6). Keterampilan memahami dan memanfaatkan beragam teks. Keterampilan tersebut yang perlu dikembangkan secara terus menerus oleh guru.

Contoh konkret implementasi kegiatan literasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII Semester Genap yaitu BAB “Berempati itu Mudah, Menghormati itu Indah”.

1) Apersepsi : Langkah awal yaitu menyampaikan kodisi riil terkait krisis karakter saling menghormati dan kondisi anak yang hilang sifat empati.

2) Eksplorasi : Langkah selanjutnya siswa mencari informasi, menggali informasi melalui buku-buku, majalah terkait materi pokok.

3) Menanya : Setelah mencari informasi, Selanjutnya guru memberi waktu kepada siswa untuk bertanya kritis. Apabila peserta didik belum mampu merumuskan pertanyaan kritis tentang obyek yang diamati, guru sebagai fasilitator memberikan pendampingan dan membantu peserta didik.

4) Mengamati : Selanjutnya siswa diberikan tayangan yang berupa gambar untuk diamati. Diantara beberapa gambar yang di amati antara lain :

Gambar 1 : Gambar sebagai bahan display untuk diamati siswa dalam menumbuhkan sikap empati dan saling menghormati dengan cara menulis dan mendiskripsikan.

5) Mengkomunikasikan : Tahapan selanjutnya adalah peserta didik menuliskan dengan cerita apa yang mereka amati tentang gambar dengan menuliskan di lembar yang disediakan. Tulisan tersebut direview kembali untuk dipresentasikan di depan kelas.

6) Konfirmasi : Pada kegiatan berikutnya guru sebagai fasilitator memberikan penguatan dan reward terhadap peserta didik yang menyelesaikan tugasnya dengan sungguh-sungguh.

Secara sederhana gerakan literasi dalam pembelajaran bisa diimplementasikan dengan format sebagai berikut :

Gambar 2 : Skema Pembelajaran Berbasis Literasi

Gambar tersebut adalah tahapan sebagai contoh secara sederhana, tentu bapak/ibu guru bisa membuat yang lebih menarik tentu tidak menghilangkan proses baca dan tulis dengan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan diatas. Untuk format proses awal hingga menjadi buku akan dibahas di “gerakan menulis buku”.

Siapa yang Terlibat dalam Gerakan Literasi ?

Banyak yang harus terlibat dalam gerakan literasi jika ingin mencapai keberhasilannya. Tantangan literasi sebenarnya adalah sebuah upaya mengajak dan membiasakan peserta didik untuk menumbuhkan wawasan membaca dan menulis. Wawasan membaca dan menulis berarti tanpa diperintah peserta didik sudah punya kesadaran penuh dan menjalani kegiatan membaca dan menulis dan akan dilakukan sepanjang hayatnya. Pihak yang terlibat dalam gerakan literasi harus secara bersinergi mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah.

1. Keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berperan penting dalam mendesain masa depan anak. Seorang anak akan terbiasa membaca dan menulis jika didorong dari keluarga. Keluarga bisa memfasilitasinya dengan membuat perpustakaan sederhana di rumah, membeli buku dan memberikan contoh untuk gemar membaca. Pada dasarnya naluri seorang anak itu mencontoh apa yang dilihat, jika yang dilihat dari keluarga adalah perilaku positif seperti membaca, sedikit banyak anak akan terbiasa membaca. Buatlah jadwal khusus 30 menit hingga 1 jam sehari untuk membaca. Membaca apapun, tidak harus buku pelajaran, buku-buku referensi lain juga perlu dibaca anak. Dan yang paling penting orang tua harus mendampingi anak untuk membaca agar seorang anak meniru apa yang mereka lihat. Bagi seorang anak, keteladanan seseorang lebih baik dan efektif dalam mendidik dibandingkan dengan petuah atau nasihat dengan kata-kata. Keteladanan orang tua dan mudah ditiru ketimbang hanya sekadar kata-kata. Karena orang tua merupakan interaksi yang pertama bagi anak untuk mengenal lingkungannya.

Hampir setiap rumah di keluarga memiliki televisi. Melalui televisi itulah, ruang bermain anak menjadi semakin sempit. Anak-anak tak lagi banyak menggerakkan tubuh mereka, apalagi pikiran mereka. Sering kali televisi menyedot kesadaran anak-anak kita, sehingga ketika kita memanggil mereka, mereka terkadang tidak menyahut. Hal ini merupakan bukti bahwa kesadaran anak bisa menjadi semakin hilang tatkala mereka terbius oleh tayangan televisi. Bila frekuensi menonton televisi anak-anak kita tidak diatur, tentu aktivitas membaca menjadi semakin minim di rumah-rumah.

2. Sekolah. Kekuatan sekolah untuk membentuk karakter seorang anak sampai saat ini masih diakui sangat penting. Sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak. Melalui sekolah itulah, tanggung jawab guru dan pengelola sekolah amat berat. Sekolah telah menggantikan beban dan tanggung jawab orang tua kita di rumah. Hampir tak bisa dipungkiri, pendidikan resmi di negeri ini masih menjadi pilihan utama sebagian rakyat kita.

Karena itulah, tanggung jawab sekolah dalam membina dan mengembangkan bakat dan budi pekerti anak menjadi penting. Sebab krisis bangsa yang selama ini terjadi salah satunya adalah karena kegagalan kita melahirkan generasi yang beradab dan berbudi pekerti luhur.

Sekolah harus membuat kebijakan bagaimana peserta didik membiasakan membaca lebih-lebih menulis. Sekolah harus menyediakan perpustakaan yang mumpuni, nyaman dan bisa menarik siswa agar betah ke perpustakaan. Perpustakaan adalah salah satu sumber belajar yang yang bertujuan menyerap dan menghimpun informasi, mewujudkan suatu wadah pengetahuan yang terorganisasi, menumbuhkan kemampuan menikmati pengalaman imajinatif serta mendidik siswa agar dapat menggunakan dan memelihara bahan pustaka secara efisien serta memberikan dasar ke arah studi mandiri.[7]

Gerakan literasi sekolah yang dicanangkan oleh Kemendikbud menjadi tantangan bagi guru dan sekolah-sekolah kita. Pasalnya, selama ini kegiatan literasi di sekolah hanya diberi ruang ketika anak-anak istirahat. Bahkan boleh dibilang hampir tidak ada. Majalah dinding dan bulletin sekolah selama ini hanya dijadikan sebagai ajang promosi sekolah semata. Padahal, melalui bulletin, majalah dan media sekolah itulah anak-anak bisa belajar literasi bersama sekolah.

Bila sekolah dan pengelola tak mampu untuk mengatasi tantangan tersebut, maka mustahil gerakan literasi dan penumbuhan budi pekerti akan bisa berjalan dengan baik. Selain itu, gerakan literasi sekolah juga tak bisa dilepaskan dari sumber daya manusia yang ada di sekolah kita. Guru-guru yang energik, yang memiliki etos belajar tinggi serta memiliki etos literasi tinggi akan sangat mendukung dalam program ini.

Selain perpustakaan, diperlukan sebuah inovasi yang perlu menjadi aturan di sekolah. Di sekolah penulis, selain pembiasaan 15 menit sebelum pembelajaran ada sebuah kegiatan yang juga didukung penuh oleh sekolah yaitu pembuatan buletin. Buletin sekolah berisi tulisan-tulisan siswa baik berupa puisi, cerita pendek, pengetahuan dan lain-lain terbit sebulan sekali. Melalui buletin ini bakat untuk menulis anak sedikit banyak mulai tersalurkan. Seorang anak akan terbiasa mencari sumber informasi untuk penerbitan buletin sebelum mereka menulis untuk rubrik dalam buletin. Selain buletin, kadang penulis juga memberikan tugas menulis sesuai judul bab mata pelajaran yang diampu kemudian menjadi buku berupa kumpulan cerpen, kumpulan puisi.

Secara jelas, hal-hal yang menjadi tugas sekolah dalam menggerakkan Literasi adalah : a). Mengidentifikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi pemenuhan standar nasional pendidikan. b). Melaksanakan tahapan kegiatan literasi yang meliputi pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. c). Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. d). Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran. e). Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik tata kelolanya maupun format ruangnya. f). Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya buku). g). Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah. h). Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi seluruh warga sekolah. i). Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu. j). Mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan literasi sekolah. k). Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat. l). Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang melaksanakan berbagai kegiatan literasi sekolah. m). Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan gerakan literasi yang dilaksanakan. n). Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan literasi sekolah.

3. Masyarakat. Peran serta masyarakat dalam mendukung pengembangan budaya literasi di sekolah tentu sangat diperlukan agar program-program sekolah yang direncanakan dapat terwujud. Masyarakat bisa mendukung program gerakan literasi dengan : a). Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan literasi untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah. b). Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ketaman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-tamanbacaan di ruang publik yang ramah anak. c). Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. d). Literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkan di bangku sekolah. e). Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya.

4. Pemerintah. Apa yang dilakukan pemerintah melalui Kemendikbud dengan gerakan literasi sekolah sebagai sarana penumbuhan budi pekerti adalah usaha mengembalikan pendidikan kita kepada kultur. Sebagaimana kultur kita yang khas dengan budaya timur yang lekat dengan adab dan keadaban. Selama ini anak-anak kita justru banyak disibukkan dengan game, gadget dan media online. Pemerintah harus mendukung semua progaram yang dicanangkan. Tugas yang mungkin bisa dilakukan pemerintah antara lain : a). Membuat kebijakan literasi. b). Menjabarkan desain induk pelaksanaan gerakan literasi. c). Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen pendukung pelaksanaan gerakan literasi sekolah. d). Melaksanakan sosialisasi gerakan literasi sekolah kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat. e). Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan masyarakat. f). Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan gerakan literasi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. g). Membuat rencana tindak lanjut gerakan literasi sekolah berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan gerakan literasi.

Bagaimana Membangun Generasi Literat?

a. Gerakan Membaca

Membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap manusia. Keterampilan ini menjadi sarana untuk menangkap informasi yang ada di tulisan. Manfaat yang didapatkan jika banyak membaca buku tentunya adalah mendapatkan pengetahuan. Secara umum buku dapat membantu mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan dan juga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan yang dibutuhkan. Buku sangat mudah didapatkan karena sekarang ini banyak toko-toko yang dibangun untuk memberikan kemudahan bagi orang mempunyai semangat membaca buku. Buku-buku itu tidak akan merubah posisi mereka menjadi salah satu media untuk mendapatkan informasi meskipun sakarang banyak sekali media dan fasilitas yang disediakan untuk mempermudah mendapatkan informasi misalnya internet. hingga kini buku masih berjaya dengan kedudukanya terbukti hingga kini masih banyak yang menggunakan buku sebagai sarana untuk mencari informasi dan meningkatkan pengetahuan.

Membaca buku, koran, majalah atau dari media yang lain, akan melatih otak untuk memusatkan pikiran. Otak diajak untuk memperhatikan kata demi kata yang ada pada teks tersebut. Karena kalau kehilangan beberapa kata saja, bisa jadi tidak akan bisa menangkap keseluruhan maksud dari kalimat yang ada. Kalimat-kalimat yang menarik akan merangsang saraf otak untuk bekerja dan mengamati hal menarik tersebut. Ada penelitian yang membuktikan bahwa membaca buku bisa mencegah diri dari penyakit pikun. Mungkin karena selalu diajak berpikir ketika membaca, sehingga otak bisa tetap aktif.

Salah satu cara membiasakan gerakan membaca bagi peser didik dalam pembelajaran adalah melalui proses mengamati cerita, membaca sesuai topik yang diajarkan. Mengajak anak-anak ke perpustakaan untuk mencari referensi yang berkaitan dengan materi ajar.

Di sekolah, kebijakan yang kami buat adalah pemanfaat perpustakaan untuk pembelajaran. Selain perpustakaan utama, sekolah juga mewajibkan setiap kelas untuk membuat perpustakaan kelas yang berisi buku-buku yang dibawa sendiri oleh siswa kemudian 15 menit sebelum pembelajaran anak-anak membiasakan untuk membaca. Disiapkan jurnal dan anak-anak wajib menulis apa yang mereka baca ke dalam jurnal tersebut. Agar peserta didik menjalankan apa yang diprogramkan sekolah, guru harus mendampingi peserta didik agar mereka tenang dalam membaca. Berikut adalah contoh gambar perpustakaan kelas bisa dibuat sendiri oleh anak-anak.

Gambar 3 : Kotak perpustakaan Kelas

Gambar 4 : Suasana gerakan membaca 15 menit sebelum pembelajaran

Kotak buku ini yang tersedia disetiap kelas, menunya selalu berubah jika sudah dilahap habis oleh siswa. 15 menit sebelum pembelajaran buku-buku ini dibaca anak-anak. Setelah membaca anak-anak harus mengisi jurnal masing-masing tentang apa isi yang mereka baca. Pembiasaan ini yang akan membudaya dan menjadi gerakan yang menjiwa bagi peserta didik.

b. Gerakan Menulis Buku

Dalam pembelajaran, peserta didik bisa ditugaskan menulis. Menulis bisa berkaitan dengan materi pokok dalam pembelajaran. Menulis kreatif ini bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1) Menulis pengalaman. Ide menulis bagi peserta didik dapat dimulai dengan menuliskan peristiwa-peristiwa yang pernah dialami. Guru dapat meminta peserta didik untuk membuat catatan harian, sehingga kebiasaan mencatat apa yang dialami setiap hari, dapat mendorong peserta didik gemar menulis. Tulisan, teks, grafis, gambar dihubungkan dengan pengalaman fisik, dan emosional siswa. Segala hal yang bersentuhan langsung dengan emosi siswa (teks, bacaan, gambar) dapat memberikan dampak psikologis positif, antara lain siswa menjadi tertarik, senang dan betah mengikuti pembelajaran.

2) Menulis pengamatan. Hasil pengamatan merupakan sumber inspirasi peserta didik untuk menulis. Peserta didik diminta mengamati suatu objek kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Latihan menemukan fakta melalui pengamatan dapat memberikan ide-ide bagi peserta didik untuk menuliskannya.

3) Menulis imajinasi peserta didik. Peserta didik memiliki imajinasi yang tidak terbatas, sehingga guru dapat memanfaatkan imajinasi mereka untuk dituangkan ke dalam tulisan. Namun hal tersebut tidaklah mudah, oleh karena itu guru dapat memulainya dengan memberikan media tulis yang bervariasi. Media tulis ini dapat menjadi sumber ide yang dapat membantu peserta didik menuangkan ide dalam tulisan yang kreatif. Misalnya : “disajikan gambar, mereka bisa menuangkan dalam cerita demi menumbuhkan sikap empati. Contoh lain adalah membuat puisi, untaian kata, cerpen yang ditujukan kepada orang tua sebagai hasil dari Materi PAI SMP Kelas VII “Kisah Kasih Sayang Orang Tua” pada BAB “Berempati itu Mudah, Menghormati Itu Indah”. tulisan-tulisan itu dikumpulkan dalam satu kelas, sudah bisa dipastikan akan tercipta sebuah buku inspiratif.

4) Menulis hal-hal yang disukai. Cara lain menggiatkan peserta didik untuk menulis adalah dengan meminta mereka menulis hal-hal yang disukai, bisa berwujud tulisan prosa bisa pula berwujud puisi tidak sedikit pula yang menulis kumpulan cerpen dan membukukannya.

5) Menulis apa yang dibaca. Setelah peserta didik melakukan kegiatan membaca, banyak ide yang dapat dituliskannya, misalnya menuliskan puisi tentang tokoh dalam cerita yang di baca.

c. Proses Menulis Buku Hingga Terbit

Tidak mudah membuat buku dari awal hingga terbit. Meskipun menggunakan penerbit Indie (menerbitkan buku dengan biaya mandiri), namun kesulitan itu bukan berarti tidak bisa dilaksanakan, perlu sebuah ketekunan dalam membimbing siswa, perlu waktu luang untuk membimbingnya. Hasilnya mereka akan merasa bangga, percaya diri bahwa karyanya terbit dan dijual belikan apalagi bisa dinikmati orang lain. Proses menulis buku selama pembelajaran bisa dilihat alur sebagai berikut :

a. Tahap pra tulis. Pada tahapan ini, guru memilih topik yang akan ditulis peserta didik. Penentuan topik harus menarik untuk dibaca oleh peserta didik. Misalkan pada Materi PAI SMP Kelas VII “Kisah Kasih Sayang Orang Tua” pada BAB “Berempati itu Mudah, Menghormati Itu Indah”.

b. Tahap pembuatan atau penulisan. Pada tahap ini, peserta didik membuat atau menulis draft tulisan secara kasar. Biasanya pada tahap ini siswa menulis langsung tanpa mengedit terlebih dahulu. Mereka menulis apa yang mereka pikirkan, gagasan serta perasaan secara langsung.

c. Tahap revisi. Tahap ini, penulis mereview kembali tulisan yang pernah dibuat, mereka menghapus atau menambahi kata yang mungkin kurang pantas atau mengedit kesalahan kata. Mereka juga menambah informasi pendukung, mempertajam tulisan, mengubah urutan penulisan pokok-pokok pikiran dan lain sebagainya.

d. Tahap penyuntingan. Tahap ini lebih menitik beratkan pada kemungkinan kesalahan kata, kesalahan pengetikan dan mulai menata tata letak tulisan termasuk pembuatan cover.

e. Tahap publikasi. Tahapan ini adalah tahap terakhir, naskah dicetak baik dicetak manual atau dicetak sendiri menngunakan print maupun dicetak dengan menggandeng penerbit.

Hasil penerbitan buku dari peserta didik sudah bisa dinikmati kalangan luas, meski dicetak terbatas karya mereka telah memberikan inspirasi bagi generasi lain. Adapun buku yang telah diterbitkan dengan ISBN (International Standart Book Number) dan sudah beredar di masyarakat antara lain :

Gambar 5 : Buku hasil karya siswa-siswi SMP Negeri 2 Rembang

d. Komunitas Penulis di SMPN 2 Rembang (Sebuah Inspirasi)

Sekedar untuk berbagi pengalaman, SMP Negeri 2 Rembang Jawa tengah mempunyai sebuah Komunitas penulis dengan nama “WATER” (Writer Association Talented & Expert Regeneration). Lewat komunitas ini siswa dan alumni berbagi saran dan kritik, bimbingan dan sebagai media komunikasi tentang kepenulisan. Komunitas ini diharapkan mampu menghimpun dan mengembangkan potensi-potensi menulis bagi anak-anak di SMPN 2 Rembang khususnya dan Kabupaten Rembang umumnya, karena Anggota dari komunitas ini tidak hanya dari sekolah SMPN 2 Rembang.

D. KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS

Gerakan literasi sekolah adalah rencana dan agenda besar sebagai upaya membangun peradaban bangsa melalui perencanaan dengan menciptakan generasi-generasi bermutu. Program gerakan literasi sekolah harus dilaksanakan oleh semua elemen bangsa. Keluarga, sekolah, masarakat dan pemerintah harus bersinergi saling mengisi untuk terwujudnya gerakan ini.

Sekolah juga punya peran penting dalam melakukan gerakan ini, guru harus mengawal dan mendampingi siswa dalam literasi termasuk saat pembelajaran. Literasi di dalam pembelajaran tidak hanya tradisi baca tulis, namun lebih dari itu yaitu menciptakan kebermaknaan dalam pembelajaran. Inovasi dalam pembelajaran dibutuhkan agar tercipta pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan.

Gerakan literasi tidak akan terwujud jika tanpa gerakan membaca dan gerakan menulis. Biasakan peserta didik membaca dan biasakan mereka mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan mereka imajinasikan. Jika tradisi membaca dan menulis ini dibiasakan, peserta didik akan mempunyai wawasan literasi, artinya tanpa disuruh, tanpa dipaksa anak akan terbiasa membaca dan menulis. Jika terbiasa membaca dan menulis masa depan generasi bangsa ini akan bisa bersanding dengan negara-negara maju yang mempunyai SDM yang bagus sehingga terbentuk peradaban yang hebat dengan meninggalkan jejak-jejak sejarah literasi untuk warisan generasi mendatang dan untuk kemajuan bangsa Indonesia.

E. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mujib, Apasih Literasi Itu?, dalam http://wikipendidikan.blogspot.co.id

Darmono. 2004. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah Menengah Atas, Jakarta: TP

http://www.republika.co.id/berita/dpd-ri/berita-dpd/16/04/29/o6dnuz368-duh-minat-baca-indonesia-di-urutan-60-dari-61-negara diunduh tanggal 3 Nopember 2016.

Satria Dharma, 2015. Misteri di Balik Perintah Membaca 14 Abad yang Lalu. Surabaya: Eureka Academia

Zainal Arifin Thoha. 2005. Aku Menulis Maka Aku Ada. Yogyakarta: Kutub

[1] Zainal Arifin Thoha, Aku Menulis Maka Aku Ada (Kutub: Yogyakarta, 2005) hlm 1 dalam Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif (Diva Press : Yogyakarta, 2010) hal 188

[2] Satria Dharma, Misteri di Balik Perintah Membaca 14 Abad yang Lalu, (Surabaya: Eureka Academia, 2015), hlm. vi.

[3] Satria Dharma, Ibid, hlm. vii.

[4] http://www.republika.co.id/berita/dpd-ri/berita-dpd/16/04/29/o6dnuz368-duh-minat-baca-indonesia-di-urutan-60-dari-61-negara diunduh tanggal 3 Nopember 2016.

[5] Ahmad Mujib, Apasih Literasi Itu?, dalam http://wikipendidikan.blogspot.co.id diunduh tanggal 3 Nop 2016

[6] Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah Menengah Atas, Jakarta: 2015, Hal 2

[7] Darmono, Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah, (Jakarta : Grasindo, 2004), hlm 6.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

cukup melelahkan membaca best practise, tapi ta apalah . aku ucapkan selamat

27 Feb
Balas

Assalamualaikum.. Sebelum saya mau tanya mz, kebetulan saya pemula, saya ingin sekali belajar menulis tapi modalnya belum ada alias belum bisa apa2, bolehkah berbagi ilmu dng saya mz?

07 Mar
Balas

monggo mas..

10 Mar



search

New Post