Ari Susanah

Ari Susanah, adalah seorang guru juga sebagai ibu rumah tangga. Hobinya menulis sejak SD membuat ia semakin semangat untuk bergabung dengan grup KPPBR (Komunita...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ondel-Ondel Kong Sanib
Ondel-Ondel Kong Sanib

Ondel-Ondel Kong Sanib

Ondel-Ondel Kong Sanib

Oleh: Ari Susanah, S.Pd.

(Part 2)

"Hmmm,..., Ibu, hal yang paling aku ingat tentang ibuku, orang yang biasa kami panggil "Emak". Ketika aku berusaha mengingatnya, aku akan sedih dan murung. Aku tak ingin bercerita tentang ibuku. Karena sedikit sekali yang bisa aku ingat. Kata orang-orang di sekitarku, ibuku pergi dari rumah ketika umurku baru 3,5 (tiga setengah tahun). Dan abangku baru naik kelas 2 SD. Dari cerita yang aku dengar juga, ibuku berasal dari Karawang. Itu berarti aku dan abangku paling tidak punya saudara di daearh tersebut.

Tapi baik aku maupun abangku tak pernah sekalipun merengek kepada Baba untuk bisa bertemu ataupun menanyakan keberadaan ibu, perempuan yang abangku panggil "Emak". Kami tahu Baba lebih kecewa dibanding kami. Sudah hampir 4 tahun Emak pergi tidak tahu kemana. Kata orang-orang Emak pergi bersama suami barunya. Itu mengapa kami tak pernah berani bertanya kepada Baba. Bahkan kami juga jarang membicarakan atau ngobrolin masalah Emak dengan Baba kami. Baba sudah sangat lelah, karena sibuk mencari uang untuk kami. Kadang untuk menutupi rasa emosi dan sedihnya Baba ikut-ikutan beli judi Togel. Padahal uang yang didapat sangatlah pas-pasan.

Rumah yang kami tinggali sangatlah sederhana, hanya berdinding batako yang belum terlapisi semen. Bahkan setengahnya masih tersambung kayu lapis atau triplex usang. Atap rumah kami banyak yang sudah bocor. Kami tak pernah sempat berpikir untuk semua kesedihan ini. Aku dan abangku menghabiskan waktu sehari-hari untuk bermain sambil mencari makan. Kadang kamipun mengorbankan sekolah kami untuk sekadar mencari uang jajan.

Sedangkan untuk urusan mengaji atau belajar agama, hanya kadang-kadang ketika Baba peduli dan menyuruh kami. Biasanya, itu tandanya Baba sedang senang hati atau sedang punya uang lebih. Barulah kami disuruhnya mengaji, katanya biar jadi orang bener.

"Tong, lu berdua ngaji sonoh, biar jadi orang bener, biar bisa doain Baba kalo tar udah kagak ada." Ucap Baba suatu hari, ketika itu menjelang Bulan Ramadhan.

"Baik Ba," jawab kami berdua sambil bergegas menuju Mushola Ende Haji Sanan yang letaknya tak jauh dari rumah kami.

"Kayaknya Baba abis dapet uang banyak ya Sin," timpal Bang Asan sambil berjalan ke Mushla.

"Alhamdulillah, bilang gitu donk Bang, kata orang kalo dapat duit mah kudu bilang alhamdulillah!" protesku bersemangat sambil nyengir ke bang Asan.

"Ah... elu mah sotoy!" Jawab Bang Asan sambil mendorongkan jari telunjukknya ke kepalaku.

Sepanjang jalan kami berdua bercanda, ceria. Sehari-hari, setiap waktu meski jarang sekali Baba memberi uangpun kami lebih sering bercanda dari pada bertengkar dan bersedih.

Guru mengaji kami adalah Bang Ridwan, lulusan pesantren dari Banten anak dari Ende Haji pemilik Mushola. Dalam hati kami ingin sepertinya, namun kami sadar itu sangat sulit untuk diwujudkan. Karena kami sendiripun masih angot-angotan ngajinya. Ende Haji sering menasehati kami untuk rajin sholat dan mengaji. Meskipun banyak yang maklum akan keadaan keluarga kami.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post