ARMAN, S.Pd, M.Pd

ARMAN, S.Pd, M.Pd. lahir di desa Kabiraan Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene. Provinsi Sulawesi Barat. Tepatnya pada tanggal 15 Maret 1978, putra dari pasangan...

Selengkapnya
Navigasi Web

SAHUTAN "PAK GURU" DI SUDUT KELAS

SAHUTAN “PAK GURU” DI SUDUT KELAS

Lulus SMA tahun 1996, berangkat dari suatu daerah terpencil, sebuah kampung yang indah, sebuah kampung yang damai menuju kota besar tempat anak-anak bangsa mengenyam pendidikan dan meraih cita dan masa depan, dengan satu harapan dan cita-cita yaitu, kuliah. Beragam pertanyaan yang berkecamuk dalam benak saya, apakah saya sanggup melakoni hidup yang namanya kuliah, apakah orangtua saya sanggup membiayai kuliah saya, apakah saya bisa survive dengan kehidupan kota yang hingar bingar dengan kemajuan dan penindasan, apakah saya mampu. Ya….itulah pertanyaan yang selalu muncul dalam benak saya. Jujur, saya ingin mengatakan bahwa, segelintir pertanyaan tersebut di atas sampai sekarangpun masih membayangi pikiran dan perasaan saya.

Sore itu disebuah rumah kost temannya teman, saya mencoba untuk merenung, berfikir rasional, mengesampingkan rasa, mencoba melawan perasaan-perasaan negative yang sering nongol dalam benak saya tentang kalimat-kalimat tanya tersebut. Akhirnya, keputusan itupun tiba, jawaban tersebut tiba-tiba muncul dalam benak saya, bahwa saya pasti bisa, entah malaikat apa yang telah mencolek bathin saya. Sebuah tekad terbalut sebuah semangat yang berkoar dalam diri saya, bahwa saya harus berhasil. Saya harus mengabulkan keinginan orangtua saya. Akhirnya sebuah prinsip tertanam dalam diri saya, “orang berhasil bukan hanya karena takdir dari sang khalik, tetapi keberhasilan seseorang juga karena motivasi dan ikhtiar seseorang” Hal itulah yang membuat saya melangkahkan kaki, dan mengayunkan tangan dengan sebuah keyakinan bahwa saya pasti bisa, saya pasti berhasil.

Dengan penuh keyakinan dan rasa bangga, sayapun ikut dalam daftar antrian mengambil formulir UMPTN (sekarang SNMPTN) dan memilih salah satu perguruan tinggi yang ada di Makassar yaitu UNM (Universitas Negeri Makassar) (Dulu:IKIP Ujung Pandang) dengan mengambil jurusan Bahasa Inggris sebagai pilihan pertama dan Bimbingan Konseling sebagai pilihan kedua saya. Masih teringat pada waktu itu, jurusan yang saya ambil hasil dari pemikiran sendiri, dan sedikit paksaan dari orangtua untuk memilih perguruan tinggi pencetak guru.

Awalnya memang saya kurang berminat untuk menjadi seorang guru. Ada sebuah perasaan yang menggelitik di benak saya bahwa jadi guru itu susah, jadi guru itu miskin dan blablabla….lainnya. Tetapi seiring berjalannya waktu pada masa-masa kuliah, terbersit dalam benak saya, bahwa “kuliah untuk menjadi seorang guru adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia, sebuah pekerjaan yang sarat akan makna kemanusiaan”. Sejak saat itulah lakon sebagai mahasiswa dikeguruan mulai membahana dan bermakna dalam diri saya.

Riuh rendah menjadi seorang mahasiswa seolah menjadi pengobat rasa penasaran saya sebelum masuk digerbang kuliah. Suka, duka, senang dan semacamnya ,menjadi penghias perjalanan saya selama kuliah. Sampai pada semester V ( lima ) membuyarkan seluruh harapan saya waktu itu, dimana saya harus mengikuti PPL ( Program Pengalaman Lapangan ) dan saya harus meninggalkan seluruh kesenangan saya waktu itu, rambut sedikit gondrong harus dipangkas, jeans lusuh dan kaos oblong berganti dengan pakaian rapi dan kemeja.

Waktu itu , saya harus mengikuti program PPL (Penulis: Belajar menjadi guru.).SMA Negeri 3 Makassar menjadi tempat saya melakoni sebagai seorang mahasiswa PPL. Dengan modal tugas kampus, dengan sedikit kenekatan dibalut sedikit rasa pede, sayapun melangkahkan kaki memasuki kelas, sesuai kelas penempatan yang ditempatkan oleh pimpinan sekolah. Apa yang terjadi pada saat itu???, kaget, sedikit gemetar, dan bangga juga sih. mengapa tidak, karena saat itulah, moment pertama itulah, saya mendengar di telinga saya sebuah sapaan yang sedikit tabu bagi saya saat itu, sebuah sapaan yang menampakkan seseorang yang sudah tua, beruban berubah menjadi kebanggaan tersendiri. Ya, sapaan “Pak Guru” oleh siswa, seolah menjadi obat, seolah menjadi bom waktu yang selama ini menjadi buah pertanyaan dalam benak saya, tentang kesejatian seorang guru. Saya masih terkenang bagaimana saya waktu itu pertama kali masuk kelas, sapaan dan sedikit teriakan pak guru…pak guru…,keluar dari bibir siswa di kelas tersebut. itulah moment awal saya resmi dipanggil oleh siswa dengan sapaan pak guru.

Di dalam kelas tersebut, sambil berdiri, dengan kemeja putih dan celana kain hitam yang sedikit kusut, saya memandang satu persatu siswa di kelas tersebut. Bangga pasti merasuk dalam diri saya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, apakah saya harus membuka modul BK, apakah saya harus mengabsen dulu ataukah ada metode lain. Pada akhirnya yang saya lakukan adalah bercerita tentang pengalaman hidup yang penuh makna. Mata dan hati siswa seolah terhipnotis oleh cerita saya, entah itu mengharukan atau mungkin konyol, dan mungkin juga bermakna bagi siswa pada saat itu.

Di dalam benak saya, terbersit rasa bangga dan senang sekali, bahwa ternyata berhadapan dengan anak bangsa yang ada di kelas sangat menyenangkan. Mengajar dan mendidik anak- anak bangsa adalah pekerjaan yang sangat mulia. Pekerjaan yang penuh rasa bangga. Mengapa tidak, bimbingan dan didikan dari seorang guru adalah gambaran atau cermin diri sendiri utnuk menatap masa depan yang lebih baik. saya masih ingat setelah saya hampir selesai melakukan kegiatan PPL di SMAN 3 Makassar, alangkah kagetnya saya siswa-siswa bimbingan saya terharu dan menitikkan air mata ketika saya harus pamit untuk melanjutkan tugas di kampus sebagai seorang mahasiswa. Dengan berat hati, saya mengatakan kita pasti akan ketemu dek, saya meninggalkan sekolah ini, bukan berarti untuk tidak pernah kembali, tetapi percayalah kapanpun dan dimanapun Bapak akan selalu mengingat kalian, karena kalianlah yang telah memberikan pelajaran berarti bagi saya tentang hakiki sebagai seorang guru. Kalianlah yang telah mengajar saya tentang arti dan makna dari guru itu sendiri, kalianlah yang telah membentuk karakter saya menapaki pekerjaan sebagai seorang guru di kelas. Sebenarnya bukan saya yang mengajar kalian, tetapi anda semua yang telah mengajar dan mendidik saya, pungkas saya saat itu. Itulah kata-kata saya saat meninggalkan sekolah tersebut. Itulah pengalaman awal saya disapa dengan panggilan pak guru.

Penulis : Arman, S.Pd, M.Pd (SMAN 3 Majene)

Peserta Bimtek Literasi Penulisan Buku kelas Bogor

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post