ARSIAH, S.Pd. MM

Arsiah, lahir di Kota Parepare, salah satu kota di Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 5 Januari 1972. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD&...

Selengkapnya
Navigasi Web
Membangun Lingkungan Belajar dan Keluarga yang Harmonis melalui Disiplin Positif
Penerapan Budaya Positif di Sekolah

Membangun Lingkungan Belajar dan Keluarga yang Harmonis melalui Disiplin Positif

Budaya positif adalah sebuah pendekatan yang berfokus pada penguatan perilaku positif daripada hanya sekadar menghukum perilaku negatif. Dalam konteks pendidikan dan keluarga, budaya positif bertujuan menciptakan lingkungan yang aman, saling menghormati, dan mendukung pertumbuhan individu.

Prinsip-prinsip utama dalam budaya positif yakni membangun hubungan yang kuat antara guru dan murid, orang tua dengan anak, dan antar sesama anggota komunitas. Disamping dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan menantang, di mana murid merasa aman dan nyaman untuk bereksplorasi dan ketika membuat kesalahan. Serta mendorong murid dan anggota keluarga untuk berkontribusi secara positif pada lingkungan sekitar.

Setelah saya melakukan praktik baik budaya positif di sekolah dengan beberapa aksi nyata yang saya lakukan seperti :

Penerapan 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun)

Menyalami dan berterima kasih kepada guru setelah memberikan pembelajaran

Menjaga kebersihan dan keindahan sekolah secara bergotong royong

Membiasakan kegiatan literasi setiap hari 15 menit sebelum pembelajaran dimulai

Membiasakan budaya antre masuk kelas

Memberikan ice breaking untuk memfokuskan murid dalam pembelajaran

Mengingatkan tentang kesepakatan kelas

Berdoa bersama sebelum melakukan kegiatan seperti belajar dan makan bersama

Saya memperoleh dampak yang positif di antaranya, dapat :

Membangun hubungan yang kuat dengan melakukan kegiatan ice breaking, mentoring, atau kegiatan ekstrakurikuler untuk membangun hubungan yang baik dengan murid.

Menciptakan lingkungan belajar yang positif dengan menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan, memberikan penguatan, dan menciptakan suasana kelas yang inklusif.

Menerapkan keyakinan kelas dengan melibatkan murid dalam pembuatan keyakinan kelas dan secara konsisten mengingatkan serta menegakkan keyakinan tersebut.

Menggunakan segitiga restitusi agar dapat membantu murid memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan memperbaiki kesalahan dengan cara yang konstruktif.

Disamping itu sesuai dengan yang saya pahami, disamping penerapan budaya positif di sekolah saya pun menerapkannya di lingkungan keluarga. Penerapan budaya positif yang saya lakukan antara lain dengan cara:

Melakukan komunikasi yang terbuka agar dapat meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak secara terbuka dan jujur.

Menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak secara verbal dan non-verbal.

Menjadi contoh yang baik bagi anak-anak dalam hal perilaku dan nilai-nilai.

Menggunakan teknik disiplin positif seperti natural and logical consequences, serta time-outs untuk mengajarkan anak-anak tentang perilaku yang baik.

Penerapan budaya positif memiliki manfaat antara lain :

Murid dan anak merasa aman dan didukung cenderung lebih bersemangat untuk belajar.

Murid dan anak akan lebih termotivasi untuk mengikuti aturan jika mereka merasa aturan tersebut adil dan masuk akal.

Murid dan anak akan mengembangkan karakter yang positif seperti empati, tanggung jawab, dan kerjasama.

Murid dan anak akan memiliki hubungan yang lebih baik dengan teman sebaya dan guru, dan orang tua.

Bagi saya, penerapan disiplin positif di sekolah dan lingkungan keluarga merupakan investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi tumbuh kembang anak. Dengan menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung, kita dapat membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang sukses dan bahagia.

“Disiplin positif bukanlah tentang membuat anak patuh, tetapi tentang membantu mereka mengembangkan kemampuan untuk membuat pilihan yang baik.” (Jane Nelsen, penulis buku "Positive Discipline”). Karena disiplin berfokus pada perilaku, bukan pada pribadi anak. Yakni fokus pada perilaku yang tidak diinginkan dan mencari solusi bersama. Disamping kita dapat memperkuat ikatan antara orang tua dan anak, menciptakan suasana saling percaya dan menghormati. Sebagai contoh mengajak mereka untuk membuat pilihan, sehingga merasa memiliki kendali atas hidup mereka sendiri. Dengan demikian anak juga diajarkan untuk memahami perasaan orang lain dan bagaimana tindakan mereka berdampak pada orang lain. Juga mereka akan terdorong untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan belajar dari kesalahan.

Disiplin positif penting agar anak menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Disamping belajar berinteraksi dengan orang lain dengan baik dan menyelesaikan konflik secara damai. Disiplin positif juga dapat memotivasi mereka untuk melakukan hal yang baik karena mereka memahami nilai-nilai di baiknya, bukan hanya karena takut akan hukuman.

Contoh penerapan disiplin positif dalam keluarga ketika kita mengatakan kepada anak-anak,”Kalau tidak mau makan sayur, jangan main!" Lebih baik: "Ayo kita coba makan sedikit sayur dulu. Kalau habis, kamu boleh memilih mainan yang ingin kamu mainkan."

Contoh lain:"Kamu nakal sekali!" Lebih baik: "Aku melihat kamu sedang mendorong adikmu. Mendorong adik itu apakah bermanfaat? Bagaimana kalau kita ajak adik bermain bersama?"

Selengkapnya pada video berikut ini

Sementara keyakinan kelas adalah kesepakatan bersama antara guru dan murid mengenai nilai-nilai, norma, dan harapan yang akan diterapkan di dalam kelas. Keyakinan kelas ini menjadi pedoman bagi seluruh anggota kelas dalam berinteraksi dan berperilaku. Sebagai contoh saling menghormati pendapat satu sama lain, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, bertanggung jawab atas tindakan, dan saling mendukung dalam menghadapi kesulitan.

Sebuah kutipan yang dapat kita simak,"Keyakinan kelas adalah jantung dari budaya kelas yang positif. Mereka memberikan murid rasa memiliki dan tanggung jawab atas lingkungan belajar mereka."

Keyakinan kelas juga bukan sekadar daftar larangan, melainkan nilai-nilai positif yang ingin kita wujudkan di dalam kelas. Keyakinan Kelas sangatlah penting dengan alasan:

Agar murid atau anak yang ikut serta dalam membuat keyakinan kelas, dapat merasa memiliki dan bertanggung jawab atas aturan tersebut. Disamping akan lebih peduli terhadap kelas karena aturan yang ada adalah hasil kesepakatan bersama, bukan hanya perintah dari guru.

Untuk menciptakan budaya positif karena keyakinan kelas biasanya berisi nilai-nilai seperti saling menghormati, kerja sama, kejujuran, dan tanggung jawab. Ini membentuk pondasi untuk membangun budaya kelas yang positif. Dengan adanya keyakinan kelas, suasana kelas menjadi lebih kondusif untuk belajar karena setiap individu merasa aman dan dihargai.

Ketika terjadi konflik, keyakinan kelas dapat menjadi acuan bersama untuk menyelesaikan masalah. Murid belajar bagaimana menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif dan menghargai perbedaan.

Keyakinan kelas mengajarkan murid untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Murid belajar untuk mengatur diri sendiri dan mengikuti aturan tanpa harus selalu diawasi.

Contoh Keyakinan Kelas:

Kami saling menghormati pendapat satu sama lain.

Kami bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Kami jujur dalam segala hal.

Kami bertanggung jawab atas tugas dan pekerjaan kami.

Kami menjaga kebersihan kelas.

Bagaimana Membuat Keyakinan Kelas?

Ajak murid untuk berdiskusi dan memberikan ide-ide tentang nilai-nilai yang ingin mereka wujudkan di kelas.

Keyakinan kelas harus mudah diingat dan dipahami oleh semua orang.

Buatlah poster atau gambar yang menarik untuk menggambarkan keyakinan kelas.

Lakukan evaluasi secara berkala untuk melihat apakah keyakinan kelas masih relevan dan efektif.

Keyakinan kelas adalah alat yang ampuh untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan produktif. Dengan melibatkan murid dalam pembuatan dan penerapan keyakinan kelas, kita dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, dan saling menghormati di antara mereka.

Ini Keyakinan Kelas di sekolah saya yang merupakan hasil kolaborasi semua warga sekolah, termasuk orang tua murid yang sudah dibagikan ke media sosial saya.

Segitiga restitusi adalah sebuah model yang dapat digunakan untuk membantu murid dalam memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Model ini terdiri dari tiga komponen utama yakni murid melakukan tindakan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindakan mereka, murid berbicara dengan orang yang terpengaruh oleh tindakan mereka untuk meminta maaf dan memahami dampak dari tindakan tersebut, dan murid membuat komitmen untuk mengubah perilaku mereka di masa depan.

Ada pun langkah dari segitiga restitusi yakni:

Menstabilkan identitas

Langkah awal yang perlu dilakukan pada segitiga restitusi adalah menstabilkan identitas. Saat anak berbuat salah, artinya ada kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi bagi mereka. Langkah ini bertujuan untuk mengubah orang yang gagal karena berbuat kesalahan menjadi orang sukses.

Saat dalam kondisi emosional, otak tidak akan mampu berpikir rasional. Pada tahap inilah guru berupaya menstabilkan identitas anak, sehingga bisa lebih tenang dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan. Murid dapat mengakui kesalahan yang telah dilakukan. Saya menyampaikan kepada anak bahwa semua orang pernah bertindak salah, siapa pun itu. Termasuk saya sebagai guru. Sehingga dapat menstabilkan emosi dan membuatnya lebih tenang.

Validasi Tindakan yang Salah

Langkah kedua yang perlu dilakukan yakni memvalidasi tindakan yang salah. Guru berupaya memahami kebutuhan dasar yang melatarbelakangi anak berbuat kesalahan. Mengacu pada Teori Kontrol, segala tindakan manusia pasti mempunyai maksud atau tujuan tertentu, entah itu baik atau buruk.

Saat tidak mengakui anak berbuat salah, maka dia akan tetap dalam masalah. Hal yang diperlukan adalah memahami alasannya melakukan kesalahan tersebut agar anak merasa dipahami. Sehingga mereka dapat memahami dampak dari tindakannya terhadap orang lain atau lingkungan. Di sini saya menanyakan perilaku apa yang dilakukannya, apa alasannya, dan dampak perilakunya.

Menanyakan Keyakinan

Langkah ketiga restitusi yaitu menanyakan keyakinan. Teori kontrol berpendapat bahwa manusia termotivasi secara internal. Saat langkah 1 dan langkah 2 sukses dilakukan, anak akan siap dihubungkan dengan nilai-nilai yang ia percaya. Kemudian, ia berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

Saya menanyakan tentang kehidupan ke depan yang mereka inginkan. Saat mereka sudah menemukan gambarannya, saya memberinya bantuan untuk fokus pada masa depan idealnya tersebut. Mereka akan mengambil tindakan untuk memperbaiki situasi atau membuat kompensasi. Sehingga murid dapat menyadari keyakinan kelas yang telah dilanggarnya dan langkah-langkah selanjutnya yang dilakukan untuk perbaikan di masa depan.

Sebuah kutipan yang dapat kita cerna bersama, "Segitiga restitusi adalah alat yang ampuh untuk membantu murid memahami dampak dari tindakan mereka dan membuat perbaikan."

Mengapa dikatakan demikian? Alasannya :

Segitiga restitusi mendorong individu untuk mengambil tanggung jawab atas tindakannya dan mencari cara untuk memperbaiki situasi.

Proses restitusi membantu individu memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain dan lingkungan sekitar.

Dengan memperbaiki kesalahan, individu dapat belajar dari pengalaman dan menghindari pengulangan kesalahan di masa depan.

Proses restitusi membantu membangun karakter yang bertanggung jawab, empati, dan berorientasi pada solusi.

Contoh Penerapan Segitiga Restitusi:

Anak yang merusak mainan temannya, kita ajak untuk mengakui kesalahannya, memahami betapa sedihnya temannya, dan menawarkan untuk memperbaiki mainan tersebut atau menggantinya dengan mainan yang baru.

Murid yang tidak mengerjakan tugas, kita ajak untuk memahami pentingnya tugas tersebut dan mencari cara untuk menyelesaikan tugas tersebut dengan sungguh-sungguh, misalnya dengan meminta bantuan guru atau teman.

Manfaat Segitiga Restitusi:

Meningkatkan Disiplin Diri sehingga murid menjadi lebih bertanggung jawab atas tindakannya.

Memperkuat Hubungan dengan memberikan bantuan membangun hubungan yang lebih baik antara guru dan murid atau orang tua dan anak.

Menciptakan Lingkungan Belajar yang Positif dimana dapat membentuk budaya kelas yang saling menghormati dan mendukung.

Segitiga restitusi adalah pendekatan yang efektif dalam mendidik dan membimbing individu. Dengan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, kita dapat membantu individu tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam menerapkan budaya positif, memang tidak semudah yang kita bayangkan. Sebagai pendidik kita membutuhkan kesabaran dan motivasi yang tinggi demi membantu murid dalam bertanggung jawab terhadap perilaku yang dilakukannya. Serta dapat menyelesaikan sendiri masalahnya secara mandiri.

Tantangan yang dapat dihadapi dalam penerapan budaya positif antara lain :

Adanya perbedaan persepsi dalam pemahaman antara guru, murid, dan orang tua tentang budaya positif. Sehingga perlu diatasi dengan komunikasi yang baik.

Resistensi terhadap perubahan yang mana sudah terbiasa dengan sistem lama.

Kurangnya sumber daya seperti kurangnya waktu, dana, dan sosialisasi bagi guru dan orang tua. Sehingga perlu terus ada kolaborasi diantaranya dengan membangun kemitraan yang kuat antara sekolah dan orang tua.

Melibatkan komunitas lokal dalam mendukung program-program budaya positif.

Menetapkan indikator yang jelas untuk mengukur keberhasilan penerapan budaya positif.

Senantiasa melakukan refleksi untuk mengidentifikasi area yang sudah baik dan masih perlu perbaikan ke depannya.

Contoh Kegiatan dalam menerapkan budaya positif :

Di sekolah

Murid yang senior menjadi mentor bagi murid baru untuk membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan sekolah.

Circle time secara rutin di kelas untuk membangun hubungan, berbagi perasaan, dan menyelesaikan konflik.

Proyek kolaboratif secara berkelompok untuk mendorong murid bekerja sama dan saling membantu.

Papan pengumuman positif yang dapat menampilkan prestasi murid, ucapan terima kasih, dan pesan-pesan positif lainnya.

Di rumah

Menjadwalkan waktu khusus untuk berkumpul dan melakukan kegiatan bersama.

Memberikan penguatan atas hal-hal positif yang dilakukan anggota keluarga.

Mengajarkan anak-anak cara menyelesaikan masalah dengan cara yang damai.

Membiasakan membaca buku bersama-sama untuk meningkatkan literasi dan bonding.

Terima kasih semoga artikel ini memberikan manfaat bagi kita dalam menerapkan budaya positif di sekolah maupun dalam keluarga. Sehingga dapat mewujudkan murid ataupun anak yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila.

Saya telah melakukan desiminasi penerapan budaya positif melalui webinar dalam kelompok di komunitas sekolah. Termasuk melampirkan bahan tayang (PPT) yang saya gunakan untuk berbagi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

12 Aug
Balas

Terima kasih Ibu Rismalasari

12 Aug

Terima kasih Pak Sukaryanto atas motivasinya

12 Aug
Balas

Mantap Bu tetap menunggu inspirasi selanjutnya

12 Aug
Balas

Terima kasih Pak Sukaryanto atas motivasinya

12 Aug



search

New Post