Artha Kristanti

Mengajar di SMPN 5 Yogyakarta, salah satu keberuntunganku. Ditengah tengah siswa cerdas, membuat aku tidak boleh berhenti belajar dan berinovasi. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA TAK BISA MENUNGGU

CINTA TAK BISA MENUNGGU

CINTA TIDAK BISA MENUNGGU

Cuaca sore itu tidak bersahabat, langit mulai gelap, angin berhembus kencang. Sebentar lagi hujan pasti turun.“ Duer...duer..duer”, suara jendela kelas yang tertutup karena dihantam angin. Aku kaget bukan main, spontan kuhentikan kerjaanku di Laboratorium Fisika. Bergegas aku berlari kecil ke ruang guru. Sudah sepi, tidak ada orang, dengan cepat aku kemasi barang-barangku dan beranjak pulang. “Ibu, boleh aku bicara, sebentar,”suara seorang anak lirih. Aku sedikit kaget, tetapi segera bisa menguasai diri. Kutoleh anak itu ternyata Bondan. “Boleh, dong,” ayo kita duduk dulu. Aku melihat wajah Bondan siswaku kelas sembilan muram. Aku menjadi walikelasnya di saat dia kelas delapan. Dia bukan siswa yang pandai, tetapi sangat aktif dalam kegiatan OSIS. Walau wajahnya tidak tampan, banyak teman perempuan yang menyukainya. Aku heran, apa yang membuat dia sangat populer.

Ternyata Bondan sedang jatuh cinta. Dhea teman sekelasnya telah mengambil hatinya. Hemm, kembali aku akan menjadi dokter cinta. Inilah rahasianya mengapa para guru awet muda. Setiap saat selalu bersinggungan dengan cinta. ”Bu,aku tidak bisa melupakannya”,keluh Bondan. Aku tahu kegalauan hatinya. Dia ingin menunjukan rasa cintanya kepada Dhea saat itu juga. Tidak bisa menunggu sampai selesai UN. Tetapi saat itu adalah waktu yang salah untuk jatuh cinta. Karena seluruh siswa mempersiapkan UN, mereka mengikuti les baik di sekolah, di tempat bimbingan belajar maupun di rumah masing-masing. Orang tua mereka juga sangat membatasi aktivitas anaknya. Mulai dari antar jemput sendiri ke sekolah, mengurangi penggunaan ponsel pintar sampai dengan rajin berkonsultasi dengan guru-guru di sekolah. Semakin sulit bagi Bondan untuk bebas berkomunikasi dengan Dhea.

Dhea salah satu siswa terpandai yang aku miliki. Disamping cantik, dia juga ramah dan baik hati. Semua temannya menyukainya. Mungkin sudah banyak siswaku yang “menembaknya” dan aku tahu tidak ada satupun yang diterima. Apakah itu yang membuat Bondan galau?. Ingin menyatakan cinta tapi takut di tolak, jika tidak segera menyatakan cinta takut kedahuluan teman-temannya. “ Aduh, Ibu, saya harus bagaimana,”rengek Bondan, sambil memegang tanganku. Bondan kembali mengeluh tidak bisa konsentrasi belajar. Di kepalanya selalu muncul wajah Dhea. Nilai ulangnya makin buruk. Hasil Ujian Tengah Semester tidak memuaskan. Kemarahan orang tuanya memuncak, mereka kawatir Bondan tidak dapat diterima di SMAN favorit.

Aku putar otak, agar dapat meracik obat untuk sakit karena jatuh cinta. Kalau aku minta dia berhenti mencintai belum tentu prestasinya membaik. Bagaimana kalau malah makin buruk, karena stres. Kalau aku setujui untuk menyatakan cinta saat itu, bagaimana jika dia makin tidak konsentrasi belajar. Makin tidak punya waktu belajar karena sibuk pacaran jika di terima. Tetapi jika ditolak, tidak bisa kubayangkan. Aku benar benar bingung. Akhirnya aku tinggalkan Bondan sejenak, aku butuh merenung dan berdoa. Agar apa yang aku sarankan, dapat tepat sasaran.

Sip, munculah sebuah ide. Terimakasih Tuhan. Aku segera menemui Bondan untuk memberikan resep itu. Maklum aku sedang jadi dokter cinta. “Mas,” sapaku sambil menepuk pundaknya. Aku mulai menjelaskan saranku. Intinya Bondan tidak harus menyatakan cinta dengan kata-kata. Tetapi menyatakan cinta dengan perbuatannya. Aku sarankan setiap hari Bondan harus punya target belajar. Jika dia ingin meringkas materi salah satu mapel UN, maka dia harus mengopi ringkasan kemudian diserahkan ke Dhea. Jika dia ingin mengerjakan soal latihan UN, dia juga harus menulis langkah-langkahnya kemudian mengopi dan menyerahkan ke Dhea. “Bagaimana Mas,” kamu mau melakukannya. Tak terduga, Bondan siswaku yang tinggi besar itu memelukku, aku sampai kesulitan bernafas. “Terimakasih Ibu,aku akan lakukan semuanya,” janji Bondan. Aku tersenyum penuh kemenangan. Bondan tidak sadar jika nasehatku itu sebenarnya akan membuat dia belajar lebih keras. Lebih manjur dari pada nasehat orang tuanya yang menginginkan Bondan belajar agar diterima di SMA fovorit.

Waktu berlalu dengan cepat. UN sudah terselenggara dengan baik, hasilnya sudah diumumkan. Sekolahku kembali ada diperingkat satu di kota pelajar ini. Pesta perpisahan sudah diadakan secara meriah. Pendaftaran SMA sudah dibuka, siswa ku yang baru lulus sudah mulai mendaftar di SMA yang sesuai dengan Nilai UN nya. Siang itu aku melihat Bondan berjalan menemuiku. Wajahnya tak karuan, aku kaget. Dugaanku dia tidak diterima di SMA impianya. Aku sudah menyiapkan nasehat yang panjang, untuk menguatkannya. Biasanya aku akan memberi nasehat, jika ingin menggapai impian tidak harus bersekolah di sekolah tfavorit. Karena berpretasi itu bisa dilakukan dimana saja.

“Ibu, saya sedih sekali,” katanya lirih. “Dhea baru saja terlempar dari SMA impian kami,”bisiknya bergetar. Aku tahu Bondan sekuat tenaga menahan tangis. Aku ajak dia masuk Laboratorium Fisika, tempat dimana aku sering konseling dengan siswaku. Betapa besar cintanya pada Dhea. “Mas, kamu diterima di mana?” desakku. Aku penasaran,kenapa Bondan sampai sesedih itu. “Ibu kenapa justru aku yang diterima”, pecahlah tangisnya.Tangannya mengepal dan dipukulkan ke maja berkali-kali. Hatiku ikut pedih, sekuat tenaga ku tahan air mataku. Terbayang perjuangannya untuk berbagi ilmu dengan Dhea. Dari Bondan yang tidak pernah belajar karena lebih senang berkegiatan. Menjadi Bondan yang tekun belajar, bukan untuk dirinya, tetapi demi bisa memberi perhatian kepada Dhea yang dicintai. Aku jadi tahu ternyata Bondan siswa yang cerdas. Semenjak belajarnya terpacu, prestasinya meloncat jauh. Saat pengumanan kelulusan dia ada di sepuluh besar peraih rata-rata UN tertinggi. Bahkan nilai UN IPA nya sempurna “ Ibu, coba kalau aku tidak belajar sekeras ini” , sesal Bondan. “Mas, jika cinta kalian diberkati, maka pasti suatu saat kalian akan dipersatukan lagi,” bisikku padanya.

Bertahun- tahun kemudian aku menerima undangan pernikahan. Saat kubaca ternyata yang menikah Bondan dan Dhea. Di dalam undangan terlulis gelar sarja tepat seperti yang mereka cita-citakan. Tidak tahu kenapa air mataku kembali bercucuran. Hatiku menjadi sangat nyaman karena bahagia, seolah merasakan cinta sejati mereka yang terajut dengan cara yang unik. Anakku kalian telah ajarkan bagaimana caranya mencintai. “Semoga cinta kalian akan kekal selamanya”,ucapku dalam doa

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ibuuuuuu Arthaa aku jadi pengen curhat

26 Nov
Balas



search

New Post