Arwis yuliana

Mengajar di SDN. 04 Batu Payuang, Kec. Lareh Sago Halaban, Kab. Lima Puluh Kota. Sebelumnya pernah mengajar di SDN. 03 Koto Lamo, Kec. Kapur IX dan &nbs...

Selengkapnya
Navigasi Web

Aku Rindu Ibu

Aku adalah anak bungsu dari keluargaku. aku memiliki empat orang kakak. Kakak pertamaku seorang wanita yang masih kuliah di salah satu universitas di kotaku. Kakak keduaku seorang laki-laki, tamat SLTP ia tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya. Dan ia kemudian pergi ke negeri seberang untuk mencari pekerjaan. Sedangkan dua lagi kakakku juga perempuan. Yang satu sekolah di SLTA, dan satu lagi kelas VI SD. Sedangkan aku pada waktu itu duduk di kelas IV.

Ibuku adalah orang tua tunggal bagiku. Selain menjadi ibu, ia juga adalah ayah bagi kami. Ayah meninggalkan ibuku waktu aku masih duduk dikelas I. Ayah pergi menikahi gadis lain yang berada di negeri seberang. Ayah tidak pernah memberi kami nafkah semenjak dia menikah lagi. Ibulah yang berjuang untuk menyekolahkan kami. Sekali-kali kakak laki-lakiku mengirim uang untuk membantu ibu. Semakin lama biaya sekolah kami semakin besar. Sehingga ibuku menggadaikan apa yang menjadi warisannya dari orang tuanya.

Kami tetap sekolah. Akhirnya kakak tertuaku menamatkan kuliahnya. Alhamdulillah, setelah tamat kakakku langsung diterima kerja disebuah perbankan. Ada sedikit keringanan beban ibuku. Namun dalam beberapa hari, aku melihat ibuku sulit untuk berdiri. Pada waktu bangun tidur aku memperhatikan ibuku yang susah untuk berdiri. “Ibu kenapa bu?”, tanyaku padanya. “Arif, tolong bantu ibu berdiri nak”, kata ibuku sambil menyodorkan tangannya padaku. Akupun langsung membantu ibuku berdiri. Kemudian dengan pelan-pelan ia berjalan ke sumur.

Ibuku tak pernah mengatakan penyakitnya pada kami. Pada waktu aku di sekolah, aku ditunjuk oleh guruku untuk mengikuti lomba pentas PAIS tingkat kecamatan. Awalnya aku tidak bersedia, karena aku malu. Ibuku lalu memberikan semangat untukku. Ibuku selalu menemaniku dalam berlatih, walaupun ia menahan rasa sakit yang sering menderanya. Hingga berkat semangat dan dukungan dari ibuku, akhirnya aku juara I tingkat kecamatan. Dan kemudian aku mewakili teman-temanku untuk lomba pentas PAIS di tingkat Kabupaten.

Aku selalu ditemani ibuku dalam berlatih. Ibuku selalu memberi masukkan padaku. Ketika aku lupa makan karena berlatih, ibuku selalu siap untuk menyuapkan makanan untukku. sebelum aku berangkat lomba, ibuku masuk rumah sakit tak sadarkan diri. Kami bersaudara langsung menemani ibu dirumah sakit. Setelah diperiksa dokter, kakak tertuaku dipanggil untuk keruangan dokter. “Begini nak Rini, setelah kami periksa, ternyata ibumu mengidap penyakit kangker tulang. Oleh sebab itu ibumu harus secepatnya operasi”, kata dokter pada kakakku. “Saya bicarakan dulu dengan ayah dan saudara saya yang lain pak”, jawab kakakku Rini pada waktu itu.

Kakakku Rini lalu menyampaikan masalah itu pada ibu. Tetapi ia tidak menyampaikan penyakit apa yang diderita ibu. Cuma menyampaikan ibu harus di operasi. Ibuku menolak. “Rini, rasanya umur ibu tidak akan lama lagi. Buang biaya saja nanti kalau ibu di operasi. Ibu Cuma minta sama kamu Rin, jika ibu tiada nanti, tolong jangan biarkan adik-adikmu putus sekolah”, kata ibuku. Mendengar ucapan ibu yang seperti itu kami menangis bersama. Tak tau apa yang akan kami perbuat. Kemudian kakakku menelfon ayahku yang berada di negeri seberang. Katanya ia tidak bisa pulang karena tidak punya uang.

Untung ada bibi saudara ibuku. Kami tinggal bersama bibi. Aku mulai terpukul dengan keadaan ibuku yang sakit. Biasanya ibu selalu menyuapkanku bila aku sarapan pagi kesekolah. Tapi sekarang ibuku terbaring sakit dan lemas. Aku sarapan sendiri, terkadang aku sarapan dengan menyuapin ibuku. Tiba hari aku pergi lomba ke tingkat kabupaten. Sebenarnya aku malas pergi karena melihat ibuku yang semakin lemah. Tapi ibuku memaksa aku untuk pergi, ia ingin aku juara ditingkat kabupaten. Akhirnya akupun pergi mengikuti keinginan ibuku. Aku ingin ibuku bahagia. Alhasil akupun meraih juara II.

Sepulang dari sana, kuberikan hadiah yang kudapat pada ibuku. Ibuku tersenyum sambil berkata “Arif, ibu sangat bangga padamu nak. Ibu berharap kalau kamu besar nanti bisa berguna bagi saudara-saudaramu”. Akupun memeluk ibuku tanda bahagia. “Arif janji bu, yang penting ibu bisa sembuh”. Kataku padanya.

Sebulan sudah ibuku terbaring di tempat tidur. Kehidupanku mulai terasa hambar. Belaian kasih ibuku yang selama ini ku rasa sudah hampir tidak ada. Namun walaupun demikian aku masih bersemangat dalam belajar. Ibuku selalu menyuruhku belajar walaupun ia dalam keadaan terbaring. Akhirnya kakak tertuaku dilamar oleh seorang lelaki yang sudah memiliki pekerjaan yang mampan. Dia bersedia menikahi kakakku walaupun ibuku dalam keadaan sakit. Pada waktu itu pestapun dilaksanakan. Waktu pengantin tiba di rumahku, tangispun tak bisa di elakkan. Kakakku yang memakai sunting, menangis di pembaringan ibuku. Karena ibuku tak bisa lagi untuk berdiri. Semua yang datangpun menangis melihat kami, walaupun dalam keadaan berpesta.

Seminggu setelah pesta, ibuku meninggal dunia. Aku tak bisa membendung air mataku melihat ibuku terbujur kaku. Kupeluk erat tubuhnya, seakan-akan tidak rela melepasnya untuk dikubur. Akhirnya bibiku membujuk supaya aku mengikhlaskan ibuku. Kumandikan ibuku bersama saudaraku yang lain, sampai aku ikut menguburkannya. Kakiku terasa lemah tak berdaya. Semua orang sudah meninggalkan kuburan ibuku. Aku dan saudaraku yang lain masih ada disini, dikuburan ibu.

Bibiku kemudian membujuk kami untuk pulang kerumah. Dalam hati aku bertanya-tanya. Dengan siapa aku akan tinggal?. Sedangkan kakakku sudah menikah dan dibawa oleh suaminya tinggal ditempatnya. Kakakku yang kedua ada dei seberang. Dua kakak perempuanku tinggal ditempat kos. Aku bingung, sangat bingung. Akhirnya pada waktu itu aku dititip dirumah bibi oleh kakakku. Bibi memang sayang padaku. Tapi tidak seperti ibu. Bibi setiap hari pergi kerja dari subuh hingga sore. Aku tinggal dirumah sendiri. Hingga akhirnya nilaikupun merosot.

Ibu guru memanggil bibiku untuk membahas masalahku akhir-akhir ini. Tapi bibiku angkat tangan karena tingkahku. Aku semakin tidak bisa diatur. Aku merasa terombang-ambing dalam kehidupan. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Aku yang biasa dimanja kini harus bisa hidup mandiri.

Ibu... aku rindu padamu, walaupun aku masih kecil. Aku tau engkau sangat berarti dalam hidupku. Tanpamu ibu, aku tak berarti. Maafkan daku ibu, yang belum bisa menjadi anak berbakti. Sering aku mendengar ibu guru bercerita. Tentang pengabdian seorang anak pada ibunya. Aku ingin seperti itu. Aku ingin ibuku bahagia. Tapi aku tak bisa lagi melihat wajah ibuku. Ya Allah.. terimalah ibuku disisimu, aku akan berusaha tidak akan nakal lagi. amiin

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post