ARY ARIEQ

Membaca adalah Hobby ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Siapkah PAUD Menyiapkan Anak Siap Sekolah (bagian 2)

Siapkah PAUD Menyiapkan Anak Siap Sekolah (bagian 2)

Apakah Baca Tulis Hitung (Calistung) sudah cukup mempersiapkan anak masuk sekolah?

Berbicara mengenai Calistung di PAUD seperti lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya. Bagaimana tidak, ketika tidak diajarkan, PAUD tersebut dikatakan tidak bonafide karena setelah lulus dari PAUD banyak siswa yang belum menguasai ketrampilan Calistung.

Sedangkan masuk ke SD guru kelas 1 tidak peduli lagi apakah siswanya bisa Calistung atau tidak yang jelas buku paket sebagai pengantar belajar harus tuntas.

Selain itu orang tua yang putra-putrinya belum menguasai ketrampilan Calistung sampai dengan usia 6 tahun sudah sangat gelisah. Menuntut pada guru PAUD untuk memberikan les Calistung di luar jam mengajar. Bahkan ada yang secara terang-terangan menarik anaknya dari PAUD untuk didaftarkan pada kursus Calistung yang ada. Hal ini dikarenakan rasa khawatir yang begitu mendalam untuk menyiapkan putra-putrinya masuk ke jenjang SD.

Menjamurnya kursus Calistung membuat lembaga PAUD ketar-ketir juga, karena semakin hari mengancam lembaga tersebut kekurangan siswa dan akhirnya tutup. Lalu alih-alih memenuhi kebutuhan orang tua yang menginginkan agar putra-putrinya lebih cepat menguasai ketrampilan Calistung, gurunya pun diminta agar memberikan ketrampilan tersebut bagaimanapun caranya.

Ada yang memberikan materi tambahan atau les Calistung di luar jam mengajar. Ada pula yang mengajarkan secara langsung dengan mendrilling setiap hari. Bahkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) diabaikan. Dan sudah bukan rahasia lagi. Yayasan lembaga pun ketika menerima lowongan kerja sebagai guru persyaratan dicantumkan “menerima guru Calistung” ini yang harus diluruskan.

Ibu Dini Ameliawati Kepala KB dan TK Asaloka Jakarta, mengatakan masih ada kok PAUD yang mengajarkan Calistung secara benar. Pemelajaran baca, tulis, dan hitung di pendidikan anak usia dini bukan hal terlarang apabila diterapkan secara benar sesuai prinsip tumbuh kembang anak. Fokus pemelajaran ditujukan kepada pengembangan minat belajar, kegemaran membaca, dan kemampuan memahami makna cerita maupun teks, tidak sekadar melafalkan bunyi kata. Banyak orang tua yang menginginkan agar putra putrinya lebih cepat menguasai ketrampilan Calistung ini, tetapi di awal masuk sekolah ini saya sudah menyamakan visi saya dengan orang tua. Yaitu tidak memaksakan anak untuk belajar Calistung.

Permasalahan yang dikemukakan oleh guru-guru PAUD adalah kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 untuk PAUD yang menekankan agar anak bermain sambil belajar. Perkembangan motorik, afektif, sosial, dan kognitif harus berjalan beriringan guna mengembangkan pemahaman anak terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. Guru-guru menerapkan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) sebagai bagian dari pendidikan yang holistik, bukan konservatif seperti memaksa anak untuk duduk, menghafal huru, angka, dan menuliskannya.

Salah satu pendiri PSPK yang juga pakar pendidikan, Itje Chodidjah, menjelaskan penelitian PSPK di SD-SD di Batu dan Probolinggo, Jawa Timur. “Anak-anak yang diajar calistung konservatif ketika PAUD dan TK memang pada awal masuk SD tampak pintar dan menguasai materi pelajaran. Tetapi, ketika melanjutkan di kelas III, mereka mentok,” tuturnya.

Ia menerangkan, anak-anak tersebut lancar melafalkan kata dan kalimat. Setelah itu, mereka diminta membaca paragraf singkat. Walaupun dalam pelafalan tidak masalah, mereka ternyata tidak mengerti isi paragraf tersebut. Hal ini karena calistung konservatif hanya memerhatikan kemampuan lisan anak, bukan mengembangkan pemaknaan. Anak-anak yang dipaksa belajar calistung konservatif pada usia dini akan mencapai titik jenuh lebih awal sehingga sukar melanjutkan ke materi yang lebih kompleks.

Belajar Calistung yang Menyenangkan

Kepala PAUD Bintang di Jakarta, Rosalina Sinaga, membagi pengalamannya mengajar calistung kepada anak-anak. Caranya ialah mengemas semua ke dalam permainan. Dimulai dengan membuat ruang kelas yang secara visual merancang anak, misalnya abjad A diasosiasikan dengan gambar benda-benda berawalan huruf itu.

Pemelajaran kata dilakukan dengan meminta anak menggambar atau pun membuat prakarya. Setelah itu, guru mengajak anak berdiskusi bentuk dan nama benda yang mereka buat serta komponen abjadnya.

Prinsip calistung terintegrasi dan menyenangkan juga dilakukan oleh Reading Bugs, sebuah komunitas membaca nyaring. Mereka melatih orangtua dan guru agar rutin membacakan buku untuk anak-anak dengan suara nyaring dan jika bisa menggunakan berbagai nada dan ragam suara untuk mengekspresikan tokoh yang berbeda-beda dalam cerita.

“Kami menemukan bahwa minat anak belajar membaca adalah karena setiap kali melihat buku selalu memunculkan ingatan positif orangtua dan guru mendongeng untuk mereka. Buku bukan hal yang menakutkan bagi anak,” kata Ketua Komunitas Reading Bugs Roosie Setiawan.

Kebiasaan dibacakan secara nyaring ini memicu anak untuk mencari sendiri bahan-bahan bacaan baru dan mulai membaca mandiri. Orangtua dan guru bertindak sebagai pengawas guna memastikan materi tersebut layak untuk usia anak.

Dalam diskusi itu, peserta yang merupakan guru-guru SD negeri menjelaskan bahwa dengan sistem zonasi tidak ada lagi ujian masuk SD, termasuk calistung. Syarat masuk SD adalah usia anak pada tahun pelajaran itu genap 7 tahun, berdomisili di sekitar sekolah, dan memiliki surat keterangan sudah atau pun belum diimunisasi.

Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo mengatakan, dari segi kebijakan pemerintah sudah semakin membaik karena semakin banyak yang mengimbau guru untuk mengembangkan kreativitas dalam mengajar dan mencari materi pemelajaran. Tantangan nomor satu ialah mengajak semua guru untuk mengubah persepsi mengenai belajar tidak lagi menghafal, melainkan mengembangkan nalar dan wawasan secara terintegrasi di semua jenjang sekolah.

Endang Mulyani Putro guru TK dari Surabaya mengatakan mendidik anak di PAUD itu ibaratnya kita menanam biji kedelai. Rawatlah sampai mempunyai akar yang kuat, jangan memaksakan untuk segera dicabut. Pupuk dan siramlah dengan baik dan benar agar menghasilkan biji kedelai yang istimewa. Agar bisa diolah menjadi kecap yang nomer satu meskipun tidak diberi label nomer satu.

Cikeas Hilir 19 Mei 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul Bu Ary, keinginan orang tua usia PAUD agar anaknya segera mahir calistung dengan masuk kursus calistung menjadikan anak kehilangan sebagian waktunya yang seharusnya untuk bermain. Mantap ulasannya. Barokalloh

19 May
Balas

Terima kasih bu Surip

19 May

Subhanallah keren. Paparan komprehensif tentang calistung.sukses selalu dan barakallahu fiik.

19 May
Balas

Terima kasih but doktor... Mohon bimbingannya

19 May

Setuju kuadrat Bu...Pembelajaran calistung di PAUD dikemas dengan cara yang sesuai dengan tumbuh kembang anak.. Ulasan yang mantap...Sukses Bu Ary...

19 May
Balas

alhamdulillah terima kasih sukses juga buat bu Rini

19 May



search

New Post