Asep Saefur

Menulis adalah berkomunikasi dengan rasa. Menulis adalah ungkapan rasa tak bertepi. Tak ada batas ruang. Tak ada batas waktu. Menulis adalah berkomunikasi a...

Selengkapnya
Navigasi Web

KETIKA PR DIHILANGKAN

Mendikbud Muhadjir Effendy, telah menetapkan untuk menghapus PR. Bahkan ketika siswa membawa bacaan ke rumahnya yang dinilai Muhadjir hal yang bagus, beliau tetap berpesan agar tidak boleh menjadi beban. (Tribun News. Kamis, 6 Oktober 2016)

Beragam tanggapan terkait kebijakan ini terus mengemuka. Dan realitasnya di sekolah guru masih tetap senang memberi PR.

Lalu mengapa PR harus dihapuskan?

1. Beban belajar anak sudah teramat berat.

Hampir bisa dipastikan bahwa setiap orang apapun jabatan dan kedudukannya jika ditanya tentang muatan kurikulum pastilah akan mengatakan terlampau berat. Di negara lain mata pelajaran tidak sebanyak di Indonesia, namun pendidikan mereka tetap maju bahkan jauh lebih berkualitas.

Semua sadar, setiap guru juga sangat menyadari akan hal ini. Namun aneh bin ajaib, ketika Bapak menteri meminta guru untuk tidak memberi PR saja banyak guru yang menentang dan hingga kini masih terus sibuk memberi beban tugas yang harus diselesaikan di luar jam sekolah. Lalu bagaimana pula tanggapan para guru kalau secara total mata pelajarannya dihilangkan?

2. Siapa bilang pelajaran yang saya ampu itu penting?

Semua mata pelajaran memang penting, karena jika tidak sudah lama mata pelajaran kita akan dihapus dari kurikulum.

Namun apakah apakah mata pelajaran kita memang penting untuk semua orang?

Tidak semua orang harus pandai Fisika, Kimia, Sosiologi atau Ekonomi. Seseorang memang harus ahli pada mata pelajaran tertentu, namun cukuplah mengerti atau bahkan sekedar tahu pada mata pelajaran lainnya.

Apakah seorang pemain bola harus pandai bermain basket? Sekedar bisa mungkin perlu, tapi menjadi ahli buat apa? Demikian pula seorang ahli ekonomi pastilah harus pandai berbahasa, akan tetapi tidak harus menjadi ahli bahasa.

Apakah dalam benak kita, ketika kita mengajar memandang anak harus menguasai mata pelajaran yang kita ampu secara paripurna?

“Tapi itukan tuntutan kurikulum,” mungkin kita menjawab demikian. Tapi benarkah tuntutan kita itu sesuai kurikulum?

Setidaknya kita patut menyadari bahwa tidak semua mata pelajaran akan berguna bagi sebagian besar anak. Jikapun mata pelajaran kita memang berguna, maka yakinlah tidak semua materi pelajaran yang kita sajikan benar-benar akan berguna.

Lalu harus bagaimana?

Yang harus kita jamin adalah anak sungguh-sungguh mempelajari materi yang kita sajikan. Tak penting anak akan menguasai atau tidak. Namun tetap ada standar minimal untuk menjamin bahwa anak-anak telah belajar dengan baik.

3. Optimalkan 45 menit di ruang kelas

42 jam pelajaran bukanlah hitungan yang sedikit. Dengan sistem pembelajaran 5 hari kerja, mereka terpaksa belajar di dalam kelas hingga pukul 15 sore. 10 jam pelajaran atau sekitar 8 jam kerja. Apa masih harus lebur?

Oh ya, kita juga harus ingat bahwa mereka pun harus mengembangkan potensi dirinya. Melalui kegiatan ekstrakurikuler ataupun sanggar-sanggar di luar sekolah. Bahkan merekapun memiliki hak untuk bermain bersenang-senang.

Walaupun ini bukan kepentingan kita, tapi tak salah jika kita mengingatnya pula bahwa banyak orang tua yang memaksa anaknya untuk ikut Bimbel. Bertambahlah beban berat anak-anak kita.

Maka, jangan salahkan anak jika mereka kemudian mengalami kejenuhan yang luar biasa dan berujung pada apatisme terhadap pembelajaran.

Mereka baru mau “belajar” jika gurunya “menyenangkan”. Maaf, sengaja menggunakan tanda petik dua karena yang dimaksud dengan belajar adalah memperhatikan guru bukan materi pelajaran. Yang dimaksud menyenangkan adalah bukanlah mempelajari materi pelajarannya tetapi lebih pada humornya, permainannya, dan unsur-unsur yang menyenangkan lainnya.

Jadi, masih keukeuhkah kita untuk menambah jam pelajaran di luar jam sekolah melalui PR dan tugas-tugas lainnya? Bayangkan jika setiap guru memberi PR usai pembelajaran di kelas, terbayangkah oleh kita berapa jam lagi yang harus anak-anak sediakan untuk belajar di luar jam sekolah?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Betul sekali Bu. Hanya saja kita sering curiga, tak percaya diri, serta ketakutan-ketakutan lain yang sering kali belum terbukti. Terima kasih sudah atas komentarnya.

23 Dec
Balas

Aturan yang telah digelontorkan tentu sudah melalui pertimbangan, walau tetap belum memberikan solusi terbaik. Namun mengikutinya dengan bijak merupakan solusi cepat dalam bersikap. Sukses selalu dan barakallah

23 Dec
Balas



search

New Post