MITOS DAN KERAJAAN-KERAJAAN BARU
Mitos adalah sistem simbol-simbol kultural yang dapat membangkitkan loyalitas seragam pada sebuah masyarakat, baik berifat horizontal lintas tempat ataupun secara vertikal lintas antarkelas (Anderson, 2018: 10).
Pada masa lalu, kerajaan-kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu Budha serta Islam menciptakan mitos-mitos untuk mewujudkan cita-cita, menjaga eksistensi dan loyalitas rakyatnya. Pada kerajaan Hindu Budha terdapat mitos raja sebagai titisan Dewa atau memiliki karakter yang sama dengan Dewa tertentu (konsep dewa-raja). Pada masa kerajaan-kerajaan Islam pun terdapat sebagian para sultannya yang mengenakan atau menyematkan gelar khalifatullah, khalifaturrasul.
Beberapa mitos yang muncul atau didasarkan pada kerajaan-kerajaan kuno dahulu ternyata masih diyakini dan dipegang teguh oleh sebagain masyarakat hingga ini. Beberapa diantaranya yaitu keagungan dan kejayaan kerajaan Majapahit. Selain itu Perang Bubat antara Majaphit dan Pajajaran juga menjadikan munculnya mitos larangan pernikahan antara keturunan Sunda dan Jawa.
Mitos tidak hanya terkait dengan hal-hal yang tradisional atau kuno. Mitos juga tumbuh pada masa perjuangan kemerdekaan seperti “Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun (3,5 abad)”. Mitos ini sangat melekat dalam benak sebagian masyarakat dan diajarkan kepada peserta didik dalam pembelajaran di sekolah.
Jika mitos lamanya penjajahan ini benar, maka Belanda telah menguasai dan menjajah Indonesia 350 tahun sebelum 1942 (ketika Belanda menyerah kepada Jepang) yaitu pada tahun 1592. Padahal Cornelis de Houtman, pelaut Belanda yang menemukan jalur pelayaran dari negerinya ke pusat rempah-rempah (baca: musantara), baru tiba dan berdagang di Banten pada tahun 1596 dan VOC didirikan pada tahun 1602.
Harus dipahami pula bahwa Belanda menguasai nusantara (Indonesia) tidak serentak atau sekaligus. Sultan Aceh bahkan baru menyerah kepada penjajah Belanda pada 1903. Jadi tidak mungkin dapat dikatakan bahwa mitos 350 tahun ini benar. Namun sebagaimana layaknya karakteristik mitos, sebagian besar masyarakat Indonesia meyakini “Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun” sebagai kebenaran.
Pada masa revolusi, disamping dikenal sebagai Proklamator dan orator ulung, presiden Sukarno mencitrakan diri sebagai pemimpin yang gagah, berwibawa dengan mengenakan simbol-simbol kebesaran seperti pakaian ala militer beserta kelengkapannya dan sebagainya. Hal ini kemudian bagi sebagian masyarakat Indonesia memitoskan beliau sebagai Ratu Adil, putera sang fajar, pemimpin agung dan sebagainya. Bahkan yang paling bombastis ialah beliau dianggap memiliki kekuatan gaib, memiliki harta terpendam yang sangat banyak di dalam maupun luar negeri dan lebih anehnya ada sebagian masyarakat yang menggap beliau masih hidup hingga kini.
Pada masa sekarang mitos politik juga masih dipercaya oleh sebagian masyarakat, seperti “enakan jaman ku toh ?”, bahkan mantan gubernur Jakarta yang sekarang menjadi komisaris utama salah satu BUMN pun bagi sebagian pendukungnya dianggap sebagai “paling anti korupsi” dan “Ratu Adil” di tengah berbagai persoalan bangsa.
Memang harus diakui bahwa sebagian masyarakat kita masih mempercayai adanya sosok Ratu Adil (sosok dalam mitos) yaitu pemimpin yang akan menjadi penyelamat, dan akan membawa keadilan serta kesejahteraan bagi masyarakatnya serta hal-hal lainnya yang berbau klenik.
Mitos Kerajaan Baru
Kerajaan-kerajaan baru (baca: palsu) menggunakan mitos-mitos yang telah ada dan dikaitkan dengan berita bohong (hoaks). Mitos-mitos tersebut disampaikan untuk memberikan sugesti kepada korbannya tanpa diiringi fakta yang otentik agar korbannya percaya dan menjadi pengikutnya dengan loyalitas tinggi.
Mitos-mitos tentang kebesaran masa lalu seperti kejayaan Majapahit dikaitkan dengan hoaks tentang pengembalian kekuasaan Amerika Serikat kepada pewarisnya di Indonesia (Keraton Agung Sejagat). Mitos kebesaran Alexander Agung dikaitkan dengan hoaks daftar ulang negara-negara, pembentukan PBB dan Pentagon di Bandung, Tarumanegara, Pajajaran, bom atom Hiroshima dan Nagashaki dan sebagainya. Mitos kebesaran sosok Proklamator Indonesia dikaitkan dengan hoaks tersimpannya harta dalam jumlah yang sangat banyak di luar negeri dan mampu untuk melunasi seluruh hutang-hutang Indonesia serta menggaji para pengikutnya.
Sebenarnya jika kita berfikir kritis dan mengamati fakta-faktanya yang ada maka semua pernyataan-pernyataan tersebut adalah bohong, palsu, tidak masuk akal dan konyol. Tidak mengherankan jika sebagian masyarakat yang berfikir kritis dan rasional kemudian membuat banyolan-banyolan, meme, satire dan mengedit video yang memuat tokoh-tokoh kerajaan-kerajaan palsu.
Namun, yang harus dipahami ialah tidak semua masyarakat Indonesia mampu berfkir kritis dan rasional. Di tengah berbagai himpitan dan dinamika hidup masyarakat dewasa ini dan kepercayaan tehadap mitos Ratu Adil, penyampaian berita bohong (hoaks) berbalut mitos akan mendapatkan atensi yang baik bagi sebagian orang. Terlebih tokoh-tokoh kerajaan-kerajaan baru tersebut kerap menyampaikan orasi-orasi serta janji yang mengagumkan, menggiurkan dan membuat sebagian orang tersugesti. Mereka juga kerap mengenakan pakaian-pakaian yang penuh atribut ala militer serta kerajaan-kerajaan luar negeri yang necis lengkap dengan atribut-atribut dan simbol-simbol (terkadang klenik) lainnya untuk menampilkan kewibawaan dan kegagahan.
Alhasil kerajaan-kerajaan baru (baca: abal-abal) tersebut memiliki pengikut yang tidak sedikit. Mereka rela menyerahkan sejumlah uang atau harta lainnya, membeli suatu pakaian khusus sebagai identitasnya dan sebagainya karena terbius oleh iming-iming mendapatkan keuntungan finansial lebih banyak daripada yang telah dikeluarkan.
Penutup
Harus diakui bahwa sebagian masyarakat Indonesia yang masih percaya mitos. Kepercayaan masyarakat ini kemudian mendorong oknum-oknum tertentu untuk memafaatkannya dan menjadikannya sebagai alat untuk meraih keuntungan pribadi, bertindak kriminal dan meresahkan masyarakat karena dikaitkan dengan berita bohong (hoaks).
Pada satu sisi, mitos sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun di sisi lain mitos juga menjadi penghambat pembangunan, serta pesatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita patut tetap berfikir kritis terhadap berbagai fenomena masyarakat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar