Asih Lestari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pasung Hati, Amelia.

Pasung Hati, Amelia.

Saat ini, aku masih disini. Sendiri.

Berteman dengan penyesalan yang begitu menyesakkan dada. Tak terasa sepuluh musim telah berganti. Kemarau hilang disapu hujan, kering kembali diterpa panasnya mentari. Namun aku belum juga bisa melepaskan segala beban yang aku rasa.

Segalanya bermula, ketika Tono sahabatku datang mengantarkan undangan pernikahan darimu, gadis pujaanku. Lemas seluruh persendianku, kelu rasanya bibir ini hingga tak sepatah katapun terucap. Hanya tatapan nanar penuh penyesalan.

“ Sabar ya, Mas. Allah pasti sudah menyiapkan jodoh terbaik untukmu “ , hibur Tono sambil menepuk bahuku.

Aku tak sanggup menjawab, hanya anggukan penuh kepedihan untuk mengiyakannya.

Tono tahu pasti betapa pedih hatiku, karena ia tahu bahwa dua hari lagi aku dan kedua kakakku akan datang ke rumahmu untuk mengkhitbahmu. Namun ternyata semua telah terlambat. Aku tahu semua ini kesalahanku, kesalahanku karena terlalu pengecut untuk datang kepada orang tuamu. Tak ada yang salah pada dirimu. Bahkan, kau pun tak tahu bila aku menyimpan rasa yang begitu besar padamu.

Amelia, Kau memang begitu istimewa. Memilih menjadi orang yang asing. Berbeda dengan gadis kebanyakan. Disaat mereka dengan bebasnya bergaul dengan lawan jenis, Kau sebaliknya. Teguh menjaga kehormatan seorang wanita. Kelemahlembutan sikapmu mampu meruntuhkan keangkuhan hatiku. Ketegasan dan keteguhanmu dalam menggenggam prinsip membuatku semakin ingin memilikimu.

Ah...semakin aku ingin melupakan, semakin kuat ingatanku kepadamu. Dan semakin sesak hati ini dengan penyesalanku.

* * *

“ Imam “, suara lembut ibuku membuyarkan lamunanku.

Dalem, Bu “ , jawabku singkat.

“ Tadi Ibu ketemu Bu Tuti, beliau menanyakan lagi tentang tawarannya tempo hari. Ibu bingung harus menjawab apa?" Ibuku berkata lembut sambil duduk di sampingku.

“ Aisyah gadis yang baik, Imam. Ia juga seorang dokter muda, sholehah. Apa yang kamu tunggu lagi?” Lanjutnya. ” Sudahlah, sekarang saatnya kamu bangkit. Tak ada gunanya membenamkan dirimu dalam masa lalu. Jangan dzolimi dirimu sendiri. “

“ Imam belum bisa, Bu.” Jawabku diikuti dengan hembusan nafas yang dalam. “ Imam tidak ingin menyakiti calon istriku, Bu. Ragaku bersamanya, tapi hatiku masih terikat dengan masa laluku.”

“ Sampai kapan, Nak?”, tanya ibuku penuh rasa iba.

“ Sampai Imam ikhlas dan siap melepaskannya “ Jawabku singkat.

“ Ya ..sudahlah, kau sudah dewasa. Pikirkanlah kembali keputusanmu itu.”, ucapan ibuku sambil beranjak meninggalkanku masuk ke dalam rumah. Mungkin beliau jengkel dengan jawabku.

Maafkan Imam,Bu.

* * *

Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Solo untuk mengiukuti pelatihan Literasi yang diadakan oleh Kemdikbud. Aku sangat bersemangat untuk mengikuti pelatihan ini, disini kami akan dipandu sampai menghasilkan satu buku. Hal yang baru untukku.

Setiba di Bandara Adi Soemarmo, aku langsung naik taksi menuju hotel tempat pelatihan. Semuanya berjalan lancar. Ketika sedang duduk santai di kamar hotel, aku teringat buku petunjuk pelatihan yang diberikan oleh panitia ketika registrasi tadi. Aku buka setiap lembar, ku baca sekilas.

“ Amelia Kartika Sari, M.Pd. “, mataku terbelalak, jantungku berdebar kencang. Saat aku membaca nama tersebut tertulis di daftar peserta pelatihan. Nama yang sangat ku rindukan. Seketika perasaanku campur aduk. Tak terkatakan.

Ah... bagaimana nanti? Aku harus bagaimana? Aku bingung.

Tanpa aku sadari, aku lebih banyak termenung memikirkan pertemuanku dengan Amelia, sesekali aku tersenyum sendiri. Setelah itu bingung kembali. Persis seperti remaja yang akan bertemu dengan gadis yang disukainya.

Untunglah dibalik segala kebingunganku, aku masih punya kesadaran bahwa Amelia adalah wanita terhormat yang sudah bersuami.

Menjelang acara pembukaan, aku mengambil air wudhu untuk menenangkan diri. Dag..dig..dug... semakin mendekati aula tempat pembukaan, semakin kencang detak jantungku. Ku coba sekuat tenaga mempertahankan ekspresi wajahku agar telihat tenang. Sengaja aku mengambil tempat duduk di barisan belakang, dekat dengan pintu masuk. Agar pandanganku leluasa mengamati seluruh ruangan.

Aku duduk dengan perasaan gusar, tak tenang. Tanpa kusadari tanganku gemetaran, telapak tanganku basah oleh keringat, sampai-sampai kertas yang ku pegang menjadi basah.

Lima menit.., sepuluh menit... sampai seperempat jam berlalu. Ruangan semakin dipenuhi oleh peserta pelatihan. Aku masih belum juga bisa menemukan sosok yang aku cari. Setengah jam kemudian, seluruh peserta telah memasuki ruangan dan acarapun dimulai. Aku masih belum juga menemukannya. Ada 200 peserta di ruang tersebut, mungkin terlalu banyak jadi aku sulit melihatnya. Atau ia tidak datang? Ah... membayangkan kemungkinan yang terakhir tadi membuatku lemas, terbesit rasa kecewa di dalam hatiku.

Selesai pembukaan aku langsung menuju kamar. Aku tidak ikut teman-teman berjalan-jalan di sekitar hotel untuk menikmati suasana malam di kota Solo. Aku tidak tertarik. Dan malam ini, sudah dapat dipastikan aku tidak bisa tidur.

***

Setelah semalaman tidak bisa tidur, pagi ini ku awali dengan sarapan pagi di resto yang ada di hotel tersebut. Sebenarnya aku tidak selera makan, tapi mengingat padatnya kegiatan hari ini aku memaksakan diri untuk mengisi perut.

“ Assalamu’alaikum, Mas Imam “,

Aku mendengar suara lembut menyapaku dari belakang. Aku masih ingat suara itu. Suara pujaan hatiku, Amelia. Hatiku berdesir. Jantungku berdegup kencang.

“Assalamu’alaikum.”

Kudengar ia mengulang salamnya kembali. Kukumpulkan keberanian, kuhadapkan badanku ke arahnya seiring dengan hembusan nafas panjangku.

“Wa’alaikum salam”, hanya itu yang mampu kuucapkan.

Dialah Amelia, seorang wanita yang selama ini memasung hatiku. Hingga aku tak mampu beranjak sedikitpun.

Setelah sekian lama ia tak banyak berubah, masih seperti yang dulu. Amelia gadis berjilbab lebar, bertutur kata lembut dan keibuan.. Masih sama.

Saat itu kami hanya sebatas saling menanyakan kabar masing-masing. Tak ku lihat sedikitpun rasa canggung dalam dirinya. Karena memang ia tidak tahu apa yang aku rasakan. Yang dia tahu hanyalah, saat ini ia bertemu dengan seniornya saat kuliah dulu. Senior yang dihormatinya. Dan tentu ia merasa sangat senang. Sedangkan aku...

Selepas pertemuan itu, aku lebih banyak menjaga jarak dengan Amelia. Aku tidak ingin semakin meracuni hatiku. Ia sudah menjadi milik orang lain. Itu saja, yang selalu ku camkan dalam hati.

Kebetulan Pak Roni, temanku satu kamar adalah rekan satu kabupaten Amelia. Dari Ia aku tahu banyak hal tentangnya. Sekarang Amelia adalah seorang Guru Berprestasi mewakili Provinsi tempat tinggalnya. Ia banyak menginspirasi rekan-rekan sejawatnya karena prestasi dan kepribadian yang dimiliki. Aku tidak heran mendengar semua cerita dari pak Roni, karena sejak dulu Amelia memang seorang yang istimewa untuk rekan-rekannya. Suami Amelia dalah seorang dosen di salah satu perguruan Tinggi ternama di Surabaya. Prestasinya tak kalah tinggi dibandingkan istrinya. Amelia sekarang mempunya dua orang buah hati, yang cantik-cantik. Aku tahu dari foto profil WA milik amelia di grup pelatihan. Sungguh keluarga yang bahagia.

***

Hari terakhir pelatihan diisi dengan presentasi dari perwakilan peserta. Dan Amelia menjadi salah satunya. Aku memperhatikannya dari tempat dudukku. Sejak pertemuan di ruang makan, aku banyak merenung.

Selama ini, aku menjalani hari-hari dengan penuh kekhawatiran. Aku khawatir Amelia tidak bahagia. Aku khawatir suaminya tidak bertanggung jawab.. Aku khawatir segala hal tentang Amelia.

Tapi kini seluruh kekawatiranku terpatahkan.

Aku tahu. Sekarang ia memiliki kehidupan yang baik, keluarga yang bahagia, dan suami yang bertanggung jawab.

Aku merasa sekaranglah saatnya aku melepaskanmu dari hatiku. Sekaranglah saatnya aku keluar dari belenggu ini. Sekaranglah saat yang tepat untukku menapaki kehidupan yang baru. Melangkah dengan penuh keyakinan, tanpa bayang-bayang masa lalu.

Aku ikhlas melepasmu, Amelia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan nya ...keren bunda. Subhanallah, hati ku oh hati mu. Muach.

24 Aug
Balas

Terimakasih mb sofi.... Muaaaaachhh...

24 Aug

Waaaaaw, dahsyaaaat! Skrg nggak terpasung lagi he.. He.. He... Tulisannya juga berlariiiii.... Kereeeen!

23 Aug
Balas

Sudah bebas lepas teh... hi..hi.. Terimakasih kasih teh mimin, salah satu motivator sejatiku..

23 Aug

Wow keren cerpennya dek, halus menyentuh, alurnya juga bagus, lanjutkan dek, sangat menginspirasi, kenangan yang tak bisa dilupakan...

23 Aug
Balas

Banyak belajar dari tulisan-tulisan teh dati... sampai akhirnya berani juga nulis cerpen... :-)

23 Aug

Keren Bu cerpennya

25 Aug
Balas

Terimakasih bu... Sudah berkenan mampir

25 Aug

Aduuuh Aku kok ikut deg2an membacanya, seperti ikutan ada dalam cerita. Ups

24 Aug
Balas

Terimakasih mb wid....

24 Aug

Keren bisa nulis panjang ya.

23 Aug
Balas

Terimakasih pak yudha... Semoga tulisannya tidak membosankan..

23 Aug

Bagus mbak...aku suka....

24 Aug
Balas

Terimakasih mbak wiwik...

24 Aug

luar biasa

23 Aug
Balas

Terimakasih bu badriah...

23 Aug

Wow....kereƱ.... #korban tikungan ga ya ..

24 Aug
Balas

Jalannya lurus bu... jadi tidak ada tikungannya... hi...hi...

24 Aug

Memori saat bersama Amel. Jadi kenangan ... sip.

23 Aug
Balas

Saya baru belajar menulis cerpen pak... Terimakasih kasih sudah berkunjung....

23 Aug



search

New Post