Aslin nuraini, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Cacatmu Sempurnakanmu

Dia dilahirkan normal, tidak bisu, tuli, atau buta. Wajahnya lumayan, mirip anak pesisir pada umumnya. Ada satu hal yang membuatnya berbeda, jari. Ya! Jari kaki maupun tangan, dia tak punya. Kakinya panjang sebelah, satu semata kaki, yang sebelah kanan hanya seujung betis. Keadaan tangannyapun tak jauh berbeda. Hingga saya harus kosul ke Kepala UPT pendidikan ketika akan mengambil cap tiga jari untuk ijasahnya. Noval Ari Budianto, nama siswa saya.

Dia adalah siswa paling istimewa di kelas VI. Mengapa? Caranya berjalan, pincang. Tapi dia sanggup melaksanakan senam pagi tanpa duduk hingga musik usai. Dia juga jago berenang, meski gayanya tak seperti teman kebanyakan. Tulisan tangannya cukup bagus, mampu menganyam kertas dengan baik, bahkan memasukkan benang ke dalam jarum bisa dia lakukan,walau tanpa jari tangan! Oh ya, sekedar informasi, selama belajar di sekolah kami, hanya Noval yang kami ijinkan bersekolah tanpa sepatu atau alas kaki. Karena memang tak ada ukuran dan bentuk sepatu yang sesuai untuk kakinya.

Noval memang bukan peraih nilai terbaik di kelas, tapi ketabahannya menghadapi keterbatasan fisik jauh melampaui kemampuan nalar saya, kegigihannya melawan rasa takut mencoba hal yang tak mungkin dan semangatnya menempa diri menjadikannya pribadi yang tangguh dan istimewa. Semua yang dimilikinya mematahkan asumsi dan teori bahwa ketidaksempurnaan adalah cacat. Dia adalah murid saya yang cacat tapi sempurna.

Sebenarnya jika kita mau jujur,banyak manusia normal yang lebih “cacat” dalam kesempurnaannya. Mereka merasa tak mampu melakukan sesuatu yang belum mereka coba, bukan karena tak mampu, tapi karena takut. Takut memulai, takut gagal, takut rugi, takut dicemooh, dan segerombolan takut lainnya. Rasa takut pada sesuatu yang masih dalam angan dan belum tentu terjadi adalah kecacatan akut yang tak nampak, tapi sangat merugikan. Banyak peluang sukses dan prestasi gemilang antri di depan mata, tapi semua harus tertolak dengan satu alasan,” takut”.

Kata itulah yang selama ini tak saya temukan dalam diri Noval, di matanya yang coklat, tersembul asa tuk menjadi lebih baik atau minimal sejajar dengan yang lain, tak ada takut ketika dia harus mencebur kedalam kolam –yang saya sendiri takut dan khawatir akan keselamatannya- dan berenang bersama teman dengan riang walau gaya renangnya sedikit aneh.

Satu lagi yang saya kagumi dari diri Noval adalah ketabahannya. Keterbatasan fisik dan ekonomi telah menempanya menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan legowo menerima segala ujian hidup. Dia tetap tabah meski di kelas V ayahnya harus berpulang menghadap Ilahi, tinggal ibunya dan tujuh saudaranya yang masih kecil semua. Ya Allah.. hamba tak mampu membayangkan rasa apa yang akan mengendap di hati ini jika Engkau takdirkan hamba menjadi dia.. hamba tak mungkin sanggup menghadapi beban seberat ini seperti dia...Noval memang masih kecil, dia memang murid saya, tapi "kecacatan yang menjadikannya sempurna" membuat saya merasa cacat.

Penulis adalah peserta Sagusabu pasuruan, 12-13 Agustus 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aamiin.. maturnuwun bapak ridlwan

16 Aug
Balas

Super sekaleeee.... Bu Aslin Sangat memotivasi

15 Aug
Balas



search

New Post