Aslin nuraini, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kapal Pecah

Kapal Pecah

Oleh : Aslin Nuraini,S.Pd

Penulis adalah alumni SAGUSABU 1 Pasuruan

Betapa senangnya jika pulang kerja mendapati rumah rapi, bersih dan nyaman. Saya memiliki sepasang buah hati yang sangat aktif. Ada saja kegiatan yang bisa membuat kacau seisi rumah. Si kakak suka membawa pulang benda benda unik yang ditemuinya di perjalanan pulang dari sekolah. Dia memang suka nglithis memodivikasi apapun di sekitarnya. Kaleng bekas, botol minuman aneka bentuk, puzzle,sampai karton bungkus mainan yang dianggapnya menarik,tak luput dari incarannya. Aneka benda tadi diserakkan begitu saja di sudut teras, menunggu kakak mendapat ide dan mood untuk mengerjakannya. Jika belum ada mood, aneka barang tadi hanya menjadi onggokan saja. Namun jika si kakak sudah mendapat ide, tangan kreatifnya akan menyulapnya menjadi mainan lucu, tempat pensil atau sekedar gantungan kunci imut. Yah lumayan bagus untuk anak SMP. Tapi.. habis kerja semua dibiarkan begitu saja, dasar kakak!

Lain lagi dengan si adek, gadis kecil delapan tahun ini gemar sekali membuat percobaan membuat slime dengan aneka bahan, mulai dari sabun cuci piring, sampo,lem kertas, sampai tepung. Baskom dan mangkuk belepotan tepung bukan pemandangan asing di kamarnya, dia terus membuat slime impiannya tanpa lelah. Semangat si adek sangat tinggi, tak peduli betapa sering saya marahi karena sabun cuci sering habis, ceceran tepung yang membuat lantai menjadi licin, atau lem kertas yang mengotori meja, dia terus berusaha membuat slime hingga menemukan adonan yang tepat. Slime yang berhasil dibuatnya dijual pada teman temannya seharga rp 2000,- per bungkus.

Sejujurnya saya senang melihat mereka anteng di rumah dan berkreasi dalam dunia mereka sendiri. Mereka tidak tertarik mengikuti trend teman sebaya yang lebih suka menghabiskan waktu di warnet, bermain game online atau sejenisnya. Tapi kadang saya jenuh bila tiap hari harus menjumpai isi rumah yang mirip kapal pecah. Lebih malu lagi jika saat itu ada tamu berkunjung ke rumah. Duh.. rasanya, mau ditaruh dimana muka saya? Pemandangan yang mereka lihat membuat nyali saya ciut..!! hal ini berlangsung cukup lama hingga suatu hari saya bertemu dengan sebuah buku tentang psikologi anak.

Saya baca buku itu hingga habis, dari buku itu saya tersadar. kenapa harus malu? They are in the right path! Justru saya harus bangga, mereka adalah mutiara mutiara yang harus terus diasah, biarkan mereka bebas mengeksplorasi bakat mereka, itu akan menjadikan mereka generasi yang tangguh, kreatif, pantang menyerah, berdaya juang dan mandiri! Banyak lho anak anak yang manis, pendiam, penurut dimasa kecilnya, ternyata setelah besar masih tetap bergantung pada orangtua, selalu ragu dan takut untuk melangkah, - mungkin karena sudah terbiasa didikte- akhirnya Cuma bisa mengurung diri di kamar, sibuk mencari kebahagiaan diantara gadget.

Anak anak semacam itu akan berhenti berkembang secara psikis, usia mereka semakin bertambah, namun tidak diimbangi dengan kematangan emosi dan kepribadian. Artinya, walau sudah tergolong dewasa, mereka akan tetap kekanakan, temperamen tinggi, egois dan kurang bertanggungjawab. Nah, kalau sudah begini, siapa yang akan repot? Kita lagi khan?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

he he iya pak Irzam, leres

28 Aug
Balas

Cerita curhat ya bu ?

28 Aug
Balas



search

New Post