Aslin nuraini, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mengapa Harus Mengemis?

Mengapa Harus Mengemis?

Oleh : Aslin Nuraini, S.Pd

Sabtu siang yang panas, saya berdiri di tepi jalan menanti angkot untuk pulang. Seorang ibu berbadan gempal sedang asyik menghitung uang receh yang didapatnya hari ini. “Cuma seratus tujuh puluh satu Jum...” ujarnya lirih. Rekannya yang dipanggil menoleh sekilas, “aku malah lebih sedikit, mek satus sewelas”. Rasanya ada yang aneh dari percakapan dua ibu tadi, apa ya? Saya mencoba mereka reka dalam angan, tanpa berani menoleh atau bertanya.

Sekian menit berlalu, angkot yang saya tunggu datang juga, ternyata bukan hanya saya yang naik angkot tersebut, dua ibu tadi juga naik. Percakapan berlanjut..”piye mengko nek ditakoni?” “yo dijawab ae lagi sepi” sebenarnya tidak ada niat menguping, tapi karena kami hanya bertiga, ucapan mereka sangat jelas terdengar. Sejumlah tanya mulai menggelitik, memikirkan kegiatan dua ibu tadi. Mereka turun di sebuah jalan sepi, seorang supir mobil dan serombongan ibu dengan kostum sama telah menanti.

Angkot menjauh, tetapi mata saya tetap lekat pada sosok mereka. “ hebat ya neng, pengemis saja punya sopir antar jemput” ucapan pak supir mengagetkan saya.“kok bapak tahu?” tanya saya penuh selidik “ sudah jadi rahasia umum neng, mereka adalah pengemis yang terorganisir, ada koordinatornya”. “ooo”, saya ternganga mendengar penjelasan pak supir, seorang pengemis mendapat penghasilan seratus tujuh puluh ribu sehari masih mengeluh, berapakah yang disetorkan? Berapa yang didapat si juragan jika pengemisnya sejumlah tadi? pertanyaan bertubi tubi menyerang kepala.. “ada perkampungan pengemis juga loh”, lagi lagi pak supir tahu apa yang saya pikirkan “ jangan harap nemu rumah reot disana, walau namanya kampung pengemis”. “kok bapak tahu semua sih?” saya jadi makin heran, “ya iyalah neng, mereka sudah tiga tahun operasi di daerah ini, hampir tiap hari juga ketemu” pak supir mengerling dari kaca spion sambil nyengir kuda.(twing)

Tiba di rumah saya masih tak habis pikir, bagaimana mengemis bisa dijadikan sebuah profesi? Ada jaringan dan koordiantornya, pasti juga ada organisasi dan job descriptionnya, bagaiman persebaran tim lapangan, tim penjemput dan sebagainya. Yang jadi tanda tanya besar dalam benak saya, mengapa harus mengemis? Padahal banyak pekerjaan lain yang lebih mulia dan lebih menghasilkan? Lelah digulat tanya dan penat tubuh tak tertahan membuat saya akhirnya pasrah, dan sampai pada sebuah kesimpulan. Mungkin tak semua pengemis sama, tetapi untuk yang terorganisir dan kaya raya dari hasil mengemis, saya titip pesan:

“Helllooow... para pengemis, apa yang ada di benak kalian ketika mendatangi rumah kami? Yang sederhana berpagar bambu ini? Sekarang saya tahu mengapa kalian menatap sedih ketika saya ulurkan uang, bukan karena sedang susah, tapi karena kasihan melihat hidup saya yang sejatinya lebih susah dari kalian. Karena untuk uang yang kalian anggap sedikit itu, kami harus kuras tenaga, banting tulang dan peras otak hingga kering!”

“Dan tatapan itu... bukan kepedihan, tapi sakit perut menahan tawa, iya kan???”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post