Aslin nuraini, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Permata yang Tersisih

Oleh : Aslin Nuraini, S.Pd

Safira Dian Permata namanya, dia adalah salah satu siswa terbaik saya kala itu. Perilakunya sopan, riang, cerdas namun tekun dan bertanggungjawab. Dia mempunyai kemampuan menonjol di bidang matematika. Kecepatan menghitung dan keahlian menalar soal cerita sudah tak diragukan lagi. Tak heran jika prestasinya selalu yang terbaik. Nilai Evaluasi terakhirnya (NEM) juga mendapat 10 untuk Matematika. Alhamdulillah, meski bukan orangtuanya, saya ikut bangga menjadi gurunya.

Cerita bermula ketika setelah lulusan kelas 6, siswa siswi kami mendaftar di berbagai sekolah lanjutan pertama (SLTP). Sebagai guru kelas 6 saya berkewajiban mengawal mereka. Mulai mendaftar, melengapi berkas berkasnya, hingga membantu mencarikan info siswa yang diterima di SLTP tersebut.

Hari pengumuman telah tiba, ratusan wali murid dan siswa memadati lapangan dan area parkir sekolah. Bukan hanya guru, mereka juga penasaran, ingin melihat langsung nama putra putri mereka terpampang gagah di papan pengumuman sebagai tanda mereka diterima di sekolah tersebut. Panas terik membakar kulit tak terasa, peluh lebat menetes, biar saja, demi anak tercinta.

Jam menunjukkan pukul 11.00, pengumuman mulai ditempel di lima buah papn yang tersebar di area sekolah. Layaknya magnet super besar, semua tersedot ke lima titik tersebut. Saling dorong, saling sikut, injak dan senggol mewarnai kagiatan itu. Tubuh saya yang kecil tak mampu menembus barikade manusia tersebut, bapa bapak yang sudah di depan papan tidak lantas segera berpindah, mereka malah ada yang menelepon, memotret hasil pengumuman, dan yang paling parah selfie!! OMG.

Perjuangan melelahkan itu belum berakhir, seorang wali murid mengabari saya “Alhamdulillah bu, anak saya diterima” sambil menyalami saya. “Alhamdulillah, apa yang lain juga diterima bu?” .” wah kalau itu saya nda tahu bu, saya kan tidak hafal nama teman temanmu?” saya mulai dapat mencapai papan pengumuman, saya urut satu persatu nama peserta. “Aneh, dari 288 siswa yang diterima, tak ada nama Safira Dian Permata disana.

Saya memutar lapangan basket, mencari papan yang mulai sepi, disana, disudut lapangan itu nampak ibunda Fira terduduk lemas, wajahnya pucat dan tak mampu berucap. “Ada apa Fir?” fira hanya tertunduk “Nama Fira tidak ada bu” jawab ayahnya. Sontak suara perlahan itu membuat saya bangkit dan berlari ke kantor sekretariat. Saya meminta ijin bertemu ketua panitia. Banyak guru disana memandang saya penuh tanya, namun saya tak peduli. Kenyataan bahwa Fira, murid peraih nilai terbaik di sekolah saya tidak diterima, meletup letup membakar hati.

“Mau bertemu siapa?” tanya seorang guru wanita “ saya ingin bertemu ketua PPDB SMP ini bu, jika tidak ada, saya mau berjumpa kepala sekolah” jawab saya. “sebenarnya masalah apa yang ingin anda bicarakan?” “ saya ingin bertanya tentang siswa saya yang tidak diterima bu”. “Keputusan panitia tidak bisa diganggu gugat! Anda berapa tahun jadi guru? masak urusan gitu ndak tahu, Kalau tidak diterima ya sudah, jangan protes!”. Jawaban pedas itu tidak lantas membuat saya surut, saya tetap berusaha minta dipertemukan panitia.

Akhirnya seorang pria paruh baya keluar mendengar keributan itu. “ Ada apa bu? Bisa saya bantu?” sapanya ramah. “ Begini pak, perkenalkan, saya Aslin, Guru SD, saya tidak protes pak, saya hanya ingin melihat hasil tes tulis siswa saya.” Bapak tadi memandangi saya dengan seksama, “Begini bu, dalam PPDB tahun ini, kami melakukan prosedur koreksi silang, artinya, tes tulis calon siswa SMP kami dikoreksi oleh SMP dari kecamatan lain, demikian sebaliknya”. “ Baik bapak yang terhormat, saya tidak masalah siapapun yang mengoreksi, saya hanya ingin melihat hasil tes, setelah itu saya janji akan pergi dari sini”. Bapak itu terdiam, lalu masuk mengambil segebok berkas. “ Atas nama siapa bu?” “ Safira Dian Permata” saat itu Fira dan orang tuanya telah menyusul kami.

“LHO kok bisa begini?” bapak panitia terkejut memandangi kertas itu. “ Kenapa pak? Tanya saya, senang. “ Nilai NEM bagus, nilai tes bagus, lha ko di keterangan dinyatakan TIDAK LULUS SELEKSI ?” siapa petugas yang bagian ngedit ini? Bapak panitia yang sedari tadi tenang, langsung kebakaran jenggot. Masuk lagi, marah marah di dalam.

Saya menoleh pada Fira dan orangtuanya, Alhamdulillah, tunggu saja bu, sebentar lagi beres. Alhamdulillaah.. mereka berucap bersamaan. Bapak panitia tadi kembali tergopoh gopoh dan meminta maaf pada kami. Beliau menyatakan bahwa Fira 100% diterima. Saya hanya berkata “ Percayalah pak, murid saya ini adalah permata di sekolah kami, itulah mengapa saya bersikeras melihat hasil ujiannya, karena saya tahu kemampuannya.” Ibu guru yang tadi pun ternganga, dan tergopoh menunduk saat saya datangi dan menyalaminya. Sayapun pamit dan menyerahan pada orangtua Fira untuk prosedur selanjutnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sep, setuju pak Ali, terimakasih komennya

05 Sep
Balas

Aamin.. terimakasih bunda elvi

06 Sep
Balas

Human error, suatu yang lumrah, karena manusia tidak bisa dari salah, tapi kadang bisa merugikan kita. Pengalaman saya saat penerimaan siswa, selalu saya perintahkan panitia untuk mengoreksinya berulang2 sebelum diumumkan supaya tidak ada pihak yang dirugikan

04 Sep
Balas

Memang suatu keharusan untuk berjalan searah dalam suatu tujuan. Semangat penulis utk mencari kebenaran inilah hikmahnya.

05 Sep
Balas



search

New Post