Oleh : Aslin Nuraini, S.Pd

Penulis adalah Alumni SAGUSABU 1 Pasuruan

Siang itu cukup panas, karena jam kosong, saya mengerjakan administrasi kelas di ruang guru. Tetiba HP bu Wijiati, guru olahraga SD kami berdering.” Halo? Ada apa mas Agus? “ oh... bahasa apa? “ oh.. Bisa bisa.. kebetulan dia lagi jam kosong”.. ok, siap meluncur!” percakapan yang aneh itu segera ditutup.” Dek, sekarang kamu ikut aku ya, lagi jam kosong kan?” istri polisi itu mengajak saya. “Kemana bu?” tanya saya. “Sudahlah, ada teman minta bantuan, nanti aku jelaskan di jalan”. “ Tapi ini belum jam pulang bu?” - padahal senang juga he he he..- “ Aku mintakan ijin Kepsek, darurat iki, wes ndang! Melu aku!” saya pun menurut, membereskan tas lalu segera naik di boncengan sepeda bu Wiji.

Bu Wiji membawa saya ke polres Pasuruan, saya melangkah menyusuri halaman parkir belakang dengan penuh tanya berkecamuk. “Ada masalah apa?” saya langsung disambut seorang polisi yang sudah menunggu di ujung koridor, tanpa banyak kata, kami bertiga menyusur koridor panjang itu, melintas sel tahanan sementara, nampak beberapa orang duduk lesu di dalamnya. Tiba tiba hati saya berdesir.. nyeri.. miris...iba...Astaghfirullah.. ampuni hamba yaa Robby...

Tibalah kami di depan sebuah ruang penyidik, polisi yang mengantar kami membukakan pintu, tetapi hanya membolehkan saya masuk sendiri,” Lho... bu wiji tidak boleh ikut?” dengan sopan polisi tadi mengangguk, “ Biar nanti aku nunggu di kantin aja dek, wes kamu masuk saja” hatiku makin tak karuan, melihat tingkah aneh bu wiji yang mengerling pada pak polisi, “silahkan bu” polisi memberi jalan.

Setengah gemetar saya masuki ruang penyidik itu, sumpah seumur umur baru kali ini saya melangkahkan kaki ke ruang penyidik, dengan beberapa polisi serius di meja masing masing, semua cuek, jutek.. hii sereeem...apa yang akan terjadi? Apakah aku akan diinterogasi? Kenapa semua serba misteri? Haduuhhh... Ya Allah... lindungi hambamu ini...

Seorang polisi setengah baya menoleh sekilas, “Silahkan duduk bu, nama siapa? Alamat dimana? Profesi? Boleh tunjukkan KTP?” pertanyaan beruntun itu disampaikan dengan nada biasa, tapi bagi saya seperti sambaran petir yang bikin darah saya mengering tiba tiba.. “ Sebentar bu” polisi tadi bangkit meninggalkan saya menuju ruangan sebelah.

Kesempatan ini saya gunakan untuk mengirim pesan singkat ke suami, semoga bukan wasiat terakhir...” Yah, jangan sms, jangan telpon, doakan saja aku dari rumah”.“Ada apa ma?” “ Nanti aku jelaskan, aku sendiri jg ndak tahu ada apa” suami makin penasaran “ Memangnya sekarang lagi dimana?” “Polres” lalu suami malah menelepon, takut mengganggu polisi lain, segera saya matikan ponsel.

Polisi tadi masuk ruangan diikuti tiga orang WNA, yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Cathrine dari Belgia, Philippe dari Perancis dan Leung Kwan dari Korea. Di sini baru jelas maksud saya dipanggil kesini, ternyata pak polisi butuh translator he he he.. Alhamdulillah.. kirain ada masalah apa.

“Jadi tugas anda di sini adalah menjadi translator atau penerjemah, yang menghubungkan komunikasi antara pihak polisi dan tiga WNA ini bu Aslin, anda bersedia?” “Siap pak” jawab saya singkat .“Baik segera saya buatkan surat tugasnya, minta KTPnya bu, saya fotocopy, nanti saya lampirkan di BAP” pintanya.

Bismillah, semoga pengetahuan yang terbatas ini dapat membantu polisi menyiapkan BAP secepat mungkin, saya akhirnya bisa sedikit tersenyum. Ceritanya masih panjang nih... bersambung yaa