Atica Irmayani, S.S.

Pengajar, pendidik, penulis...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kebohongan Anak-Anak  Sisi Negatif Penerapan Bintang Kelas

Kebohongan Anak-Anak Sisi Negatif Penerapan Bintang Kelas

Di beberapa artikel sebelumnya, saya pernah membahas tentang Program Bintang Prestasi di kelas yang saya ampu.

Untuk beberapa waktu saya merasa program ini berjalan lancar dan berhasil. Tapi keyakinan tersebut hancur berkeping-keping hari ini.

Setiap siang hari selepas duhur saya biasa mengisi Buku Penghubung siswa. Buku ini berisi checklist kegiatan ibadah anak di rumah yang diisi oleh orangtua. Ibdah ini termasuk sholat lima waktu yang dikerjakan di rumah dan sholat sunnah lain seperti tahajud, rawatib, puasa dll.

Anak-anak yang sholat tahajud biasanya akan diberikan bintang extra. Orangtua juga akan mencentang checklist sholat tahajud jika mereka memang melakukannya di rumah.

Namun hari ini saya memperhatikan satu buku penghubung milik anak yang hampir setiap minggu menempati posisi bintang terbanyak, selain pintar dia juga rajin sholat tahajud. Akan tetapi saya baru menyadari ada yang aneh dari buku penghubung milik sang anak. Di bagian sholat tahajud selalu ada coretan silang yang kemudian dicoret-coret dan dicentang. Saat saya tanya kenapa bisa seperti itu, sang anak menjawab bahwa bukunya dicoret-coret oleh adik lelakinya di rumah.

Karena ragu, saya lalu menghubungi orangtuanya. Lama belum ada jawaban. Saya masih berprasangka baik dengan sang anak. Dan tetap memberikan bintang extra Tahajud untuk sang anak. Walaupun hati saya merasa ada yang salah dengan buku itu dan kelakukan sang anak.

Nah sorenya, kecurigaan saya mulai terbukti. Ibu anak tersebut mengatakan kalau anaknya tidak pernah melakukan sholat tahajud di rumah. Dia juga mengakui bahwa dalam kurun waktu satu setengah bulan ini sang anak memang mencentang checklist tahajud sendiri padahal sudah disilang oleh ibunya. Jawaban itu membuat saya shock. Yang saya heran, setiap pembagian bintang kelas ibu itu selalu senang. Saya mengira dia jujur karena terlihat pendiam dan selalu meraih peringkat 1 di kelas. Ibunya terlihat sudah menyadari kekeliruan anaknya, tapi tidak segera menegur dan baru menasehati saat "skandal" kecil itu terbongkar oleh orang lain yaitu saya.

Saya menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran. Tidak semua anak pintar di kelas itu bisa kita percaya dan jujur. Saya juga melihat ada anak yang terlihat sangat aktif di kelas atau cenderung usil, malah mereka lebih jujur dan apa adanya.

Setelah persitiwa ini, saya segera melakukan penyegaran terhadap anak-anak. Saya ceritakan kepada mereka kisah tentang kejujuran. Berharap tidak ada lagi anak-anak lain yang tengah berbohong demi mendapatkan bintang preatasi.

Saat ini, saya masih memikirkan dan menimbang-nimbang apakah Program Prestasi ini layak untuk diteruskan atau tidak. Banyak hal yang harus saya pertimbangkan untuk langkah selanjutnya. Bagi saya, kebohongan struktural seperti ini, di usia yang masih sangat dini bukanlah hal yang remeh. Hal ini menampar nurani saya sebagai guru, sebagai pendidik yang memiliki tanggung jawab moral kepada siswa.

Saya jadi merenung, mungkin hal inilah yang menjadi asal muasal petinggi kita di DPR atau Pemerintahan lain banyak terkena kasus korupsi. Bukan karena mereka bodoh. Tapi bisa jadi karena mereka memang pintar. Tapi hanya pintar secara kognitif, bukan pintar spiritual dan moral.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post