Atjih Koerniasih

Guru di SMP Negeri 1 Cipanas. Sebagai guru mata pelajaran IPS. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
APA KATA MEREKA TENTANG BELAJAR DIRUMAH

APA KATA MEREKA TENTANG BELAJAR DIRUMAH

Tantangan Menulis Hari Ke 89

#TantanganGurusiana

Tiba-tiba saja, saya ingin bertanya kepada mereka, siswa-siswa saya terutama mereka yang saya wali kelasi. bertanya tentag kesan mereka belajar dari rumah, tentang penggunaan media online serta masukannya. Pertanyaan yang saya ajukan bukan kewajiban yang harus mau tidak mau harus dijawab. Tetapi dipeuntukan bagi mereka yang tidak memiliki kesibukan. Karena ini juga sebagai refleksi saya.

Pertanyaan yang saya ajukan seperti yang saya tulis di atas, saya share di WhatsApp grup kelas. Saya tekankan bahwa ini bukan tugas tetapi bagi mereka yang tidak sedang ada kesibukan. Sehingga tidak masalah bila tidak menjawab. Tetapi, ternyata reaksinya mereka bagus, dalam artian antusias. Terlihat dari respon mereka dengan menjawab permintaan yang saya kirim di grup dengan komentar " Siap, Bu." atau demgan menanyakan berbagai hal. Semisal bolehkah menjawabnya di ms word, bolehkah dikirim ke japri, dan sebagainya. Tentunya semua saya iyakan. Bukankah ini permintaan saya. Tetapi agar mudah mencari dan mengumpulkannya, saya sarankan untuk melalui google classroom.

Tidak menunggu lama, kesan dan masukan tentang belajar di rumah masuk k google classroom, tempat pengirimannya sudah saya buat dan saya share sehingga mereka mudah memasukan file jawaban (baca, tulisan).

Saya kaget, manakala saya membuka dan membaca tulisan mereka. Awalnya saya berpikir mereka adalah kelas 7 jadi jawabannya singkat -singkat. Paling banyak satu paragraf. Ternyata pikiran dan persepsi saya itu salah total. Jawaban mereka tertata rapih dan panjang. Sehingga muncul pemikiran, mengapa tidak tulisan -tulisan mereka dibukukan? Minimal saya edit, saya rapihkan, saya print, terakhir saya jilid. Sebagai sebuah kenangan bahwa mereka pernah belajar di rumah selama kurang lebih tiga bulan.

Apa isi dari tulisan -tulisan mereka?, apa masukkannya?.

Berdasarkan isinya, sebahagian besar sama. Tentang latar belakang adanya belajar di rumah, tentang media online ysng digunakan, serta masukkannya. Baik masukan untuk guru, maupun sekolah. Namun karena ditulis dengan gaya mereka sendiri, sehingga tidak membosankan untuk membacanya.

Seperli Lina (bukan nama sebenarnya) membuka tulisan dengan gayanya yang menurut saya menarik, menarik karena apa adanya,

" Sejak COVID-19 melanda Indonesia dan mendadak semua sekolah diliburkan. Hidupku berubah 180°. Aku yang tadinya sibuk berangkat sekolah, dapat uang jajan, bertemu banyak orang, berinteraksi dengan dunia luar berubah menjadi aku yang 24 jam hanya luntang-luntung tidak jelas dirumah. Suram, seharian hanya berakrobatik diranjang mencari posisi enak untuk rebahan"

Selain Lina, ada juga yang menyatakan dengan bahasa yang menurut saya agak lebih dewasa, Tina (juga bukan nama sebenarnya). Menulis tentang media online yang digunakan oleh kami, guru-guru mereka. Tina menulis

"Selama ini, para guru di SMP Negeri 1 Cipanas memberikan materi kepada seluruh siswa melalui sebuah website, yakni E-Learning. E-Learning merupakan media pembelajaran yang disediakan khusus untuk siswa - siswi SMP Negeri 1 Cipanas. Hal tersebut sangat membantu saya dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Bukan hanya E-Learning, tetapi ada juga Google Classroom (Google Kelas) yang sama - sama merupakan media pembelajaran untuk memudahkan kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa. Menurut saya, kedua media tersebut benar - benar sangat membantu, juga fungsi dari E-Learning dan Google Classroom tidak jauh berbeda. Adapun sebuah aplikasi telepon video (video call) yaitu ZOOM Cloud meeting dapat berkomunikasi secara langsung"

Jika Lina dan Tina, menulis tentang kejenuhan belajar di rumah dan media online yang dipergunakan oleh guru, lain lagi yang dikemukan oleh Siwi(bukan nama sebenarnya).Siwi menulis tentang betapa dia agak kurang mengerti pembelajaran tanpa adanya kehadiran guru.

Banyak sebenarnya tulisan yang masuk. Namun tidak semua dapat saya kemukakan di sini. Tetapi dari semua itu ada hal yang dapat saya petik. Bahwa secanggih apapun tehnologi dalam dunia pendidikan, namun tidak dapat menggantikan peran guru. Tidak dapat menggantikan kehadiran guru. Karena apa? Karena mereka, siswa-siswa adalah manusia yang berbicara dengan hati.

Mereka rindu akan gaya, perhatian, motivasi, bimbingann, marah, senyum dari guru yang setiap hari mereka jumpai. Yang setiap hari mereka tunggu kehadirannya di kelas, yang mana itu semua tidak dapat digantikan oleh tehnologi secanggih apapun.

Corona ternyata memberikan satu pelajaran penting pada kita, bahwa revolusi industri 4.0 tidak mampu menggeser peran seorang guru. Namun seorang guru akan lebih profesional dalam tugasnya, ika menguasai dan memahami bahwa siswanya hidup di era revolusi industri 4.0. Sehingga suka stau tidak suka guru harus memahami dan menguasai itu. Seperti Bobby DePorter menulis dalam buku Quantum Learning yang kira -kira berbunyi "Masuki Dunianya, dan antarkan dunia kita kepadanya".

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post