Ayo Sugiryo

Guru di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto. Sedang belajar menulis dan Buku Perdana yang sudah diterbitkan: "From Home With Love" Tahun 2016, Buku ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Winner (#4_The Power of Ibu 'Gagal Mogok Sekolah')

April begitu gesit. Dia suka melompat lompat-lompat indah dan meraih apa saja yang terlihat menggantung. Mainan kesukaannya adalah gulungan bola kertas dan mencabik-cabiknya hingga berkeping-keping. Sedangkan Juli lebih suka tiduran dan kepalanya mengikuti arah pergerakan April yang selalu mobile dan selalu mewaspadainya kalau tiba-tiba April bergerak enerjik dan tiba-tiba sudah menubruk tubuhnya. Juli lebih terlihat kalem dan sok cantik tapi berisik terutama saat lapar. Dan yang ketiga adalah Okto. Okto paling muda dan ganteng karena dia cowok satu-satunya. Dia cukup lincah tapi tak selincah April karena sebagai cowok dia tak mau dibilang gak cool.

Sambil rebahan di kasurnya, Winner tak henti-hentinya memandang mereka bertiga yang sedang melakukan aktifitasnya masing-masing. Di mata Winner, April, Juli dan Okto merupakan kawan sepanjang masa. Mereka sudah dianggap sebagai saudaranya yang mampu mengerti perasaanya, selalu menghiburnya dan membuatnya tertawa. Nama ketiga kucing piaraannya ini dia berikan sesuai dengan nama bulan kapan dia mendapatkannya. Winner menemukan April, anak kucing yang di temukan di depan halaman rumahnya saat itu sedang dalam keadaan basah bercampur lumpur tepat setelah perayaan hari Kartini. Juli ditemukan sedang terkapar di pinggir jalan dalam keadaan hampir sekarat dan segera dia melarikannya untuk mendapatkan penanganan di Intensive Care di sebuah Pet Shop terdekat hingga pulih dan diangkut ke rumah. Saat itu di pertenghan Juli ketika awal tahun pelajaran baru dimulai. Sedangkan Okto adalah kucing yang dia temukan di dekat tong sampah di sebuah rumah makan setelah merayakan ultah temannya pada tanggal 10 Oktober.

“Winner...!” suara itu tiba-tiba menghentikan pengembaraan Winner dengan ketiga anak kucing kesayangannya. Winner muak dengan panggilan itu. Panggilan itu sudah membuatnya gagal fokus dari pengembaraan ke dunia anak kucing yang dulunya bernasib buruk dan sekarang sudah tumbuh sehat dan ceria berkat kebaikan hati Winner. Kucing-kucing malang yang terselamatkan.

“Winner! Ayo buruan dong. Nanti kamu telat ke sekolah!” panggilan itu mengusiknya lagi. Winner tak bergeming dan semakin melibatkan diri dengan dunia April, Juli, dan Okto. Baginya keberadaan mereka bertiga telah mampu sedikit demi sedikit merubah hidupnya. Kebiasaannya membaca buku hingga berjam-jam itu mulai berkurang. Kebiasaanya browsing berita-berita dan dunia sains hingga menjelang pagi pun sedikit demi sedikit ditinggalkannya. Winner sudah mulai mendekatkan diri dengan dunia yang lebih nyata. Tumpukan ensiklopedia, novel, komik, dan buku-buku ilmu pengetahuan, buku sejarah dunia, dan laptop itu mulai hengkang perlahan dengan kehadiran tiga anak kucing di rumahnya.

Winner seperti tak mendengar atau memang tak mendengar suara panggilan itu. Dia sibuk dengan kehidupan barunya sekarang. Mama Winner merasa lega tadinya saat dia sudah mulai bisa move on dengan kucing-kucing liar piaraannya. Tapi ternyata sekarang sang Mama jadi serba salah. Justru sekarang kucingnya lah yang membuatnya susah keluar dan kembali ke sekolah.

“Winner, ayolah! Nanti kucing-kucing itu mama kasih ke Mas Budi kalau kamu masih belum juga mau sekolah.” bujuk sang mama penuh kesabaran walaupun masih terdengar ada ‘ancaman’ di dalamnya. Winner paling tidak suka dengan ancaman. Ancaman sering Winner rasakan tidak hanya di rumah. Di sekolah pun tak ada bedanya. Guru lebih sering memberikan ancaman dibandingkan pujian. ‘Kalau kamu masih baca novel di jam pelajaran, nanti nilai sikap kamu saya kasih ‘C’ di rapor!’ Ada lagi yang sering mampir ke telinga Winner, ‘Kenapa sih kamu lupa terus tidak mengerjakan PR? Ini peringatan terakhir, Ibu masih memaafkan. Sekali lagi kamu lupa mengerjakan PR, nilai kamu akan ibu kurangi sepuluh poin.” Sekali lagi ancaman membebani pikiran seorang Winner.

Mungkin tidak hanya Winner. Semua orang, semua anak-anak paling tidak suka dengan ancaman. Bahkan Winner pernah bilang ke Bu Lazy bahwa lagu-lagu anak Indonesia pun ada yang bernada ancaman. Coba saja amati lagi ‘Nina Bobo’ yang sangat terkenal dan semua anak usia dini tahu lagu itu. Tapi isinya sungguh tidak mendidik. ‘Nina bobo, oh Nina bobo. Kalau tidak bobo digigit nyamuk’. Bukankah itu sebuah ancaman dari anak kecil yang mau tidur. Ketika dia beranjak tidur pun dengan nyayian lembutnya seorang ibu sudah mendidiknya dengan balutan ancaman.’Kalau tidak bobo digigit nyamuk!’. Suara itu menggema dan terdengar menyeramkan di otak seorang anak balita. Tuh kan, mengerikan! Bisa-bisa si kecil tertidur dengan rasa takut dan bermimpi dikejar-kejar nyamuk raksasa bermata merah dan hendak menyedot habis darahnya. Ih, serem! Ah, aku jadi semakin nggak ngerti kenapa di dunia ini banyak sekali ancaman. Bu Lazy tertawa mendengarnya. Tapi dalam tawanya Bu Lazy membenarkan kata-kata Winner ini.

“Udahlah Mah. Mama itu pikirannya sekolah… terus. Mama ga usah takut. Winner sudah belajar banyak kok Mah. Kalau gak percaya Mama bisa uji Winner sekarang juga,” bantah Winner menantang. Mamanya sudah hafal kalau Winner akan mengeluarkan jurus yang sama seperti biasanya.

“Winner, tolong bisa mengerti Mama. Mama itu waktunya tak banyak. Besok harus balik lagi ke Singapur dan Winner kan sudah besar, sudah SMA. Mama malu kalau anak Mama yang pinter ini gak bersekolah. Sekolah itu penting Winner. Kita itu tidak cukup pinter saja. Tapi ...”

“Mama tahu ga? Untuk jadi orang sukses itu tidak harus sekolah tinggi-tinggi. Buktinya Andrie Wongso. Dia SD saja tidak tamat. Sekarang jadi pengusaha sukses dan motivator terkenal. Dan masih banyak lagi orang sukses yang tidak sekolah tinggi. Mamah tak usah khawatir tentang sekolah.”

“Winner, Mama ini serorang ibu yang normal dan sama dengan ibu-ibu yang lain yang menginginkan anaknya bisa mendapatkan pendidikan formal. Pendidikan formal itu penting. Karena di sana kamu tidak hanya bisa belajar ilmu pengetahuan, tapi kamu juga bisa belajar berteman, bergaul, dan bisa bersaing. Semua itu penting buat bekal kamu nantinya. Sudahlah, diskusinya nanti saja ya sepulang sekolah. Sekarang berangkat deh! Tuh Mas Budi sudah nungguin sejak tadi.” Sang Mama masih berusaha lembut dengan balutan senyum yang bisa meluluhkan hati Winner.

Kali ini Winner kalah dengan kelembutan sang Mama. Kalau sudah begini dia tidak tega melihat sang Mama bersedih. Sebenarnya Winner bukannya tidak mau sekolah dan juga tidak mau membuat mama bersedih. Dia hanya saja tidak suka dengan pelajaran-pelajaran di sekolah. Banyak pelajaran yang tidak Winner sukai. Winner kan tidak suka belajar matematika, kenapa Winner harus belajar Matematika. Kenapa sih sekolah kita tidak memberikan mata pelajaran yang disukai siswanya? Ah, seandainya saja Winner bisa memilih mata pelajaran yang Winner sukai, Winner pasti betah di sekolah. Setiap hari Winner akan berangkat lebih awal dan pulang paling akhir. Terus, tidak ada PR dan tidak ada tugas yang memberatkan. Itu yang selalu Winner pikirkan sehingga Winner bermalas-malasaan untuk mengangkat tubuhnya yang cukup lebar dan perut yang membuncit seperti bapak-bapak usia lima puluhan.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tidak hanya Winner, saya pun pernah berpikir kenapa anak-anak kita harus dibebankan dengan pelajaran yang tidak dia minati kalau toh akhirnya tetap harus memilih jurusan yang mereka sukai. Semoga Winner bisa lewati semua ini dengan baik. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, pak guru.

23 Dec
Balas

Yah. Hanya sekedar cerita Bunda. Pada kenyataannya anak-anak kita tetap saja harus mengikuti pakem kebijakan di negara di mana dia tinggal. Terimakasih Bunda atas doanya.

24 Dec
Balas



search

New Post