Babtisan Zebua

Kerjaku Kudoakan Doaku Kukerjakan...

Selengkapnya
Navigasi Web
SAHABAT...(Bagian 2)
##Bagai bintang kecil bercahaya ditengah gelapnya malamku##

SAHABAT...(Bagian 2)

Oleh : Babtisan Zebua

Perlahan, Via duduk disebelah kursi Shita. Di sekolah Via memang dikenal sebagai anak yang perhatian, suka menolong, dan juga pintar. Sudah dua tahun berturut-turut Via tetap meraih juara satu di kelas sekaligus menjadi juara satu tingkat pararel. Sejak ia duduk di kelas tujuh sampai sekarang, ia tetap menunjukkan peningkatan prestasi yang luar biasa. Termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler maupun kegiatan lomba di luar sekolah, Via sering menjadi utusan sekolah dan menjuarai banyak lomba. Meskipun pencapaian itu tidak membuat Via tinggi hati.

Rasa iba dan kasihan mulai menyelimuti Via, kala bulir-bulir bening jatuh di pipi Shita hingga mengeni jam tangan silvernya.

“Shita, mengapa kamu menangis?” tanya Via lirih. Shita terkejut dan langsung menyeka air matanya. Shita baru menyadari kalau Via duduk disampingnya dan sudah lama memperhatikan dirinya.

“Saya tidak apa-apa Via”, jawabnya Shita.

"Pasti ada sesuatu dibalik air mata Shita yang tanpa disadari jatuh kala melihat jam tangan silver yang melingkar ditangannya. Tapi mungkin Shita belum siap menceritakannya, benaknya berguman.

“Shita, kita keluar yuk…” pinta Via mencairkan suasana. Belum sempat Shita menjawab penolakan, dengan refleks Via langsung meraih tangan Shita sambil berlari kecil keluar kelas. Shita yang merasa tidak senang dengan sikap Via yang seolah memaksa, menghentikan langkahnya dan menghempaskan genggaman Via.

Tepat di depan ruang Pramuka, perdebatanpun terjadi antara keduanya.

“Kamu apa-apaan sih…Via, kenapa kamu memaksaku begitu, saya tidak mau ikut, saya tidak suka kamu mencampuri urusanku”, dengan nada setengah marah sambil berbalik arah menuju kelas. Sontak Via langsung meraih tangan Shita dan berkata, “Shita, tunggu dulu. Aku tidak bermaksud mencampuri urusan hatimu apalagi memaksamu. Aku hanya ingin mencoba menghibur dari rasa sedih yang membuatmu sampai menangis di kelas tadi”.

Dengan nada suara pelan dan sedikit menunduk, " Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu disana. Aku juga pernah merasa sedih dan juga menangis sepertimu. Setiap kali aku merasa sedih biasanya aku pergi ke tempat itu, untuk menenangkan pikiran dan membuang perasaan negatifku.

“Tahu apa kamu dengan rasa sedihku”?, jawab Shita dengan nada kesal.

Shita tidak menyadari kalau suara kerasnya terdengar jelas ke ruang pramuka, sampai -sampai percakapan beberapa anak laki-laki yang kebetulan berada tersebut berhenti seketika. Termasuk kehadiran sang ketua kelas yang sudah sejak tadi berdiri di pintu ruang Pramuka menyaksikan perdebatan kecil itu.

“Ada apa ini teman-teman, tanyanya dengan lembut sambil melihat kearah keduanya yang bersitegang beberapa detik sebelumnya. Wajah Shita memerah, rasa malu dan marah tak terhindarkan lagi. Keduanya diam seribu bahasa.

Suara laki-laki entah siapa dari ruang Pramuka menyela, “biarpun Shita lagi marah, tetap cantik kok“. Via akan menjelaskan duduk persoalannya, tiba-tiba teng…teng…teng, bunyi lonceng pertanda jam istirahat usai.

“Ayo teman-teman kita masuk” ajak ketua kelas kepada keduanya juga kepada beberapa orang lainnya yang berada di ruang Pramuka. Usai sang ketua kelas mengunci ruang Pramuka, mereka pun berjalan menuju ruangan kelas masing-masing.

Selama pembelajaran berlangsung hingga jam pelajaran terakhir hari itu, Shita dan Via yang duduk sebangku tidak berkutik sedikit pun. Seolah bibir mereka berdua terkunci rapat, tanpa bisa dibuka lagi. Kejadian di jam istirahat tadi, membuat jiwa Shita bergejolak dan merasa terhina.

***

“Sungguh buruk kesan pertamaku di sekolah itu. Aku tidak suka bersekolah disana”. Kata-kata kesal Shita setelah sampai di rumah. Dengan muka cemberut Shita menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.

“Papa…Mama…, andai kalian masih ada, andai kalian tidak meninggalkanku, pasti aku tidak sekolah disana, aku pasti tidak akan mengalami ini”.

“Pa…Ma...aku rindu", tangis Shita di tempat tidurnya sambil memeluk foto ayah bundanya.

Entah berapa lama ia menangis tersedu-sedu. Lama-kelamaan tangisan itupun terbawa tidur.

“Shita…Shita…”,suara neneknya terdengar memanggil sambil mengetuk pintu kamarnya. Beberapa kali neneknya memanggil tak jua ada sahutan dari dalam kamar Shita.

"Tak biasanya Shita seperti ini", gumannya dalam hati. Neneknyapun mencoba membuka pintu kamar Shita. Nenek terkejut melihat Shita tertidur dengan seragam sekolah yang masih melekat dibadannya, sambil memeluk foto ayah bundanya. Neneknya berusaha membangunkan Shita dengan bisikan lembut di telinga Shita.

“Shita...bangun, waktunya makan siang. Nenek sudah masak makanan kesukaanmu”.

Tubuhnya terasa berat dan masih mengantuk, tapi Shita berusaha bangun dan mengganti seragam sekolahnya. Shita makan dengan lahapnya ditemani kakek dan neneknya. Shita sangat disayang, apalagi dia adalah cucu pertama dari anak tertua di keluarga mereka.

Walau Shita sudah membersihkan wajahnya sebelum dia makan, namum matanya yang bengkak karena menangis di kamar tadi tak bisa ditutupi.

Sehabis makan, nenek mengajak Shita duduk di teras rumah. Suasana desa sungguh berbeda dengan kota tempat tinggal Shita dahulu semasa kedua orangtuanya masih hidup. Pepohonan rindang di desa membuat udara alami terasa segar selalu. Jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota.

Sesekali memang ada mobil angkutan dan sepeda motor yang lalu lalang.

Keluarga kekek-nenek Shita di desa itu adalah salah satu keluarga yang cukup terpandang dan sangat disegani warga desa. Seolah nenek tahu apa yang dialami Shita. Nenek tidak bertanya kenapa Shita menangis sampai matanya bengkak. Nenek hanya memberi beberapa petuah dan nasehat-nasehat kehidupan kepadanya. Bagaimana cara bergaul yang benar, bertutur kata sopan, dan kebiasaan baik yang membudaya di desa tersebut. Sesekali kelihatan Shita senyam-senyum dan kadang tertawa kala neneknya menceritakan cerita-cerita rakyat yang berisi petuah-petuah dan nasehat kehidupan.

## 08 Desember 2020 ##

bersambung…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Trims Bu...Salam kenal...Salam SKSS..

08 Dec
Balas

Sinta gadis yatim piatu.keren bunda.

08 Dec
Balas



search

New Post