Babtisan Zebua

Kerjaku Kudoakan Doaku Kukerjakan...

Selengkapnya
Navigasi Web
SAHABAT...(Bagian 4)
##Bagai bintang kecil bercahaya di tengah gelapnya malamku##

SAHABAT...(Bagian 4)

Oleh: Babtisan Zebua

Keesokan harinya ketika Shita tiba di kelas, dia melihat diatas mejanya ada satu stoples berisi dua ekor ikan koi kecil dan secarik kertas berwarna hijau muda bertuliskan “MAAFKAN AKU SHITA”. Dan di lembar belakang kertas itu bertuliskan “aku hanya ingin menjadi sahabatmu”. Shita meremas kertas itu dan segera membuangnya ke tempat sampah. Sekarang matanya hanya tertuju kepada ikan koi kecil di dalam stoples.

“Lucu sekali”, ucap Shita sambil tangannya menempel di dinding stoples yang bergerak mengikuti gerakan ikan koi didalamnya. Shita merasa bahwa stoples berisi ikan koi itu pasti pemberian Evan. Shita sangat senang sekali mendapat pemberian ikan koi kecil itu. Biarpun kecil tetapi berdampak besar bagi Shita.

Selama pembelajaran berlangsung Shita kelihatan sangat bersemangat sekali. Shita meletakkan stoples ikan koi itu diatas meja Via yang kebetulan belum hadir hari itu. Shita mendengar kalau Via sudah mengirimkan surat pemberitahuan atas ketidakhadirannya di sekolah.

Ketika jam istirahat tiba, Shita cepat-sepat menuju taman sekolah. Sekarang taman sekolah adalah salah satu tempat favorit Shita. Kali ini Shita tidak hanya ditemani Evan, tetapi beberapa siswa lain yang merupakan anggota Pramuka putra dan putri. Mereka ada yang sekelas dengan Shita dan ada juga dari kelas lain. Mereka kelihatan cepat akrab dan sangat bersahabat dengan Shita. Mereka sedang membicarakan rencana Shita bergabung di eskul Pramuka, sambil menikmati keindahan taman sekolah.

Memang di sekolahnya yang dulu Shita pernah masuk eskul Pramuka. Pada awalnya Shita sangat menyukai eskul Pramuka. Dia sangat aktif dalam kegitan-kegiatan kepramukaan baik yang dilaksanakan disekolah maupun di luar sekolah. Tetapi akhirnya dia mengundurkan diri atas permintaan orangtuanya saat itu. Ini berawal ketika kejadian tak terduga terjadi pada saat kegiatan Perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) yang dilaksanakan di akhir semester. Pada waktu itu Shita masih duduk di kelas delapan.

Kegiatan penjelajahan yang diprogramkan menjadi malapetaka bagi Shita. Shita yang menjadi pimpinan regu (Pinru) pada saat itu hampir tenggelam dan terbawa arus sungai ketika regunya menyusuri tepi sungai. Shita yang berjalan paling depan pada saat regu mereka menyusuri sungai, tiba-tiba tergelincir dan jatuh ke sungai. Arus sungai yang lumayan kuat, tak sanggup dilawan dengan kemampuan renangnya. Beruntung nyawa Shita tertolong oleh penduduk setempat.

Sejak peristiwa itu Shita mengalami sedikit trauma dengan sungai. Orangtuanyapun meminta Shita mengundurkan diri dari eskul pramuka. Maklum Shita adalah anak tunggal di keluarganya.

Shita banyak bercerita tentang pengalamannya di kepramukaan termasuk kejadian yang hampir merenggut nyawanya pada saat penjelajahan di kegiatan Persami kala itu. Teman-temannya tertegun mendengar pengalaman Shita yang selamat dari maut.

Cerita pengalaman Shita itu cepat tersebar ke seisi sekolah. Teman-teman sekelas Shitapun mengali informasi kebenarannya langsungdari Shita. Pada saat istirahat kedua Shita menceritakan pengalamannya itu kepada teman-teman sekelas yang penasaran dengan cerita yang beredar di sekolah siang itu.

***

Jam weker berbunyi kencang pagi itu, membangunkan Shita dari tidur nyenyaknya. Seperti biasa setelah merapikan tempat tidur, Shitapun langsung mandi dan bersiap-siap berangkat sekolah. Setelah Shita menuju meja makan ia sedikit heran, kakek dan nenek belum ada disana. Biasanya jam begini kakek dan nenek sudah duduk duluan menunggu Shita untuk sarapan bersama. Dengan pakaian seragam sekolah lengkap Shita duduk menunggu di meja makan. Tidak lama kemudian, nenek datang berjalan santai dari ruang tamu menuju meja makan dimana Shita duduk.

“Shita, kamu mau kemana dengan seragam sekolah itu”? tanya nenek heran.

“Mau sekolah dong nek”, sahut Shita.

“Ini kan Hari Minggu Shita”, jelas nenek.

“nenek…(nada panjang), kok nggak bilang dari tadi sih.., Shita lupa”. Dengan malunya Shita segera berlari membawa tas sekolah masuk ke kamar.

“Hei…Koi, kenapa kamu nggak ingatin aku sih kalau sekarang hari minggu”gerutu Shita. Si ikan koi di stoples yang diletakkan Shita diatas meja belajarnyapun, seolah jadi sasaran rasa malunya pagi itu.

Tidak lama kemudian, merekapun sarapan bersama di meja makan. Pagi ini Shita berencana berkeliling desa dengan sepeda barunya yang dibeli kakek dari kota. Lengkap dengan sepatu dan topi, Shita mengayuh sepedanya dengan santai. Karena hari libur, jalan lumayan sepi dari pejalan kaki. Dalam perjalanan keliling desa, Shita melihat sebuah rumah berpagar hijau muda. Menariknya di halaman rumah itu terdapat banyak pohon buah naga yang sedang berbuah lebat. Shitapun menghentikan sepedanya dan menyandarkan sepedanya di trotoar. Rasa penasarannya membuat Shita berjalan mendekati pagar rumah itu.

Matanya berbinar-binar melihat buah naga matang begitu lebatnya. Suara gemericik airpun mengundang rasa penasarannya.

“Permisi…permisi…”, suara Shita memanggil di luar pagar.

Karena tidak ada orang yang menyahut, iapun berjalan kearah sumber suara gemericik air yang semakin jelas terdengar. Rupanya disana terdapat kolam besar berisi ikan koi. Dan disebelah kolam besar terdapat juga kolam yang lebih kecil yang berisi ikan koi kecil beragam variasi.

“Banyak sekali ikannya” teriak kecil Shita. Ketika Shita berdiri di tepi kolam besar dengan posisi membungkuk kearah kolam, dia kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh kedalam kolam. Tiba-tiba ada tangan yang memegang dan menariknya ke arah belakang. Ketika Shita membalikkan badannya, betapa terkejutnya ia melihat Via berdiri dihadapannya.

Sambil tersenyum Via yang berdiri dihadapan Shita memberikan secarik kertas berwarna hijau muda kepadanya. Ketika Shita membaca tulisan “MAAFKAN AKU SHITA, aku hanya ingin menjadi sahabatmu”, air matanya jatuh tak tertahan.

“Seharusnya aku yang minta maaf Via. Maafkan aku kalau masuk tanpa izin, aku tidak tahu kalau ini rumahmu. Maafkan aku juga yang terlalu egois lalu menyalahkanmu waktu itu. Aku tahu kamu berniat baik kepadaku (sambil menyeka air matanya). Aku baru menyadari, kalau tanganmu menunjuk kearah taman sekolah waktu itu. Dan itu adalah tempat kesukaanku sekarang. Benar katamu Via, ketika berada disana aku bisa menenangkan pikiran seolah energi positif memenuhi diriku apalagi ketika melihat ikan-ikan koi di kolam yang berada ditengah taman. Terimakasih juga sudah menolongku hari ini, kalau kamu tidak ada, pasti aku sudah tercebur ke kolam ini”.

“Tidak apa-apa Shita, yang lalu biarlah berlalu, tersenyum dong”! goda Shita mencairkan suasana.

“Ini aku sudah menyiapkannya untukmu, kalau kamu mau kita bisa petik buah naga matang untuk kamu bawa pulang ke rumah nanti”, sambil menyodorkan kotak makan warna hijau muda berisi potongan-potongan buah naga .

“Bukankah ini kotak makan yang diberikan Evan kepadaku di kantin sekolah”, tanya Shita kaget.

“Iya Shita, sebenarnya aku sudah menyiapkannya dari rumah. Tapi aku terpaksa pulang pagi itu karena ibuku tiba-tiba sakit keras, jadi aku titip kepada Evan untuk diberikan kepadamu”.

“ Jangan-jangan ikan koi yang di stoples itu juga bukan dari Evan?”.

“Ikan koi-nya dari saya, stoplesnya dari Evan”, jawab Via sambil tersenyum.

“Evan itu tetangga saya, itu rumahnya disana”, sambil menunjuk kearah rumah yang berhadapan persis dengan rumah Via.

”Evan sudah menceritakan kok kejadian di taman sekolah. Kemarin saya tidak bisa masuk sekolah karena kami harus ke Rumah Sakit menjemput ibu, setelah dokter mengizinkannya pulang. Makanya Evan yang membawanya ke sekolah”, jelas Via.

“Trimakasih Via, kamu sangat baik”, sambil memeluk Shita.

“Berarti ini hari jadi persahabatan kita dong”, sambung Via. Suara tepuk tangan terdengar dari arah pagar rumah. Rupanya Evan sudah ada disana. Sambil tersenyum, Evan berjalan kearah mereka. Percakapan singkatpun terjadi. Tidak lama kemudian ketiga sahabat itupun memetik bersama buah naga matang sambil sesekali candaan Evan menundang gelak tawa mereka.

Sejak saat itu Shita sering berkunjung ke rumah sahabatnya itu demikian juga sebaliknya Via sering bermain di rumah Shita. Evan juga tak ketinggalan selalu diajak oleh mereka. Teman-teman sekolah Shitapun tak pernah enggan lagi berkunjung ke rumahnya.

Sekarang Shita punya teman dan sahabat yang selalu perhatian kepadanya. Selalu ada saat suka dan duka. Persahabatan Shita telah mengembalikan kembali semangat hidupnya dan keceriannya seperti yang dulu. Bagi Shita sahabat-sahabatnya itu bagaikan bintang kecil bercahaya ditengah gelap malamnya.

## 10 Desember 2020 #

SELESAI...!!!

Pesan moral:

-Jangan cepat-cepat berprasangka buruk kepada orang lain.

-Carilah sahabatmu sebanyak mungkin, sebab sahabat selalu ada saat suka dan duka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

10 Dec
Balas

Trimakasih banyak Pak..Salam kenal....SKSS..

11 Dec
Balas

Trimakasih banyak Pak..Salam kenal....SKSS..

11 Dec
Balas

Trimakasih banyak Pak..Salam kenal....SKSS..

11 Dec
Balas

Keren cerpennya, penting banyak persahabatan, sukses dan salam.kenal

10 Dec
Balas



search

New Post