Babtisan Zebua

Kerjaku Kudoakan Doaku Kukerjakan...

Selengkapnya
Navigasi Web
'Si Sulung'

'Si Sulung'

**Si Sulung**

Oleh : Babtisan Zebua

Mata sang ibu berkaca-kaca mengiringi keberangkatan si sulung. Butiran-butiran bening jatuh tak tertahan ketika si sulung naik ke mobil bus yang akan menghantarkannya ke kota tempat ia melanjutkan pendidikannya setingkat Sekolah Menengah Atas. Si sulung akan pulang dari kota yang ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam itu hanya ketika ada libur sekolah. Mungkin 6 bulan sekali sang ibu dan si sulung bisa bertemu kembali. Kala itu telepon rumah milik salah satu warga desa adalah andalan satu-satunya untuk bisa berkomunikasi dengan si sulung. Senyum bahagia terpancar di wajah sang ibu ketika mendengar suara putra sulungnya memberitahu lewat telepon rumah bahwa ia baik-baik saja di kota. Senyum lebar sang ibu ketika menyambut kepulangan si anak sulung setiap kali libur sekolah. Sebaliknya tangis sedih setiap kali menghantar kepergian si sulung ketika kembali masuk sekolah.

Tiga tahun berlalu si sulungpun lulus dari SMA. Ia diterima menjadi seorang mahasiswa baru di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di ibukota Propinsi yang ditempuh melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Rasa senang dan sedih menyelimuti sang ibu ketika mendengar kabar kelulusan itu. Lambaian tangan kedua orangtua dan adik-adiknya menghantar kepergian si sulung berangkat ke kota yang baru, tempatnya akan kuliah. Terlihat butiran-butiran bening itu menghiasi wajah sang ibu di hari keberangkatan si sulung. Waktu yang lama untuk bisa bertemu kembali dengan si sulung. Biaya transportasi yang begitu mahal karena jarak yang jauh tidak memungkinkan untuk pulang ke desa setiap kali libur semester.

Semua mata memandang kepada wajah si sulung yang tersorot kamera terpampang lebar di layar. Sontak tepuk tangan riuh menyambut wisudawan terbaik dengan predikat Cumlaude tahun ini.

Kedua orangtuanya yang duduk paling depan diundang maju ke panggung. Tangis haru bahagia sang Ibu mendekap putra sulungnya.

"Empat tahun sudah tidak bersua denganmu, Ibu.

Isak tangis ketika Ibu memberangkatkan aku kuliah di kota ini

Itu adalah pertemuan terakhir kita, karena saya tidak pernah pulang demi menghemat biaya

Dan hari ini adalah pertemuan pertama kita di empat tahun terakhir ini

Aku berharap Ibu tidak menangis ketika melihatku

Tetapi akan tersenyum lebar ketika duduk di kursi istimewa itu

Tapi harapanku pupus, Ibu tetap menangis dipundak ayah hebatku ketika namaku disebut

Ketika ibu mendekapku...

Ibu menangis karena aku putra sulungnya

Ibu menangis karena ibu adalah seorang wanita

Ibu menangis karena Ibu adalah seorang Ibu

Ibu menangis karena ibu bahagia"

Demikian si sulung mengakhiri kata-katanya didepan semua yang hadir pada acara wisuda sarjana di Gedung Auditorium.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ceritanya, Bunda. Salam literasi

15 Dec
Balas

Terimakasih Pak..

16 Dec

Keren Bun, mengharukan ceritanya

15 Dec
Balas

Terimakasih bunda

16 Dec

Perjuangan meraih pendidikan. Penuh dengan liku-liku. Sukses bunda

15 Dec
Balas

Terimakasih bunda....

16 Dec

Cerita yang mengharukan, Bun. Perjuangan si sulung dan orang tua yg harus rela berpisah demi mengejar cita2. Penuh pesan moral. Sukses selalu untuk Bunda Baptisan.

16 Dec
Balas

Terimakasih Bunda...

16 Dec

Amazing,bun

15 Dec
Balas

Terimakasih Bun...

16 Dec

Amazing,bun

15 Dec
Balas

Amazing,bun

15 Dec
Balas



search

New Post