Aku dan guru digitalku
Saya mengumumkan kepada seluruh siswa kelas 12 yang saya ajar bahwa tugas dikumpulkan pada grup WA dengan cara unggah tugas dalam bentuk MP4 ke Google drive. Setelah itu, share link google drivenya ke group WA khusus tugas. Prosedurnya klik link untuk join grup Tugas di WA, kemudian join, setelah join upload tugas yang hanya berupa link google drive tadi. Tunggu sampai ada respon dari saya, setelah itu left group.
Para siswa tersenyum, entah karena bahagia tugasnya berbau virtual, entah karena tidak punya kuota. Senyumnya terlihat sama, sama membingungkan bagi saya, gurunya. Daripada saya salah simpul, saya tanya kenapa senyum.
Sefty memulai dengan bertanya,’Kenapa Ms memilih membuat tugas dengan Du Recorder atau Screen Cast O matic, lalu dikumpulkan link google drive atau link you tube-nya dengan cara join link group tugas WA?’
Saya tidak langsung menjawab, rasanya Silfi berulang-ulang menggunakan kata link. Link sini, link sana, saya khawatir Silfi dan yang lainnya jadi link-lunk (hus).
Saya mencoba menjawab dengan gaya bijak dan konseptor nyasar, “Sebagai guru, Ms berkewajiban melibatkan literasi media dalam pembelajaran. Apapun yang kamu gunakan dalam kehidupan sehari-hari diupayakan digunakan pula dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak terasa asing.” Para siswa diam. Saya jadi ngeri, takutnya penjelasan tersebut membuat semua yang sudah jelas malah jadi buram.
Para siswa sepertinya tidak terlalu was-was dengan keburaman yang saya munculkan. Rio bertanya, ’Apakah para guru zaman now dipaksa dan dipepet juga pakai yang virtual dan digital?’
Saya paham mengapa Rio menggunakan kalimat pasif. Hal ini terjadi karena waktu saya mengumumkan siapa yang telah mengumpulkan tugas dengan menggunakan Vysor sehingga percakapan pada LINE dan WA bisa tampil melalui in focus kelas. Saya sebutkan,” Dipaksa kebutuhan Ms menggunakan Vysor, seharusnya Ms print outkan agar kalian bisa melihat siapa, jam berapa mengirimakan teks via handphone apapun nama medianya.’
Saya merasa harus berbicara ala orator untuk menjawab Rio supaya meyakinkan, ‘You must use ICT to teach and engage students to learn, itu pesan pemerintah. Walalupun harus diakui belum ada ekosistem digital yang jelas untuk pembelajaran pada level kompetensi dasar. Sedihnya lagi, sejauh ini belum banyak penjelasan juga batasan mengenai apa yang harus guru lakukan untuk mendukung siswa menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Kolaborasi guru-siswa dalam penggunaan teknologi dalam kelas belum tertulis dan belum ada petunjuk standar. Ms mengajak kalian menggunakan teknologi yang ada pada hape untuk membuat kalian melihat bahwa produk permbelajaran bahasa tidak melulu tulisan atau percakapan.’
Saya berhenti menjelaskan, rasanya jadi bingung sendiri dengan urusan pelibatan teknologi dalam kelas ini. Jadi saya sudahi penjelasannya dan menunggu apakah ada siswa yang bertanya lagi. Syukurlah tak ada lagi yang bertanya, saya anggap para siswa setuju link tugasnya dikumpulkan via group WA.
Saya bertanya-tanya sendiri,’Apa guru yang pakai teknologi itu guru zaman now?’
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah bagaimana dengan saya guru yang gagal faham dengan teknologi