Ayah dan Jamur
Ayah dan Jamur
Kenangan bersama Ayah kembali hadir ketika Desember menjelang yang diiringi angin barat.
Dulu, bagi Ayah, kombinasi Desember, musim hujan dan angin barat merupakan berkah besar bagi dirinya yang setiap harinya dihabiskan di pematang sawah dan galur-galur barisan pohon Teh. Ayah memahami benar bahwa kombinasi tadi akan mendatangkan sajian istimewa di tikar pandan meja makan sekaligus penanda alas duduk kami. Makanan yang sangat kami sukai: pepes dan sop jamur.
Pada saat angin barat bertiup, ayah selalu mengajakku pergi menelisik tanah diantara sawah dan kebun teh. Ayah telah tahu dimana jamur secara periodik biasanya tumbuh. Ayah mengajarkan bahwa jamur sebesar piring, atau Suung Bulan, tumbuhnya bisa di mana saja. Hanya orang berizki besar yang bisa menemukannya, begitu jelas Ayah. Kenali saat dia 'nyungku' (masih berbentuk seperti segitiga di atas tanah dan mata yang tidak terlatih tidak mudah membedakannya dengan tanah berhumus), tunggu sampai dia 'kudu' (capingnya mulai muncul ke permukaan tanah), dan baru dipanen saat 'beukah' (mekar), begitu pesan ayah jika beruntung menemukan Suung Bulan.
Ayah juga berbagi rahasia tempat dimana tempat jamur kecil-kecil tumbuh (Suung Utah, Suung Rampak). Kata ayah, kamu jangan mengubah alam ini, jika itu terjadi, maka akan lahir musim yang tidak sesuai dengan aturan alam, pancaroba. Perubahan musim akan mengakibatkan tanah marah dan ia tidak akan mau berbagi jamur dengan kita.
Penjelasan ayah tidak terlalu dipahami saat itu. Untunglah ayah sepertinya tidak mempermasalahkan apakah anaknya paham pesannya atau tidak.
Ayah mengajak masuk ke hutan kecil dekat rumah dan menunjukkan Supa Lember (sejenis Jamur Kuping) yang tumbuh pada batang-batang pohon Seuseureuhan yang berserakan di tanah. Bisa saja supa Lember tumbuh pada pohon-pohon keras seperti Kihiang, bahkan pada pohon Dahu yang buahnya asem itu, ayah menegaskan sambil bergurau.
Ayah selalu wanti-wanti agar jangan mengambil Supa Karta, jamur beracun. Namanya Supa Karta (jamur dalam bahasa Sunda adalah Supa atau Suung), karena ada lelaki bernama Karta memanen jamur itu dan keracunan. Sejak saat itu, jamur itu dinamai sesuai korbannya.
Beberapa Supa berbentuk mirip, misalnya Supa Karta dari kejauhan mirip dengan Supa Jangkar yang biasanya tumbuh pada pohon bambu yang telah lapuk. Mirip pula dengan Supa Amis yang biasa tumbuh pada pohon enau lapuk. Kalau kepanasan, bisa tumbuh Supa Beas yang liat namun sangat enak dibuat sop berkuah dengan dominan rasa manis.
Ingat jika jamur warnanya amat mencolok, berbau sangat menusuk, atau ketika kamu sentuh dia mengeluarkan spora, itu jamur beracun. Jangan kamu sentuh, kalau sangat penasaran, gunakan ranting, ayah seolah khawatir anaknya salah ambil jamur dan menanggung akibat yang fatal.
Satu-satunya jamur yang belum sempat ayah tunjukkan yaitu Supa Lumar. Supa yang tumbuh di dalam gua atau di relung-relung tanah yang bersinar di kala malam. Ayah meninggalkan eksplorasi tertunda untukku. Mungkin suatu saat Supa Lumar dapat kutemui, entah dimana pada kombinasi Desember, hujan, dan angin barat, walaupun pasti rasa petualangannya tidak akan sama lagi jika tanpa ayah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kupas tuntas mengenai si supa ms, seru.