#MenulisHariKe-13

#TantanganGurusiana

“ Tapi bagaimana aku membuatmu bahagia?”

Benar. Ia sedang mengkhawatirkan kebahagiaanku. Ia tidak menatapku. Ia malah menatap langit-langit kamar. Aku tahu, ia kembali menahan bulir yang harusnya sudah jatuh bergulir sedari tadi. Lebih-lebih aku. Aku tak kuasa melihatnya serapuh ini. Tapi dengan segala pertahananku, aku berusaha terlihat baik-baik saja di depannya. Aku harus menjadi sandaran yang kuat saat ini. Bagaimana aku bisa menopangnya jika sandarannya saja terlihat lemah?

“Sekarang, aku mungkin tidak bisa memenuhi semua kebutuhanmu.”

Aku tahu dia juga mengkhawatirkan soal finansial. Hal yang wajar ketika siapapun yang kehilangan pekerjaan pasti akan mengkhawatirkan hal yang sama. Lebih-lebih ketika menjadi seorang suamii yang sudah memiliki tanggung jawab yang besar untuk keluarga kecilnya. Ini berat untuknya.

“Tidak apa-apa Mas, lagian aku kan masih kerja. Itu masih cukup kok untuk kebutuhan kita. Dan kalau kita merasa kurang, kita kan punya Tuhan yang Maha Kaya Mas, kita bahkan bebas mau minta apapun pada-Nya. Apapun Mas”

Aku mengatakan itu padanya seolah-olah ingin mengingatkan diriku sendiri. Bahwa Tuhan hanya ingin melihat hamba-Nya bergantung pada-Nya.

“Terimakasih Na.”

Aku melihat sedikit lengkungan senyum di bibirnya, walaupun aku tau masih ia paksakan.

“Kamu tidak sendirian Mas. Kita akan tetap berjalan beriringan. Ketika kamu tersandung atau bahkan terjatuh, kamu tinggal menyambut uluran tanganku untuk membantumu bangun. Dan ketika mencoba melangkah kamu nyatanya tertatih, aku akan membantumu sampai kamu bisa berjalan kembali dengan benar Mas. ”

Kali ini air matanya terjatuh. Sejenak ia menatapku, lalu memelukku. Kurasakan pipiku juga membasah.

***

Lombok Timur, 30 Juni 2021