Bekti Dwi Hastuti

Guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1Grogol, Sukoharjo...

Selengkapnya
Navigasi Web

JANGAN EGOIS, YA

Rupanya harus dengan double speaker untuk meneriakkan isi hati. Pagi ini kutulis lanjutan isi hati kemarin. Yang namanya pasangan akan bisa hidup jika mampu bersinergi dan saling melengkapi. Lihat saja bagaimana permainan ganda bulutangkis yang tidak bisa saling melengkapi? Pasti tidak enak untuk ditonton bukan? Yang satu ke sini, satunya ke sana. Permainan tidak akan ada kehidupan, hanya ada kematian demi kematian. Kehidupan manusia berpasangan tak ada bedanya dengan permainan ganda bulutangkis tadi. Jika tak ada kekompakan, maka bukan hanya tidak indah dilihat, tapi lebih tidak indah dinikmati. Kalau kita sudah berkomitmen berpasangan, maka harus ada ayunan langkah yang serempak dan seirama agar dapat sampai tujuan dalam waktu yang sama. Keegoisan merupakan salah satu penyebab ketidakkompakkan pasangan. Keegoisan paling banyak ditampakkan oleh suami. Coba kita cermati mulai dari hal sederhana sampai yang komplek dalam keseharian kita. Pagi, begitu membuka mata, suami sudah sodorkan sederet tuntutan. Menu makan pagi harus sudah tertata rapi, cuci-mencuci tahunya beres, rumah harus bersih, anak terkondisi, dan masih banyak lagi Siang hingga sore, tak kalah lebih hebat lagi keegoisannya. Karena capek seharian kerja, aturan baku pun diberlakukan. Tak boleh ada gangguan selama jam iatirahat suami. Sementara istri harus masih bergulat dengan setumpuk urusan. Padahal dia pun tak kalah capeknya, kapan jam istirahatnya ya? Malam, saat yang lain nikmat dalam tidurnya, istri masih harus berjibaku ria menyelesaikan ini dan itu di antara rasa lelah dan kantuknya. Belum lagi harus tuntaskan kewajiban mulianya pada suami. Tak salah juga apa yang dikatakan orang, "awan dinggo theklek, bengi diengklek-engklek." . Sampai di situ sisi toleransi istri masih berlaku. Tapi, saat keegoisan tingkat yang lebih tinggi bermunculan, masihkah ada batas toleransi? Apa keegoisan yang lebih tinggi tersebut? Saat suami menuntut istri untuk selalu rapi, bersih, sehat, cantik dan menyenangkan hati dan pandangan suami. Mengapa harus ada kata selalu? Bagaimana dapat muncul kata selalu kalau suami tak mau memberi kesempatan dan fasilitas pada istri untuk memenuhi tuntutannya? Pada dasarnya semua istri ingin seperti apa yang dimau suami, tetapi tidak semua istri punya keberuntungan untuk itu. Muncul lagi pertanyaan yang menunjukkan betapa egoisnya suami. Pernahkan terlintas di benaknya untuk bertanya, apakah iatri juga punya tuntutan yang sama untuk dirinya? Apakah suami sudah menyenangkan pandangan dan hati pasangannya? Marilah kita merenung dan bertanya pada diri sendiri, apakah saya sudah menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan pasangan kita? Semakin jauh perjalanan kita harusnya semakin kompaklah kita. Kita harus mau menannggalkan hobi menuntut dan menggantinya dengan mamahami sebagai hobi baru. Bolehlah menuntut, tapi harus dengan konsekuensi tinggi. Belajarlah memberi kesempatan ada pasangan kita untuk menjadi lebih indah dan menyenangkan hati dan pandangan. Setuju? Selamat pagi saudaraku semua. Berbahagialah dengan pasangan yang punya hati tak mengedepankan ego diri. Jangan berkecil hati bagi yang belum bisa menikmati. Untuk para perempuan, sadarlah bahwa kita adalah perkasa, beranilah untuk menyuarakan hati. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan karena ini sekadar curahan hati. Jadi, tak perlu ada marah dan sakit hati.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post