Hari kesepuluhku telah menemukan hal-hal menggelitik yang membuatku tergelitik untuk menulis lagi. Setelah beberapa hari vacum, gatal juga jari ini. Kuawali pagiku dengan penilaian tampilan siswa berpidato di depan teman-temannya. Di awal tampilan, tak lama ada sesuatu yang membuatku merasa aneh dan tersenyum sendiri. "Bu Guru Bekti yang saya hormati, ...." meluncur dari bibir siswa dengan pedenya. Aneh, baru sekali dan untuk pertama kalinya pula saya mendapat dan mendengar sapaan semacam itu. Biasanya yang lazim adalah Bu Bekti, Bu Bekti selaku guru Bahasa Indonesia... Aku mulai bicara dalam hati, jangan-jangan yang benar siswaku, ya. Kalau yang benar siswaku, seharusnya ada sapaan Bu Guru Endang, Bu Guru Ngestuti, Bu Guru Mulyani, Bu Guru Nurul, dan seterusnya. Sesuatu yang menggelitik itu membuatku seperti merasa punya PR yang harus segera dicari jawabannya lewat teman atau tanya mbah Google. . Tampilan berikutnya masih ada juga sesuatu yang menggelitik. " Marilah kita panjatkan puji syukur atas ke hadirat Tuhan YME...." Lucunya itu diucapkan oleh beberapa siswa, padahal saat latihan sudah ada contoh yang benar. Apakah ini disebabkan mereka sering mendengarkan sesuatu yang salah dan tahunya itu benar? Masih bersama lagi dengan sesuatu yang lebih menggelitik. " Kita ucapkan Alhamdulillah atas limpahan anugerah dan doa-Nya, sehingga kita dapat bersua...." Lho, bukannya doa itu permintaan hamba kepada Tuhan? Selamat malam semua saudaraku, selamat untuk ikut tergelitik ya. Selamat beristirahat dan bertemu kembali esok hari dengan gelitikan yang berbeda.