Setiap pertanyaan menbutuhkan jawaban. Jawaban membutuhkan alasan. Alasan tidak sekadar alasan, tapi yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk dapat dipertanggjawabkan, alasan harus logis dan bisa dibuktikan. Untuk dapat membuat alasan yang dapat dipertanggungjawabkan butuh kemauan dan kesanggupan berpikir. Lalu bagaimana kalau seseorang tidak mau berpikir dan menyatakan diri sudah tidak bisa berpikir. Bagaimana tho Bu, tidak bisa berpikir kok dipaksa untuk berpikir? Rupanya ada yang salah dengan ajakan saya untuk mau berpikir. Atau ada yang salah pada dirinya yang saya ajak untuk berpikir. Jadi, mengajak untuk berpikir itu diartikan memaksa dan sebuah kesalahan, ya? Ada satu kekhawatiran saya jika seusia itu malas berpikir, padahal seharusnya sedang gencar-gencarnya memaksimalkan otak mencari tahu dan belajar ini dan itu. Akan dimulai kapan memfungsikan anugerah besar dari Tuhan? Bukankah semakin tidak digunakan akan semakin bebal pikiran kita, seperti pisau yang tak pernah diasah akan tumpul dengan sendirinya? Ada helaan napas panjang, bagaimana ia siap dengan semua tantangan zaman yang semakin kompleks? Bagaimana ia akan bisa memenangkan setiap tantangan siap menghadang? Apakah ia tidak tahu, hanya mereka yang menang yang bisa bertahan? Ataukah sebenarnya dia pura-pura tidak tahu dan tak mau tahu? Ada kesan ia telah merelakan hidup dan masa depannya tergerus zaman. Sekali lagi, aku masih penasaran akan kalimat " Jangan memaksa berpikir karena aku sudah tak bisa berpikir." Bukankah ada saat tertentu sesuatu itu harus dengan cara dipaksa? Rasa penasaran itu membuat aku semakin tertantang untuk sekali lagi memaksanya. Aku ingin suatu saat ia balik menuntut memaksaku berpikir hingga aku kethetheran memberikan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan. Selamat siang semua. Selamat untuk mengoptimalkan pikiran kita.