Bernadetha Illona Maria

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tugas 3 Draft Novel Kost NCT Dream

Tugas 3 Draft Novel Kost NCT Dream

Two

“Jadi kalian tinggal di sini??” Tanyaku pada mereka masih dengan ekspresi terkejut.

“Itu kamar gue sama Jaemin,” Jeno menunjuk kamar yang berada tepat di sebelah tangga.

“Persis di belakang lo itu kamar gue sama Haechan,” ujar Renjun sambil menunjuk kamar dekat pintu masuk dapur.

“Itu kamar lo kan? Nah sebelahnya itu kamar gue sama Jisung,” ujar Chenle sambil menunjuk kamar dengan pintu berwarna pintu putih gading di sebelah kamarku.

“Kok lo tau??”

“Semalam gue liat lo jalan bawa gelas kosong sambil nguap gitu,” ujar Chenle sambil tertawa.

“Serius?? Aduh jadi malu gue, sorry ya gue gak liat lo” aku tertawa kemudian tersenyum malu.

“Santai aja, Jaem sini lo!” Jeno memanggil Jaemin yang sejak berdiri di pintu masuk.

“Apa?” Jaemin berjalan mendekati kami dan berdiri di depanku.

“Ini Lisya, dia tinggal di kamar.”

“Udah tau,” Jaemin memotong kalimat Jeno lalu pergi begitu saja menuju ke kamarnya.

Sorry ya Lis, dia emang anaknya suka cuek sama orang yang baru dikenal. Tapi, aslinya baik kok benar deh,” ujar Jisung yang merasa bersalah padaku karena sikap Jaemin.

“Gak apa-apa, gue maklum kok” jawabku sambil tersenyum pada Jisung.

“Tapi, dia kalau udah suka sama satu cewe bucinnya bukan main” ujar Haechan sambil memakan camilan milikku.

“Lo jadi ikut kan sama kita nanti sore?” Tanya Renjun.

“Jadi dong! Kita mau kemana?”

“Makan di angkringan depan itu udah enak, murah lagi” jawab Chenle sambil tersenyum.

“Buat pangeran gratis kan?” Tanya Haechan yang kini beralih ke minuman kalengku.

Bugh!

“Makan tuh gratis!” Seru Renjun sambil melemparkan bantal sofa yang kini mendarat tepat di wajah Haechan.

“Apa?” Tanya Jaemin yang baru saja keluar dari kamarnya.

“Kita mau makan di angkringan depan, lo mau ikut atau gak?” Tanya Jeno.

Jaemin menatapku sebelum akhirnya ia menggeleng cepat. Ia berlalu menuju dapur sambil memasukan satu tangannya ke dalam saku celana training biru yang ia kenakan.

“Kita bawain aja, dia suka makan apa?”

“Lo bawain dia kayu bakar juga pasti dimakan sama dia,” ujar Haechan lalu tertawa kencang.

“Dia emang suka ngelantur gitu kalau ngomong,” ujar Renjun.

“Jaemin suka makan sate telur sama nasi kucing sambal teri, lo mau bawain dia?” Tanya Jeno sambil duduk di samping Haechan.

“Iya kan kasian dia gak ikut, lagian di sini gak ada makanan” jawabku sambil tersenyum.

“Baik banget sih cantik,” Haechan tersenyum sambil mencubit kedua pipiku.

“Gak papa gue udah biasa digituin kok dulu sama teman-teman SMA,” aku kembali tersenyum.

“Lo dulu sekolah di Jakarta?” Tanya Renjun.

“Gue pindah-pindah karena bokap gue dokter dan sering-sering pindah tugas, jadi ya gitu deh” aku tersenyum.

“Lo gak mau ambil jurusan dokter juga?” Kali ini Chenle bersuara karena sejak tadi ia asyik dengan game di HP-nya.

“Gak, gue cape kalau harus pindah tugas terus. Lagian kalau nanti berkeluarga kan kasian anak gue juga kalau harus pindah-pindah sekolah,” aku terkekeh.

“Iya udah sambil jalan aja ngobrolnya nanti kesorean,” ujar Jisung.

Kami berjalan keluar menuju pintu utama. Aku juga tak lupa menutup rapat pintu dan juga pagar agar tidak orang yang sembarangan masuk. Kami berjalan sampai tempat angkringan sambil menikmati udara Yogyakarta di sore hari.

“Lo sempat punya pacar di Jakarta?” Tanya Jeno.

“Gak mikirin itu sih gue yang penting cepat lulus biar gak ikut orang tua pindah-pindah terus,” aku tersenyum.

“Tapi lo cantik, masa gak ada yang naksir?” Tanya Haechan.

“Apa sih? Gue gak cantik tau!” Jawabku sambil tertawa menanggapi pertanyaan Haechan.

“Yang naksir pasti ada dong?” Tanya Jeno sambil menatapku dan terkekeh.

“Entahlah,” aku tersenyum sambil mengendikkan kedua bahuku.

“Ini tempatnya,” ujar Jeno.

“Kok beda ya sama angkringan yang kemarin?”

“Oh lo ke angkringan yang sebelah sana, dari kostan lo pasti belok ke arah kanan kan?” Tanya Haechan.

“Iya,” aku terkekeh.

“Di sini menunya lumayan lengkap, ada sate kerang sama sate keong” ujar Jeno sambil mengajakku masuk.

“Lo pasti belum pernah coba kan? Gue jamin gak bakal menyesal deh,” ujar Renjun.

“Gue udah pesanin es teh sama nasi kucingnya, lo cobain ini dulu deh,” Chenle memberikan satu tusuk sate lalu memakan sate pemberian Chenle.

“Gimana rasanya? Enak kan?” Tanya Chenle sambil menatapku.

“Enak! Ini kerang kan? Mau lagi dong,” aku tersenyum.

“Itu keong, enak kan?” Tanya Chenle lagi.

“Uhuk!”

“Minum dulu,” Jeno memberikan segelas es teh padaku.

“Makasih,” jawabku lalu meneguk es teh manis pemberian Jeno.

“Lo gak apa-apa kan? Sorry ya gue gak maksud bikin lo kaget,” ujar Chenle.

“Gak apa-apa, sate keong juga enak kok” jawabku sambil tersenyum.

“Ini baru kerang,” Renjun memberikan satu tusuk sate lainnya yang memiliki bentuk yang sama dengan sate keong yang kumakan tadi.

“Buat lauk juga enak, Lis nih nasi kucing lo sampai dingin” Jisung memberikan satu bungkus nasi kucing padaku.

“Lo jadi bungkusin buat Jaemin?” Tanya Jeno.

“Eh iya, gue mau pesan lima tusuk sate telur sama dua bungkus nasi kucing sambal teri.”

“Iya udah biar gue yang pesan sekalian bayar, lo duduk aja” ujar Jeno lalu meninggalkan tempat duduknya.

“Punya pangeran sekalian dong,” Haechan tersenyum lebar sambil menghabiskan nasi kucing keenamnya.

“Bayar sendiri lah, sana susul si Jeno!” Seru Renjun.

Sehabis membayar, kami kembali ke rumah kost.. Jisung dan Chenle langsung ke kamarnya. Sementara aku, Haechan, Jeno, dan Renjun masih duduk di teras.

“Jaem, mau kemana?” Aku berdiri saat melihat Jaemin keluar dengan pakaian rapi.

“Jen, gue pinjam motor mau cari buku di Shooping Center” ujar Jaemin sambil melewatiku.

“Seenggaknya jawab dulu itu pertanyaan Lisya,” Jeno meletakkan kunci motornya di meja kecil.

“Buruan, Jen nanti keburu malam” ujar Jaemin sambil menghela nafas.

“Gak apa-apa, ini gue punya nasi kucing sama sate telur buat.”

“Lo kasih yang lain aja, gue kenyang” ujar Jaemin lalu pergi begitu saja.

“Sini biar pangeran sama Renjun aja yang habisin,” Haechan mengambil kantung plastik di tanganku lalu masuk bersama Renjun.

“Maafin Jaemin ya nanti biar gue yang ngomong sama dia,” ujar Jeno sambil tersenyum lalu masuk.

∆∆∆

“Kenapa gak masuk?” Tanya Jaemin yang kini berdiri di belakangku.

“I-itu ada kecoa,” aku menunjuk ke dinding tepat di sebelah kulkas.

“Badan lo lebih gede daripada kecoa, kenapa takut? Lagian nih tinggal ditimpuk aja pergi,” Jaemin melempar sandal miliknya dan mengenai kecoa tersebut.

“TERBANG!!” Aku berteriak kencang lalu bersembunyi di punggung Jaemin sambil meremas ujung jaketnya.

“Sama hewan kecil aja takut,” Jaemin tertawa lalu masuk ke dapur.

“Kenapa? Kok lo teriak?” Tanya Jeno yang baru saja turun dari kamarnya.

“Gak apa-apa tadi ada kecoa, tapi udah terbang” jawabku sambil meringis.

“Lo gak kuliah, Lis?” Tanya Jisung.

“Nanti siang, Sung kan gue sekelas sama Haechan. Eh itu gue masak nasi goreng di meja kalian makan aja dulu, gue mau ke kamar sebentar” ujarku lalu mengambil kotak bekal di meja makan.

Aku melihat sekeliling dan begitu situasinya aman, aku memasukan kotak bekal tadi ke dalam tas Jaemin. Gue sengaja nyiapin bekal buat dia soalnya kata Jeno, dia jarang sarapan di rumah. Makanya, hari ini gue bangun jam 4 pagi biar bisa masak sarapan sekaligus siapin bekal buat Jaemin.

“Lagi ngapain, Lis?” Suara Haechan membuatku terkejut hingga hampir terjatuh.

“I-ini tadi habis nutup reseleting tas Jaemin takut barang-barangnya pada jatuh,” aku tersenyum lalu kembali ke dapur.

“Gue kirain mau nyolong!” Haechan mengikutiku hingga ke dapur sambil berteriak.

“Sembarangan lo! Mending duduk tuh makan nasi goreng buatan gue!”

“Siap bosku!” Seru Haechan lalu duduk bersama Jeno dan yang lain.

Selesai sarapan, Jeno dan Jaemin berangkat ke kampus. Sementara Renjun, Jisung, dan Chenle menyusul dua jam kemudian. Menjelang jam 11 siang, aku dan Haechan berangkat ke kampus dengan motor matic kesayangannya.

“Lo mau langsung ke kelas, Chan?”

“Gue mau cari Jeno sama Jaemin dulu, lo?”

“Gue mau ke toilet nanti gue nyusul, mau ke kantin kan?”

“Iya udah gue duluan nanti telepon gue aja,” jawab Haechan lalu pergi ke arah kantin.

Bruk!

“AW!” Aku meringis sambil memegang lututku yang terbentur lantai.

Sorry, gue bantu lo berdiri.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantap, izin follow bu

01 Feb
Balas

terima kasih, pak

02 Feb

Keren nich.Sukses ya....

01 Feb
Balas

terima kasih, ibusukses selalu

02 Feb

Penggemar drakor pasti yaaKoreksinya di tanda baca bu. Sukses ya bu

01 Feb
Balas

iya, ibuterima kasih, sukses selalu

02 Feb

Cerita bergaya santai. Renyah. Pembaca jadi membayang-bayangkan bagaimana setting tempat dan suasananya. Sukses selalu, Bun.

01 Feb
Balas

terima kasih, ibusukses selalu

02 Feb

Mantul. Btw, sesekali setelah 2-4 dialog, sertakan juga seting tempat, suasana atau kondisi lawan bicara.

01 Feb
Balas

baik, ibuterima kasih atas koreksinyasukses selalu

02 Feb

Keren ceritanya. Kok ada tanda tanya dobel Bunda?

01 Feb
Balas

iya, ibuterima kasih, ibu

02 Feb

Sukses selalu. Saya belum kirim tugasnya.

01 Feb
Balas

terima kasih, ibu sukses selalusemangat untuk mengumpulkan tugasnya

02 Feb

Banyak dialognya, tapi bagus juga, keren Mba

02 Feb
Balas

terima kasih, ibu

02 Feb



search

New Post