Waduuh...aku bingung dengan kumisku. Ingin sekali aku perbaiki letak posisinya agar terlihat lebih maskulin.Tapi kumisku ini adalah identitasku yang membuat aku dikenal banyak orang. Itu tuh pak kumis yang tinggal diseberang jalan, kata orang-orang.

Tapi kalau tetap kubiarkan meraja lela di sekitar daerah wajah ku membuat aku kesulitan tuk menghirup udara bebas. Aduuuuh jadi serba salah ne jadinya. Dibiarkan susah gak dibiarkan juga akan mengganggu aktifitasku sehari-hari.

Di depan kaca, aku melihat pada diriku terutama wajahku yang lumayanlah klau dinilainya mendapat nilai 7. Cukup makan klw dibilang orang kebanyakan. Kupandangi wajahku,bagian mana yang harus ku rapikan. Bagian atas, bawah, samping kanan atau samping kiri.Ohhh bingungnya diriku.

Pagi yang cerah hari ini. Hari dimana aku harus membuat keputusan tentang kumis yang kupunya.Harus kupangkas atau kubiarkan saja diwajahku ini. Ku tanya istriku, apa yang harus kulakukan pada kumisku. Tapi jawaban istriku,”Biarkan azza lo mas...aku tuh lebih suka kalau mas tu ada kumisnya.” Itu pasti jawaban istriku.

Ku ambil kendaraan kesayanganku,lalu aku menuju ke tukang pangkas yang ada di dekat rumahku. Hari ini tekadku sudah bulat,aku harus memangkas kumis yang menjadi identitasku. Greeeng...greeeng...greeeng akhirnya aku tiba di tukang pangkas langgananku. Kusandarkan badanku di tempat duduk sehingga posisinya senyaman mungkin. Si tukang pangkaspun menghampiriku...”Bagian mana pak yg mau dipangkas”kata beliau. Ini nihh bagian wajah ku yang agak mengganggu pernapasanku. Kemudian aku menunjuk ke kumis milikku. Si tukang pangkaspun mendekatiku dan akan memulai pekerjaannya.Stooooop....akhirnya aku mengurungkan niatku. Setelah kusadari bahwa kumis mentereng milikku itu adalah identitasku yang harus aku jaga dan lestarikan.