SEPENGGAL KISAH MENGGAPAI ASA DI PULAU BALI
SEPENGGAL KISAH MENGGAPAI ASA DI PULAU BALI
Oleh : Boedi Prasetio
TK Krisnamurti 2 Surabaya Jawa Timur
Jam dinding di rumahku sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB, aku bergegas untuk menyiapkan perlengkapan yang akan kubawa ke Bali. Ya, hari ini aku harus berangkat ke Bali, tepatnya di daerah Kuta untuk mengikuti Bimtek Literasi penulisan buku bagi guru TK. Sejenak aku berhenti melangkah sambil mengingat lagi apakah masih ada barang – barang yang belum aku bawa. “ Oh damn, sandal mana sandal “gumamku dalam hati sambil mencari sandal yang ternyata belum aku bawa. Setelah memasukkan sandal ke dalam tas koper, segera kuambil telepon genggamku di ruang tamu untuk memanggil Uber transportasi on line yang akan kugunakan untuk mengantarku ke Bandara Juanda.
Di teras depan sambil menunggu kendaraan uber datang, kubuka pesan – pesan di grup Whats App barangkali ada yang memberi informasi tentang keberangkatan. “ Sial, gerutuku dalam hati. “ Ke mana semua sih teman – teman. Tidak ada satu pun yang mengangkat telepon panggilanku”, tanyaku dalam hati. “ Angkat dong Bu Aida, please “gerutuku. "Hallo teman-teman, nanti pesawatnya take off jam berapa sihh..", tulisku dalam pesan di grup WA. “ Huh, tetap tidak ada respon,” gerutuku dalam hati.
Tiba – tiba telepon genggamku berdering, “ Hallo dengan Pak Budi, saya dari Uber Pak, .lima menit lagi saya sampai Pak. “, suara dari arah seberang telepon genggamku. Rupanya telepon tersebut dari pengemudi Uber. “ Segera ya Pak, saya takut terlambat sampai bandara nih”, jawabku sambil menutup percakapan.
Sebuah mobil Avanza warna putih berhenti di depan rumah. “Ini pasti kendaraan uber yang menjemputku,” pikirku dalam hati. Seorang laki – laki keluar. “ Maaf mau tanya rumahnya Bu Adam mana ya Pak “, tanya laki – laki tersebut. “ Oh itu pak dua rumah lagi dari sini, yang pagarnya cat biru”, jawabku. “ Terima kasih , Pak, “ katanya lagi. “ Ya sama – sama,’ jawabku sambil tersenyum kecut karena ternyata yang datang bukan uber jemputanku.
Tidak seberapa lama sebuah mobil Xenia warna abu – abu berhenti di depan rumah. “Nah ini pasti dari Uber,” pikirku. Langsung saja aku masuk ke dalam mobil tersebut. “ Selamat siang Pak Budi, tanya pengemudinya. “ Siang, langsung ke bandara ya Pak,” jawabku. “Agak cepat sedikit ya Pak, sudah tergesa – gesa nih”, kataku lagi. “Siap Pak Budi,” jawab pengemudi tersebut.
Segera ku buka telepon genggamku lagi. “ Ya ampun, kok masih belum ada balasan dari teman – teman tentang jadwal keberangkatan pesawat sih, gerutuku dalam hati. Ku arahkan ke atas tombol telepon genggamku untuk melihat lagi pesan – pesan sebelumnya yang sudah masuk. Ku baca pesan bu Aida terakhir bahwa semua harus kumpul pukul 12 siang di Bandara Juanda.
“Pak, pukul 12 bisa nggak sampai Juanda”, tanyaku. “ Wah, mudah – mudahan gak macet ya Pak. Kok mendadak sekali Pak, jawab pengemudi uber tersebut. ” Iya nih Pak, maaf ya soalnya ditunggu teman - teman di bandara jam 12 , jawabku sambil melirik ke arah jam tanganku. Kulihat waktu sudah menunjukkan pukul 11. 20. “ Lewat tol Wiguna saja ya Pak”, tanya pengemudi uber tersebut. “ Boleh , terserah bapak saja deh, yang penting cepat sampai”.
“Oh my God, kok tambah macet pak lewat sini”, tanyaku sambil cemas. “ Ya pak, tidak biasanya seperti ini”jawabnya . “ Waduh Pak, bagaimana ini saya telat ini?’. Aku coba lagi untuk menghubungi bu Aida. Ya ampun, tetap saja tidak diangkat. Aku coba buka pesan WA lagi, tetap tidak ada respon dari teman – teman tentang jam keberangkatan yang pasti. Yang ada hanya pesan dari Bu Tatik yang memberitahukan bahwa beliau sudah sampai di bandara dan menunggu di dekat ruang merokok. “ Oh Tuhan, tolonglah hambamu ini, lancarkan perjalananku”, pintaku sambil berdoa terus dalam hati.
Akhirnya sampai juga di bandara Juanda. “Berapa Pak biayanya”, tanyaku kepada pengemudi tersebut begitu sampai di terminal keberangkatan I B. “Empat puluh ribu Pak”. “Okey ini pak “, jawabku sambil memberikan uang lima puluh ribuan dan bergegas turun dari mobil. “ Kembaliannya Pak”, jawab pengemudi tersebut. “ Sudah ambil saja,” jawabku sambil menutup pintu mobil.
Dengan tergesa – gesa aku segera menuju tempat berkumpul teman – teman. Terus terang aku tidak yakin akan segera menemukan mereka, karena aku belum kenal mereka siapa saja yang berangkat. Ku buka telepon genggamku, ku kirim pesan lewat grup kalo aku sudah berada di bandara IB dan sedang mencari posisi teman – teman. Sambil berjalan menuju ke tempat merokok, tempat yang disebutkan terakhir dalam pesan di grup aku lihat wajah orang – orang yang duduk di situ. Tidak satu pun aku mengenalnya.
Tiba – tiba, “ Pak Budi ya” suara seorang perempuan mengagetkanku. “ Ya betul”, jawabku. “ Itu pak teman – teman berkumpulnya di sana”, jawabnya sambil menunjuk ke arah bangku dekat trolly warna putih. “Oh terima kasih,” jawabku sambil menuju ke arah yang ditunjuk. Setelah berkenalan satu sama lain saya duduk di sebelah teman dari Sidoarjo. “ Bu Aida dan Bu Ana kok belum kelihatan,? tanyaku sambil membuka percakapan? “Belum datang Pak”, jawab ibu yang dari Malang yang memakai baju warna merah.
“ Ayo Pak Budi kita segera boarding”, suara Bu Aida tiba – tiba mengagetkanku. “ Yang lainnya tolong segera dipanggil ya Pak”. “ Okey”, jawabku sambil segera menuju ke arah teman – teman duduk . Dengan berjalan tergesa – gesa kami segera menuju ruang tunggu di dalam karena jam keberangkatan pesawat sudah kurang beberapa menit lagi. “ Mohon maaf penerbangan pesawat Lion Air dengan penerbangan WTE 205 tujuan Denpasar Bali mengalami penundaan sampai pukul 14.10”, suara dari bagian informasi terdengar sangat jelas di telinga.
“ Sudahlah, disyukuri saja penundaan ini, paling tidak kita bisa makan siang dulu di sini”, kata bu Ana menenangkan teman – teman. “ Ya Bu, betul “, jawab teman – teman “. Nasi bungkus yang tadi sudah di bagikan oleh bu Aida segera kami makan bersama – sama. “Nah itu, penumpang tujuan Denpasar sudah dipersilakan untuk masuk pesawat,” kataku kepada teman – teman.
Pesawat Lion Air yang akan membawa kami menuju Bandara Ngurah Rai Denpasar sudah dipenuhi penumpang. Tampak pramugari yang cantik- cantik sudah menjelaskan kepada kami tentang tata cara keselamatan penerbangan tanda pesawat sudah siap tinggal landas. “ Permisi Pak, bisa minta tolong memasukkan tas ini ke atas’?, tiba – tiba suara ibu yang duduk disampingku mengagetkanku. “ Oh ya, mana Bu” jawabku. “ Terima kasih, Pak” katanya lagi. “Sama – sama “, jawabku sambil tersenyum kepadanya.
Kurang lebih empat puluh menit lamanya perjalanan di udara, tanpa terasa pesawat sudah mendarat di Bandara Udara Ngurah Rai. “ Wah sudah pukul 16.00 WITA kita nggak bisa ikut acara pembukaan, kataku kepada teman – teman . “ Ya sudahlah tidak apa – apa , kan ada alasannya kita tidak ikut acara pembukaan,” jawab bu Ana.
Setelah berunding mengenai angkutan yang akan digunakan untuk menuju hotel , lalu kami sepakat untuk memanggil transportasi on line yaitu uber untuk membawa kami menuju ke hotel. Sampai di hotel sudah pukul 18.00 WITA. Kami segera registrasi ke panitia Bimtek masalah kedatangan dan untuk mendapatkan kunci kamar.
Hotel J tempat kami menginap ternyata tidak sebesar yang aku bayangkan. Bentuknya kecil dan semua ruangan serba minimalis. Benar dugaanku. Begitu masuk kamar, kesan minimalis begitu terlihat . Dimulai dari ruangannya yang kecil, meja yang mungil dan perabotan seperti almari pun bentuknya kecil. Suasana menjadi begitu terasa sempit ketika kami berdua - aku dan seorang teman dari Sidoarjo - masuk ke kamar tersebut. “Yaa, kamarnya kecil sekali,” gumamku dalam hati.
Setelah mandi, sholat dan makan malam di ruang makan yang juga minimalis aku segera menuju ke ruangan acara Bimtek berbaur dengan teman – teman yang lain dari berbagai daerah. “Selamat malam Bu, saya Budi dari Surabaya,” kataku kepada teman-teman yang juga peserta Bimtek. “ Saya Bu Sri dari Bali Pak”, jawab ibu yang aku sapa tadi.
Pemateri Bimtek kali ini adalah Pak Ihsan yang sekarang menjabat sebagai Pemimpin Umum Media Guru Indonesia. Beliau mencanangkan program SAGU SABU yaitu Satu Guru Satu Buku. Harapannya seorang guru bisa menulis satu buku sebagai hasil karyanya dan dipublikasikan.
Selain itu sebagai pemateri lainnya adalah Pak Eko dari Jawa Pos yang mengulas banyak hal seputar kiat – kiat menjadi seorang penulis. Beliau adalah praktisi di bidang jurnalistik yang sudah makan asam garam di dunia tulis menulis buku. “ Baiklah Bapak dan Ibu, setelah saya jelaskan kiat – kiat menulis buku, sekarang tolong masing – masing peserta membuat tulisan tentang pengalaman mengikuti Bimtek Literasi ini, “ suara Pak Eko sontak membuat aku tersadar dari lamunanku. Motivasi yang diberikan oleh Pak Ihsan dan Pak Eko benar – benar menggugah keinginanku untuk segera menuliskan sepenggal kisahku menggapai asa di Pulau Bali.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Duo Budi adalah peserta yang beken di bimtek literasi Bali. Segera terbit bukunya ya, Pak. Profil guru TK laki-laki yang survive di dunianya. Tampaknya, bisa best seller tuh, cetakan perdananya.