Sri Ayu Sipah

Alumni IPB dan Kepala MTs Darul Hikmah Subah di Kankemenag Kabupaten Batang. Belajar dan terus belajar dalam universitas kehidupan untuk berika...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar dari “giletsjaunes” Prancis

Belajar dari “giletsjaunes” Prancis

Sejak 17 November, Prancis membetot perhatian dunia dengan munculnya aksi “giletsjaunes” atau “rompi kuning”. Sebuah aksi protes yang diikuti ratusan ribu warga dan berlangsung selama beberapa pekan. Puncak aksi berlangsung kemarin Sabtu, 8 Desember 2018 pada saat kebijakan pemerintah tak lagi sanggup redam ketegangan warganya. Negeri menara Eiffel yang terkenal dengan romansa cintanya ini, tak sanggup kendalikan amarah warga yang membuncah.

Tuntutan mundur pada sang presiden muda Emmanuel Macron menjadi isu utama. Taktertunaikannya janji politik sang Presiden selama kampanye, menjadi bahan bakar utama gerakan bermula. Sukses terpilih terkadang menjadikannya lupa, kebijakan tak untuk rakyat jelata, tetapi lebih berpihak kepada elite kaya. Keadilan untuk rakyat terkebiri, dan janji politik hanya sebatas cara gapai mimpi menjadi petinggi negeri.

Kita harus belajar dari Prancis, terutama para politisi negeri ini. Jangan jadikan rakyat hanya sebagai tempat persemaian janji, yang tak akan pernah tumbuh benihnya suatu hari nanti. Karena hanya berisi obral janji tak ada bukti. “Rompi kuning” Prancis kirimkan sinyal kuat, itupun bisa terjadi di negeri ini, jika para politisi dan elite politik tak segera berbenah diri. Jangan gadaikan kantung suara rakyat demi sebuah kursi.

Demi Kursi

Kala Kursi jadi rebutan kembali

Tak ada lagi kata saudara saudari

Ramai lidah berargumen mencaci

Mencari pembenaran atas pilihan sendiri

Tak jarang menjual kalam Illahi

Lidah memang tak seperti gigi

Haruskah lidah dipotong agar tak lagi obral janji ?

Ataukah turut berkawat agar tak lepas kendali ?

Pertiwiku berduka kala Lombok terluka

Pertiwiku menangis kala persatuan kian tipis

Kursi itu jauh lebih hangat dari pelukan Pertiwi

Jauh lebih melenakan dari senandung Pertiwi

Demi Kursi, semua ambil peduli

Latah dunia maya umbar prasangka

Demi kursi, semua berdiri cari posisi

Sulit bedakan fakta atau propaganda

Demi Kursi, nuranipun terbagi

Pertiwi tak lagi kuasa

Lemah gapaian tangannya sampaikan kata

Kursiku, jadilah tempat bersatu anak-anakku.

#Ayumengulikpilu, Kedombang 9 Desember 2018

Tulisan ini dibuat tidak untuk dukungan pada kelompok tertentu, sebatas keprihatinan penulis pada maraknya janji politisi jelang tahun pollitik

Selamat datang di dunia literasi, dunia baca tulis kunci gerbang peradaban zaman, dunia buku tempat ilmu bertumpu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Matursembahsuwun Ibu Rini. Njih terlena dengan janji manis tapi sang pembuat janji lupa tuk menepati. Kekuatan ada pada umat dan rakyat. Bukan pada mereka yang hanya mendulang janji. Tetap ditunggu karya-karya hebatnya Ibu Rini.

10 Dec
Balas

Semoga para politisi negeri ini membaca tulisan ibu. Ada pembelajaran politik dari Prancis tentang arti sebuat "menepati janji" pada rakyat selaku konstituennya. Tulisan sangat menginspirasi. Sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah.

09 Dec
Balas

Terimakasih Bapak, semoga mereka membacanya. Kekuatan penulis pada pena, dan tak jarang penulis kritis akan berujung seperti Wiji Thukul "matinya kata-kata". Semoga menepati janji akan jadi salah satu slogan politik ke depan.

09 Dec

Demi sebuah kursi sanggup mengobral janji. Menapikan bisikan hati nan suci. Demi sebuah kursi kejujuran dan keadilan seakan jadi barang langka yang sulit dicari. Terkadang, aku tak mengerti apa yabg dicari di dunia ini. Bukankah jika pun mati kita harus mempertanggungjawabkannya ke haribaan ilahi. Padahal saat itu mulutpun dikunci. Tinggallah tangan yang menyakiti akan mengakui sendiri. Kaki yang memijak saudaranya harus bersaksi. Telinga yang tak mendengarkan suara rakyat seakan tuli, mata yang tak melihat bagaikan buta hati, semuanya akan berkata di hadapan ilahi. Lantas, kenapa kita tidak amanah dan menyalahi. Rompi kuning ada di Paris, bisa jadi di negeri ini akan lebih tragis. Tak ada jalan lain kecuali berjalan bertuntunkan Al Quran dan Al Hadits. Jazakillah khoir, Bu Guru untuk tulisan sarat pembelajaran ini. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Bu Guru.

09 Dec
Balas

Terimakasih Ibu. Komentar yang sangat luar biasa. Mencirikan seorang penulis yang kenyang dengan bacaan bergizi. Menambah wawasan Ayu dalam berfikir dan memperdalam kemampuan memilah diksi dalam kalimat. Tak dipungkiri saat dunia begitu menggoda, seolah obral janji adalah biasa. Mungkin mereka lupa, bahwa takdir kematian akan datang pada siapa saja, tak terkecuali. Mungkin merekapun lupa, suatu hari nanti akan bertemu dengan malaikat di alam kuburnya, untuk ditanya tentang janji-janjinya. Jadi PR bertambah bagi para politisi negeri ini, tak lagi obral janji dan berani melawan lupa. Terimakasih Ibu. Jazakillah.

09 Dec

Maaf Mbak Ayu, dipungkiri atau dimungkiri yah

09 Dec

Terimakasih atas saran pembetulannya Bunda Ropi, benar dimungkiri, dari kata dasar ungkir.

09 Dec

Sulit memang menjadi orang yang amanah, padahal saat awal, begitu manis mulut berucap, namun lagi lagi syetan sang penggoda ulung lupakan semua janji. Ntah mungkin memang kemewahan dunia begitu menarik, hingga apa pun dapat dilakukan demi mencapainya. Luar biasa tulisan yang keluar dari hati dan pikiran yang sudah sangat "muak" *dengan kondisi di negeri tercinra ini. Tulisan Mbak Ayu, ciptakan semangat dan menggugah pikiran. Sukses selalu dan barakallah

09 Dec
Balas

Terimakasih Bunda Ropi, sebatas pemikiran sederhana untuk urun rembug pada suhu politik yang mulai menghangat. Tak lebih. Bukan muak, tetapi ingin berikan kontribusi kecil perubahan pada mindset konstituen dan politisi itu sendiri. Ayo, tak lagi obral janji dan berani melawan lupa.

09 Dec

Janji manis.memang membuat siapapun terlena...Namun ingatlah ketika janji itu diingkari ada doa dari rakyat yang teraniaya akan mengguncang langit dan membuat semuanya terperangah tak bisa berkata-kata...Kita tunggu saja..Tulisan yang sangat menginspirasi bu Ayu...Semoga selalu sehat...Barakallah..

10 Dec
Balas

Masyarakat Indonesia telah sampai pada titik kulminasi hilanganya kepercayaan pada lembaga pemerintahan dan para pejabatnya. Dan demikianlah juga yang terjadi pada diriku saudariku, aku sudah terlalu lelah dengan janji-janji manis berujung ada pengingkaran. Lesap sudah kepercayaanku, dan aku pun bingung siapa yang haris kupilih kelak. Sukses terus saudariku. Barakallaah ❤

10 Dec
Balas

Jazakillah Bunda Nurmalia. Benar, tak tahu mana yang harus dipilih. Janji manis di awal, tak semesra di akhir. Janji menggiurkan di muka, tak selezat di belakangnya. Terlalu lelah jadi alasan nyata untuk tak lagi merajut asa pada mereka. Cukup sudah. Tak boleh ada ingkar, tak ada kata lupa. Janji tetaplah janji, tak akan lenyap hanya karena ingkari.

10 Dec

Janji calon penguasa... Berbuih janjinya. Semoga tetap terjaga ibu pertiwi.Mksh,Bu Ayu tulisan membuka wawasan. Sehat dan sukses ibu...

10 Dec
Balas

Terimakasih Ibu Fila. Semoga buih janji akan bermuara pada ombak kepastian tepati. Pertiwi tetap terjaga di tangan mereka yang amanah pegang kuasa.

10 Dec



search

New Post