Hari ini kita akan belajar tentang bagaimana memaknai kehidupan dari separuh air di dalam sebuah gelas. Ketika kita melihat gelas tersebut apa yang akan kita pikirkan? Apakah kita akan berpikir bahwa gelas tersebut setengah penuh atau justru sebaliknya, setengah kosong? Apa pun yang ada dalam pikiran kita, baik gelas itu setengah penuh atau setengah kosong, keduanya akan tergantung kepada perspektif kita. Dari sudut mana kita memandang dan memaknai gelas tersebut.

Apabila kita memilih bahwa gelas tersebut adalah setengah penuh, barangkali kita adalah pribadi yang penuh dengan rasa syukur. Kita memiliki rasa terima kasih dan penghargaan terhadap apa yang telah kita capai dalam kehidupan ini. Kita bisa melihat lalu mengevaluasi hal-hal apa yang telah kita capai kemudian mengapresiasinya dengan perbuatan yang lebih baik lagi.

Namun, apabila kita memikirkan bahwa gelas itu separuh kosong, bisa jadi kita adalah pribadi ambisius yang payah untuk mensyukuri capaian dalam kehidupan. Bisa jadi kita adalah orang yang tidak pernah merasa puas dan cenderung terpaku untuk menyempurnakan semua capaian dalam kehidupan. Kita adalah pribadi yang kurang bisa mensyukuri kehidupan dan semua yang telah berhasil kita raih dalam kehidupan.

Dari separuh air di dalam gelas, kita belajar bahwa kehidupan ini seharusnya memang sempurna seperti gelas yang penuh dengan air. Tidak ada manusia yang menginginkan ada bagian kosong dalam gelas kehidupannya. Namun, adakalanya manusia harus berdamai dengan realita kehidupannya. Pemahaman bahwa separuh air yang dilandasi dengan rasa syukur akan lebih bermakna daripada segelas penuh air, namun tanpa rasa syukur (FN, 26/02/2020).