Udara dingin di sekolah kami, tak mampu menghentikan langkah kami untuk merajut asa di lereng muria ini. Kabut tebal, menjadi selingan alam yang senantiasa kami pahami setiap harinya. dari kabut kami belajar tentang perubahan wujud. Dari kabut kami belajar untuk memecahkan matematika. Dari kabut kami belajar puisi, dari kabut kami belajar rasa syukur kepada sang pencipta.

Hujan turun dengan derasnya, menemani kabut yang masih setia. Di kelas kami seperti panggung sandiwara. Siap dengan sebuah naskah drama. Kabut bukanlah petaka, tapi kabut adalah sahabat setia. Gemericik air di gunung yang mengalir deras diantara sekolah kami, adalah pemandangan yang teramat indah. Lagu alam yang mengiringi setiap dentuman semangat yang terpatri dalam jiwa anak-anak bangsa.

Canda ria bersama kabut, dan dinginnya udara menjadi inspirasi untuk mencairkan pikiran yang tak boleh beku. matematika siap diselesaikan. makanan yang teramat lezat di pagi ini bersama kabut yang setia. sesekali menguap menebarkan aroma nasi goreng, nasi bungkus, dan nasi sambal terasi. Semua membaur menjadi satu. Begitulah anak-anak, satu dengan yang lain akan saling mencibir karena aroma. tetap tenang. mereka cuma bereksperimen bergulat udara mulut dengan kabut. meniup kabut, berharap segera pergi. Namun kabut tetap saja setia.