Mengikat Rezki dari Rumput Laut
Mengikat Rezeki dari Rumput Laut
“Saya mau terbang ke Surabaya minggu depan,” kata perempuan itu dengan wajah sumringah. "Anak saya wisuda di Politeknik Perikanan Sidoarjo.”
Perempuan di Pulau Kei, Maluku Tenggara, itu layak bangga. “Saya bisa sekolahkan anak dengan rumput laut ini,” tambahnya. Dia memang salah satu pembudidaya rumput.
Selain menangkap ikan, warga pesisir di Pulau Kei mulai memelihara rumput laut sejak tahun 2000. Sampai saat ini ada sekitar 2.000 orang pembudidaya rumput laut yang jumlahnya masih relatif sedikit, hanya 1,5 persen dari total warga Maluku Tenggara.
Kei pulau yang indah. Dia dikelilingi beberapa teluk laksana mutu manikam, gradasi hijau dan pasir putih yang amat halus membentang. Di dalam teluk inilah masyarakat melakukan pemeliharaan rumput laut. Metode budidaya dengan sistem tali bentangan sepanjang 200 m, agar tidak tenggelam pada ujung tali digunakan pelampung sebesar bola dan pemberat jangkar sebagai penahan agar tidak hanyut. Kedalaman perairan antara 5-10 meter.
“Saat ini harga sadiki bagus," kata perempuan itu. "Dapa sampai 15 ribu." Harga rumput laut naik-turun agak ekstrim. "Kadangkala dia pung harga bisa sampai 6 ribu.” Perempuan itu berharap harga terus bagus dan pemerintah bisa membantu petani seperti dia: mulai penyediaan bibit, perawatan, pasca panen maupun pemasaran yang baik.
Pola perdagangan rumput laut di Maluku Tenggara dilakukan dengan mekanisme pengumpul. Pedagang membeli di pembudidaya dan dikapalkan ke Surabaya atau Makassar. Data pemerintah daearah, produk rumput laut kering yang keluar dari kantor pelayanan BKIPM sebanyak 2000 ton per tahun. Tahun 2020, tercatat produksi rumput laut tahun 2018 sebanyak 16.000, tahun 2020 meningkat menjadi 24.000 ton kering.
Saat ini harga rumput laut di tingkat petani Rp 15.000 per kg, di pengumpul kecil Rp 17.000/kg, dan di pengumpul besar Rp 20.000/kg. Ketika rumput laut masuk ke pabrik harganya menjadi Rp 22.000/kg. Pabrik di Makassar dan Pulau Jawa memproduksi rumput laut menjadi caraginan atau chip, yang bermanfaat untuk bahan makanan dan kosmetik serta industri obat-obatan lain.
Ironisnya, saat ini pemda Kabupaten Maluku Tenggara telah mempunyai pabrik rumput laut yang bisa memproduksi chip rumput laut namun belum pernah beroperasi sejak dibangun pada tahun 2015.
“Pemda pernah melakukan perbaikan mesin , namun belum bisa digunakan," kata sumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Tenggara. Kawasan pabrik itu seluas 10 hektar, terdiri dari ruang perkantoran, gudang dan tempat penjemuran. Air bersih untuk pencucian rumput laut juga tersedia di sungai yang mengalir tidak jauh dari lokasi pabrik.
Kehadiran pabrik rumput laut di Kei sangat diharapkan, karena bisa menyerap tenaga kerja dan mengatasi kemiskinan.
Jumlah penduduk di Maluku Tenggara sebanyak 127 ribu jiwa. menurut data BPS, sebanyak 27.425 jiwa, atau sekitar 23 persen, hidup dalam kemiskinan.
Renacana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Maluku Tenggara menargetkan angka kemiskinan turun 19 persen, dan tingkat pengangguran juga bisa turun dari 2.200 an orang menjadi 1.700 orang. Dengan asumsi terjadi penambahan tenaga kerja baru baik di budidaya maupun pada pabrik pengolahan rumput laut.
Selain perikanan, Pulau Kei dikarunai keindahan teluk yang berpasir putih dan perairan yang sangat jernih. Tidak banyak sungai yang bermuara ke laut dan pencemaran dari industri dan rumah tangga masih minim. Pantai-pantai Pasir Panjang, Pantai Ngurbloat, Pulau Sepuluh dikenal memiliki tekstur pasir putih yang sangat halus. Pemerintah dan warga sudah melaksanakan Festival Meti Kei, yang menjadi salah satu kalender wisata nasional. Namun kendala akses menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangannya.
Untuk mencapai Kei orang harus terbang dengan pesawat kecil jenis ATR dari Ambon ke Bandara Karel Satsuitubun di Langgur. Dari bandara menuju Kota Langgur terbentang jalan mulus ibarat jalan toll. Di kiri kanan jalan masih hutan diselingi rumah kebun warga berdinding kayu beratap rumbia. Sebagian rumah sudah semi permanen beratap seng.
Kepulauan Kei, atau "negeri seribu pulau", memiliki 3 kawasan lautan yang kaya ikan dan sumberdaya kelautan lainnya—Laut Banda, Arafura dan Aru – sumber pangan ikan bagi Indonesia sejak puluhan tahun lalu.
Ratusan kapal-kapal ikan dari Indonesia Barat mengambil ikan di kepulauan ini dan dipasarkan di unit pengolahan pelabuhan besar Surabaya atau Jakarta dan bahkan ekspor ke luar negeri. Ke depan, pemerintah berencana menjadikannya kawasan lumbung ikan nasional. Sebuah konsep pemanfaatan sumberdaya perikanan yang mempunyai fasilitas unit pengolahan dan pasar modern. Pemerintah bahkan berencana membangun pelabuhan ekspor New Port Ambon.
Tapi, harapan perempuan pembudidaya rumput laut itu lebih sederhana. "Agar harga rumput laut selalu bagus." katanya.***

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar