Siluet Sang Penari (Tantangan Menulis 365 Hari Gurusiana, Hari ke-253)
(Sebuah novel)
(Episode ke-13)
“Yah, ada apa? Kelihatannya Ayah banyak diam, akhir-akhir ini.” Ade membuka pembicaraan. Masih terproses dalam benak Danang untuk meluncurkan kalimat yang sebenarnya sudah lama ingin diutarakannya. Kalimat itu senantiasa wara-wiri memenuhi benaknya. Ia mengumpulkan energi untuk mengantarkan kata hatinya. Tentu saja, ia juga menyiapkan kuda-kuda akan reaksi istrinya, akan kalimat yang diungkapkannya nanti. Tarikan napasnya menggunungkan oksigen yang dikirim ke otaknya. Keberanian itu mulai menguat. Ditatapnya sang istri.
“Bu, ini sudah lama Ayah pikirkan. Tapi, Ayah kurang keberanian untuk mengungkapkannya. Sepertinya sekarang, Ayah mau menyampaikan hal itu.” Danang menunduk, melepas tatapan pada istrinya. Ade menggigit bibir. Perasaannya diliputi kecemasan akan maksud suami yang hendak diutarakan.
“Mau menyampaikan apa sih Yah? Formal dan penting amat kelihatannya. Memang ada yang sepenting itu permasalahan keluarga kita?” tutur Ade sambil memburaikan senyum hambar dan memegang tangan sang suami. Masih juga Danang tercenung. Agak ragu kembali menyeruak, memenuhi batinnya. Berkali-kali ia menarik napas panjang dan menghentakkannya keluar.
“Bu, bagaimana kalau Ibu berhenti bekerja. Toh finansial kita baik-baik saja...” Danang menghentikan tuturannya karena Ade memotong kalimatnya.
“Ayah ini gimana sih? Bukannya sewaktu kita mau menikah, Ayah tidak keberatan kalau Ibu bekerja?” ungkap Ade dengan nada agak meninggi. Dibuangnya tatapan yang mengarah ke suaminya. Ada kekecewaan yang menggelayut pada sorot mata Ade. Ia memandang lurus ke tembok. Kosong. Sejenak, Danang tak menjawab. Lagi-lagi Danang menarik napas panjang untuk mengumpulkan energi.
“Ayah masih ingat itu. Dulu kita belum tahu bukan akan terbebani tanggung jawab terhadap keturunan. Meskipun anak-anak kita sudah dewasa, tapi sepertinya mereka masih perlu perhatian kita. Mudah-mudahan Ibu memikirkan kembali keinginan Ayah. Nizam sudah besar, tapi dia masih menginginkan perhatian dari kamu dan aku, ibu dan ayahnya.” penjelasan panjang Danang.
“Jadi Ayah menyalahkan Ibu atas peristiwa yang menimpa Nizam di sekolah, kemarin itu?” nada tutur Ade semakin tak bersahabat.
“Ayah tidak menyalahkan Ibu. Ini kesalahan kita berdua.” jawaban Danang juga membuat bising telinga. Betapa miris hati sang ayah mendengar laporan dari guru Bimbingan Konseling, akan beragam ulah Nizam di sekolah. Keinginan agar istrinya berhenti bekerja, tentu saja atas pertimbangan demi kebaikan Nizam ke depan.
Ada yang memasang telinga dari kamar tidurnya. Kamayel. Ia menyimak apa-apa yang diluncurkan dari mulut ayah dan ibunya. Maklum, kamar tidup Kamayel bersebelahan dengan ruang keluarga. Berbeda dengan kamar tidur si bungsu, Nizami Ganjavi, terletak di lantai atas.
“Mungkinkah permasalahan Nizam yang ayah ungkapkan di telepon tempo hari itu berkepanjangan? Inikah imbasnya?” tanya benak Kamayel. Malam itu, ada beban pikir yang menindih pada alam pikir mahasiswa Universitas Indonesia itu. Meski gulita tak mengirimkan racun kepada pasangan yang bersilang pendapat, nyatanya, jiwa keduanya terbakar amarah. Sepi. Gejolak ingin menjadi pemenang, menari-nari mengguncang alam pikir mereka.
“Apa yang kamu cari dari pekerjaanmu? Rupiahkah yang kamu kejar? Bukankah itu sudah kita miliki? Kamu anggap pundi-pundi yang kamu gunungkan lebih penting dari ketentraman anak-anak kita? Kamu harus berhenti bekerja. Camkan itu!” kalimat-kalimat semakin meletup-letup tak terkendali, meluncur dari lubuk hati Danang.
“Kau ingkari apa yang kita sepakati, dulu. Kamu tak keberatan kalau aku bekerja meskipun aku sudah berstatus istrimu. Begitu bukan? Lalu? Pekerjaan ini juga bagian dari jiwa ragaku. Bila ini kau lepaskan, sama saja kau torehkan derita di sisa hidupku.” gejolak jiwa Ade memburai berdansa bersama udara malam yang memabukkan.
(Bersambung ke episode-14)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aq senang dengan kalimat memburai berdansa bersama udara malam yang memabukan...kereeeennn
Waduh, sibuk dengan alam pikiran masing-masing yah. Semoga ada solusinya. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Baru sempat baca episode ini. Rupanya sudah masuk konflik. Seru...Saya langsung merasa terlibat dengan persoalan yang tengah terjadi.Mantap Bu.
Baru sempat baca episode ini. Rupanya sudah masuk konflik. Seru...Saya langsung merasa terlibat dengan persoalan yang tengah terjadi.Mantap Bu.